Wapimred Tempo: Kami Was-was, Wartawan Tidak Boleh Lagi Liputan Sendirian

SMARTRT.NEWS – Wakil Pemimpin Redaksi Tempo mengungkap ada rasa takut dan was-was usai kantornya mendapatkan rentetan teror. Bahkan pihaknya menerapkan SOP tertentu demi keselamatan jurnalis dan karyawan Tempo. Wapimred Tempo itu berkisah sampai matanya berkaca-kaca.
Wapimred Tempo, Bagja Hidayat mengisahkan rinci rentetan teror yang diterima awak redaksi Tempo dalam program Interupsi, yang ditayangkan melalui Channel Inews, dikutip Sabtu (29/3/2025). Ia bilang, kepala babi itu diterima wartawan Tempo Francisca Christy alias Cica dengan terbungkus kardus, styrofoam, hingga plastik.
Ia mengisahkan kronologisnya, bungkusan terkirim ke Pos Satpam saat itu karena Cica sedang liputan, tidak ada di kantor.
Dalam rekaman CCTV Tempo, lanjutnya, kurir itu sempat meminjam spidol ke satpam lalu menulis di atas bingkisan dengan nama lengkap Cica. “Dari CCTV yang kami lihat, kurirnya itu sempat stay di pos satpam selama 10 menit. Ini kan tidak biasa dalam pengiriman barang. CCTV juga merekam nomor polisi kendaraan kurir, dan orangnya,” ujar Bagja.
Cica Menangis
Kala itu, lanjutnya, Cica lagi liputan, lalu besoknya datang. Kemudian paket dibawa ke lantai empat tempat redaksi di ruangan Newsroom Tempo. Setelah membuka bingkisan, kelihatan daging, kemudian ada kepala babi tanpa telinga.
Cica, kata Bagja, setelah menerima kepala babi sempat menangis. Kemudian, mencoba menenangkan diri. Bahkan Cica sempat ke psikolog juga untuk memperbaiki psikisnya.
Pertama kali bingkisan dibuka baunya menyengat memenuhi ruang redaksi, lalu bingkisan dipindahkan ke lantai bawah. “Dari situ hebohlah di media sosial. Website kami sempat turun, ngedrop. Jadi jebih heboh di sosmed dulu. Besoknya tanggal 21 pagi kami dapat pesan melalui akun Instagram Tempo,” imbuhnya.
Teror sampai Tempo Mampus
Pesan itu mengejutkan redaksi. Isi pesannya, sambung Bagja, “Cukup kah kepala babinya? Kalian tak mau mendengar sih, bebal. Kalau kami bakar Tempo itu anarkis. Kami akan meneruskan teror sampai kantor kalian mampus,” ungkapnya.
Sore harinya, redaksi Tempo mendapat kabar jika handphone ibunya Cica diambil alih seseorang. Devicenya di rumah tapi WhatsApp-nya kena hack.
Belum usai mendapat teror kepala babi, pada tanggal 22 Maret pagi datang seseorang menggunakan ojek aplikasi melempar bungkusan lain. Petugas kebersihan mengira itu bingkisan lebaran.
Ketika membukanya kaget bukan kepalang. Ternyata isinya bangkai tikus.
Pada tanggal 22 Maret siang hari, orang yang mengirim pesan ke Instagram Tempo melakukan doxing terhadap Cica. Data-data pribadi Cica tersebar ke sosmed. “Ada rentetan teror dari kepala babi, teror pesan, bangkai tikus, doxing. Enam bangkai tikus itu simbolik terhadap enam host Bocor Alus Tempo,” tambah Wapimred Tempo, Bagja.
Ngeri-ngeri Sedap
Ia mengaku awak redaksi sangat was-was terhadap rentetan teror tersebut.
“Kami ngeri-ngeri sedap. Mengapa? Karena kami tahu sedang diteror tapi kami tidak tau siapa pelakkunya. Kami melakukan SOP baru di Tempo. Meningkatkan keamanan, membentuk crisis center,” jelasnya.
Saat ini, sambung Bagja, setiap wartawan Tempo tidak boleh ke narausmber sendirian. Liputan harus ada backup. Harus melapor ke atasan, level di atas wartawan harus tahu.
“Kami membentuk crisis center. Saya sendiri ke stasiun telvisi dikawal. Kami tahu teror ini ancaman seirus. Saat menerima kepala babi masih bisa tertawa, setelah mendapat kiriman bangkai tikus, kami silent semua. Diam semua. Ini serius terornya,” ungkap Bagja.
Harus Diusut Tuntas
Menanggapi hal ini Psikologi Forensik, Reza Indagiri, menjelaskan secara normatif ini adalah sebuah ancaman nyata. Ancaman adalah persoalan hukum, pidana.
Dalam persidangan, Hakim selalu menilai dua hal. Pertama bobot kesengajaan, kedua bobot cedera dari korban. Baik cedera fisik atau psikis.
“Anggap saja tidak ada cedera. Faktanya ancaman itu sudah berlangsung. Karena itu, dalam kasus ini hukum harus ditegakan. Ini sudah pidana,” tegasnya.
Terkait kiriman babi dan tikus, Reza juga menafsirkan dua hal. Pertama ini adalah penistaan terhadap kemanusiaan yang bebas hidup aman dan nyaman. Kedua penistaan hewan. Kekerasan terhadap hewan yang jadi objek penganiyaan. Ini simbol kekerasan.
“Tidak ada alasan bagi negara untuk abai. Ini harus ada penindakan tegas karena sudah masuk ranah pidana,” jelasnya.
Ia juga meminta agar Prabowo berlaku tegas terhadap jajarannya di Istana.
“Tidak lagi menanggapi hal ini dengan nirempati, seperti respons dari Jubir Istana Hasan Nasbi, yang menyuruh agar kepala babi tersebut dimasak,” tegas Reza.
BACA JUGA