Warung Sembako di Balikpapan Melejit Kala Ekonomi Sulit

warung kelontong
Pemilik warung klontong di Batu Ampar, Sarminah. (Smartrt.news)

SMARTRT.NEWS – Sarminah membungkuk, ia tampak serius memilih butiran telur. Lalu, memasukannya ke wadah. Telur-telur itu dijualnya dengan bandrol bervariasi, dari Rp 57 ribu – 60 ribu per piring.

Betul, kalau di Pulau Jawa membeli telur dengan satuan kilogram. Tapi di Balikpapan, dijual per wadah. Disebutnya per piring dengan isi 30 butir.

Sarminah adalah pemilik Toko Akifah 2, yang membuka warung kontongnya di kawasan Batu Ampar Balikpapan Utara.

Ia termasuk salah satu dari ratusan pemilik warung sembako atau warung klontong yang kini menjamur di Balikpapan. Fenomena maraknya warung sejenis di kota ini, persis di Jakarta.

Bedanya, kalau di Jakarta didominasi warung Madura dan warung asal Kuningan. Kalau di Balikpapan, didominasi pendatang dari Sulawesi. Mulai Makassar sampai Mamuju.

Sarminah berasal dari Mamuju. Ia merantau ke Balikpapan baru dua tahun. Sejak awal menginjakkan kakinya di tanah rantau, bersama suaminya sudah membuka warung sembako.

Kini, ia sudah punya tiga lapak alias tiga tempat. Dua di Sepinggan Balikpapan Selatan, yang satu di Batu Ampar Balikpapan Utara.

“Kalau yang ini baru dua minggu. Tapi dua warung saya lain sudah dua tahun, buka di Sepinggan,” ujar Sarminah, mengawali kisahnya, Sabtu (1/2/2025) malam. Ia bilang, dulu dan sekarang berbeda.

Kalau dulu, dua tahun lalu, untuk membuka warung klontong cukup bermodal kapital Rp 80 juta. Kalau sekarang harus merogoh kocek Rp 200 juta. “Yang mahal sewa tempatnya. Ngontrak tempatnya Rp 50 juta setahun,” beber Sarminah.

Di warung baru itu, ia tak punya pegawai. Berjaga, melayani pembeli bergantian bersama sang suami.

Pengendara melintas di depan warung klontong, yang kini menjamur di Balikpapan. (smartrt.news)

Lalu, berapa omsetnya? “Di sini kan baru dua minggu, belum sampe sebulan. Masih kecil. Sehari paling Rp 3 juta. Kalau warung yang di Sepinggan sudah bisa dapat Rp 13 juta per hari,” ungkapnya.

Angka segitu kecil, omset harian kan? Ditanya seperti itu, Sarminah tertawa.

Baginya memang masih kecil jika dibanding dengan warung sejenis yang dimiliki rekan sekampungnya.

Ia mencontohkan warung Rusdi di Kilo 10. Di sana, omset hariannya bisa mencapai Rp 50-60 juta. “Kalau keuntungan biasanya saya dapat 15 persen dari omset harian,” jelasnya.

Urus Perizinan

Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil Menengah, dan Perindustrian (DKUMKMP) Balikpapan mengimbau para pelaku usaha agar mengurus izin melalui Online Single Submission demi mendapat legalitas jelas. 

“Kami ingin semua jenis usaha, baik rumah, kios, atau pasar, memiliki izin resmi,” pesan Kepala DKUMKMP Balikpapan, Heruresandy Setia Kesuma, Jumat (31/1/2025). 

Menurutnya, memiliki izin OSS tidak hanya sebatas legalitas, tetapi juga membuka peluang usaha untuk berkembang. Dengan izin resmi, pelaku usaha bisa mengakses permodalan, mengikuti pelatihan, serta memanfaatkan digitalisasi keuangan. 

Namun, Heru menegaskan izin usaha tidak wajib bagi pedagang kecil yang hanya berjualan di rumah. “Kalau sekadar berjualan untuk keuntungan pribadi, cukup terdata di lingkungan sekitar,” tambahnya.   

Pertumbuhan warung sembako yang hampir sebanding ritel modern seperti Alfamart dan Indomaret dinilai sebagai hal positif bagi perekonomian. Namun, pemerintah daerah belum menyediakan dukungan permodalan khusus bagi usaha ini. 

“Saat ini belum ada bantuan modal khusus. Pelaku usaha harus mandiri,” ungkap Heru. 

Hal itu diamini Sarminah. Ia mengaku modalnya dari tabungan sendiri sebelum merantau ke kota ini. Ia belum pernah mendapat bantuan permodalan, atau pelatihan.

Ia juga mengaku belum mengurus perizinan.

“Tapi waktu ramai-ramainya jual BBM dengan Pom bensin Mini, kami membayar Rp 1 juta per bulan. Dibayar ke Satpol PP,” ungkapnya. Penarikan upeti bulanan itu bukan hanya di warungnya sendiri. Tapi nyaris semua warung klontong sejenis. Yang jumlahnya sekitar 200 warung sejenis, imbuh Sarminah.

Ketua Komisi II DPRD Balikpapan, Fauzi Adi Firmansyah. (Smartrt.news)

Ketua Komisi II DPRD Balikpapan, Fauzi Adi Firmansyah, dalam waktu dekat berencana melakukan kunjungan lapangan. Pihaknya akan memastikan izin usaha para pedagang sesuai regulasi yang berlaku.

Selain aspek perizinan, Komisi II juga mendorong Pemerintah Kota Balikpapan memberikan dukungan bagi warung klontongan. Menurutnya, ada beberapa daerah yang telah mendapatkan bantuan modal usaha atau kredit tanpa agunan bagi pelaku usaha kecil. 

Fauzi sangat mendukung pertumbuhan warung klontong di kota ini. Bahkan, ia tengah mengupayakan bantuan modal untuk warga yang melakukan usaha mandiri seperti warung dan UMKM.

“Kita sedang mendorong agar sektor UMKM bisa mendapat akses modal kerja tanpa agunan,” jelasnya. Dalam hal perpajakan, Adi mengakui masih ada kelemahan pengawasan terhadap kontribusi pasar tradisional dan modern terhadap Pendapatan Asli Daerah.

Fauzi bilang pusat perbelanjaan di Balikpapan terbagi menjadi dua. Yakni, pasar modern seperti Alfamart dan Indomaret, serta pasar tradisional seperti warung sembako dan klontongan.

Ia berujar aspek perizinan menjadi perhatian utama dalam pengawasan pertumbuhan pasar tradisional dan modern. “Selama mereka punya izin dan legal, silakan saja. Yang penting tidak mengganggu ketertiban umum,” ucap Adi, Rabu (29/1/2025).

Untuk itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Balikpapan guna memastikan penerimaan pajak dari sektor ini.

Omset dan Batasan Kena Pajak

Meski tidak mendapatkan bantuan modal, pelaku usaha warung sembako juga tidak dikenakan pajak jika omsetnya masih di bawah ketentuan. Dalam ketentuan Direktorat Jendral Pajak (DJP), yang berhak wajib pajak adalah pengusaha toko klontong dengan omset per bulan rata-rata Rp12.500.000.

Sehingga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku  wajib pajak tersebut dikenai tarif 0,5 persen atas usahanya selama dua tahun terakhir. “Kalau omset masih di bawah ketentuan, tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Tapi kalau sudah memenuhi syarat, mereka wajib membayar tarif PPh 0,5 persen,” terang Kepala DKUMKMP, Heru. 

Namun dengan masih rendahnya kepemilikan izin usaha, ada potensi kebocoran pajak karena sulitnya mendata jumlah warung sembako yang beroperasi.

Sampai saat ini DKUMKMP Balikpapan tidak mempunyai data resmi yang terdata dengan usaha warung sembako yang menjamur di Kota Balikpapan.

Data yang ada hanya pelaku usaha Pedagang Kaki Lima (PKL), penjahit, dan bisnis laundry. Untuk warung sembako atau warung klontong masih menggunakan data di OSS. Tetapi itu sulit dibedakan kualifikasi katagori kelas kecil ataupun besar. Sebab data yang ada sekitar 4.000 usaha.

“Saat ini kami hanya punya data pelaku usaha PKL, penjahit, dan laundry. Untuk warung sembako, kami mengandalkan data dari OSS, tetapi masih sulit membedakan skala usahanya,” tuturnya. Diduga hal ini pula yang memicu pemilik warung klontong belum mengurus perizinan dan perpajakan.

Dari situ muncul kekhawatiran adanya potensi-potensi pemasukan PAD bakal bocor. Yang hanya masuk dalam kantong tertentu lewat penarikan pungli bulanan.

Warung Klontong jadi Alternatif

Sejak setahun belakangan, tekanan ekonomi semakin sulit. Bahkan dampaknya membuat banyak kelas menengah harus turun kasta. Dari kalangan menengah menjadi golongan miskin dan rentan miskin. Standar golongan kelas menengah adalah mereka yang berpengeluaran lebih dari Rp 2 juta per bulan.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, sejak 2019-2024, jumlah kelompok kelas menengah turun dari 57,33 juta menjadi hanya 47,85 juta. Proporsinya hanya 17,13 persen dari total populasi Indonesia. Turun 4 persen dari 2019 yang mencapai 21,45 persen. Hal ini dampak tekanan ekonomi yang kian sulit.

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Teuku Riefky, dalam laporan Detik X, mengatakan penyebab menurunnya kelas menengah karena permasalahan struktural ekonomi Indonesia. Banyak kalangan menengah sulit mengimbangi kenaikan harga kebutuhan pokok. Sebab sedikitnya pembukaan lapangan kerja berkualitas yang menawarkan gaji layak.

Sedangkan inflasi sektor makanan dan minuman meningkat setiap tahun.

Kepala DKUMKMP Balikpapan, Heruresandy. (Smartrt.news)

Data LPEM FB UI menunjukkan inflasi di sektor makanan, minuman, dan tembakau meningkat sekitar 4,9 persen per tahun. AKibatnya, daya beli kelas menengah terus tergerus.

Di tengah kesulitan itu, terjadi proses deindustrialisasi prematur. Kalangan ekonomi menengah yang berupaya beralih profesi dari bekerja di sektor industri ke sektor jasa.

Sayang, sektor jasa yang tersedia di Indonesia juga tidak berkualitas. “Sektor jasanya tidak yang bernilai tambah tinggi sehingga kemudian kelas menengah terus menurun,” jelas Teuku.

Di sisi lain, keberadaan warung klontong di beberapa daerah justru melejit. Baik di Jakarta maupun di Balikpapan, mereka kokoh bertahan, dan bertumbuh.

Saat ini warung klontong seakan menjadi alternatif masyarakat untuk hidup secara mandiri. Di tengah sulitnya mencari lapangan pekerjaan memadai.

Keberadaan warung klontong ini bahkan mampu memutar roda perekonomian daerah. Mereka juga mampu membuka lapangan kerja baru, meski jumlah pegawainya masih terbatas.

Menjamurnya keberadaan mereka bukan saja alternatif bagi pemiliknya untuk mencari pemasukan.

Tetapi juga menjadi alternatif bagi masyarakat yang kian menurun untuk membeli kebutuhan di mall dan retail modern seperti Alfamart dan Indomaret.

“Harga di warung klontong lebih murah daripada di Alfa. Apalagi, warung mereka bukanya 24 jam,” ujar warga Batu Ampar Agung, saat membeli minuman dingin di warung Akifah 2.

Pemilik warung sembako atau warung klontong lain, Nawir mengakui usaha berjualannya ini menjadi alternatif mencari penghasilan baru saat usaha pertanian di kampung halamannya gagal.

Nawir telah merantau di Kota Balikpapan sejak tahun 2021. Saat itu ia membuka warung kecil di rumah kontrakannya wilayah Kampung Baru, Kecamatan Balikpapan Barat.

Bisnis warung tradisional ini diputuskan setelah mengalami kebangkrutan pada sektor pertanian, bahkan sempat menjual sawahnya di kampung halamannya Sulawesi Selatan.

“Buka warung sembako ini modalnya Rp 35 juta, itu dulu. Beda dengan sekarang yang harga sembako juga ikut mahal,” ucap Nawir, Rabu (29/1/2025).

Nawir, juragan warung sembako di Jalan Mrtadinata, Balikpapan. (Smartrt.news)

Karena itu, ia menolak saat ditanya warung sembakonya dibangun dengan sistem kelompok atau bagi  hasil. “Ada juga yang pakai sistem itu, tapi kalau saya rintis sendiri,” ujarnya.

Kini, warung sembako tradisionalnya tumbuh besar di atas lahan yang disewa.

Dagangannya tersedia apa saja mulai dari kopi sachetan, teh, gula, sabun cuci, sabun mandi, makanan dan minuman anak-anak, serta kebutuhan lainnya.

Ada pesan mendalam yang disampaikan Nawir ihwal bagaimana membangun kesuksesan membuka warung kelontongannya ini. Walau ia tidak membuka isi lacinya, Nawir hanya menunjukkan hasil warung dengan memperlihatkan tiga mobil dan dua sepeda motornya yang diparkir dekat warungnya.

“Kuncinya Mas, itu yakin dan jujur. Baru hasil jualannya jangan dicampur adukan dengan hasil haram. Ibaratnya seperti sebaskom air jernih yang ditetaskan racun, meski hanya setetes tapi air itu sudah rusak,” ungkapnya.

Bantuan Permodalan Terhenti

Sarminah dan Nawir mengaku sejak awal membuka usahanya, tak pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah. Baik modal, pelatihan atau fasilitas lain, tidak pernah dirasakan mereka. Modal mereka dari usaha sendiri.

“Modalnya dari kampung, belum pernah dapat bantuan modal dari pemerintah,” ujar Sarminah. Ia mengaku juga tidak ikut paguyuban atau kelompok. Semua usahanya mandiri, tanpa modal pemerintah, bandar atau investor, tanpa paguyuban.

“Kalau bubuhan saya dari Mamuju ada sekitar 50 orang yang jualan di Balikpapan. Lainnya dari Makassar, Bugis. Mereka lebih banyak. Mungkin total warung kayak gini ada 200 an,” tebaknya.

Kepala DKUMKMP Balikpapan, Heruresandy Setia Kesuma, menambahkan Pemerintah pernah memberi bantuan modal untuk warga. Bantuan permodalan, biasanya berasal dari perbankan atau koperasi, seperti program Kredit Usaha Rakyat dari BUMN.

Sebelumnya pada tahun 2021, Pemkot Balikpapan sempat memberi stimulus modal usaha, tetapi program itu dihentikan karena banyak kredit macet. “Dulu pemerintah menyediakan dana, tetapi pengelolaannya oleh bank. Karena banyak kredit yang macet, akhirnya program dihentikan,” jelasnya. 

Reporter: Musafir B

Editor: Kopi Hitam