Wakil Ketua Komisi XI DPR: Blokir Rekening Pribadi Tiga Bulan Langgar Hak Warga

Ilustrasi / uang /foto : Sahabat Pegadaian
Smartrt.news, BALIKPAPAN — Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro, menilai rencana Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk memblokir rekening pribadi yang tidak aktif selama tiga bulan sebagai langkah berlebihan dan berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara.
Menurut Fauzi, PPATK dibentuk untuk mengawasi transaksi keuangan yang mencurigakan, bukan mengatur kebijakan teknis perbankan atau menyentuh ranah privat masyarakat.
“PPATK bukan lembaga yang bisa seenaknya memblokir rekening hanya karena dianggap pasif. Banyak warga menyimpan uang untuk tujuan jangka panjang, seperti tabungan umrah, pendidikan, atau pensiun. Itu hak konstitusional,” tegasnya, dikutip dari laman DPR.
Pemblokiran Dianggap Tidak Proporsional
Legislator dari Fraksi Partai NasDem ini menilai bahwa rekening tidak aktif bukan berarti mencurigakan. Ia khawatir, kebijakan ini justru menimbulkan rasa tidak aman dan distrust publik terhadap sistem perbankan nasional.
“Negara tidak boleh membatasi akses warga terhadap uangnya sendiri tanpa alasan kuat dan dasar hukum yang jelas,” ujarnya.
Fauzi menegaskan bahwa niat memberantas tindak pidana keuangan tetap harus berada dalam koridor hukum yang menjunjung asas proporsionalitas dan perlindungan hak-hak warga negara, termasuk privasi data dan kepemilikan aset.
DPR Akan Panggil PPATK dan Otoritas Terkait
Terkait polemik ini, Komisi XI DPR RI berencana memanggil PPATK dan otoritas perbankan untuk meminta klarifikasi resmi. DPR ingin memastikan tidak ada lembaga yang bertindak di luar kewenangan konstitusional.
“Jika memang ada kebutuhan menertibkan rekening dormant yang rawan disalahgunakan, maka aturannya harus berbasis undang-undang dan disosialisasikan secara menyeluruh ke masyarakat,” ujar Fauzi.
Pengawasan PPATK Tak Boleh Langgar Batas Konstitusi
Sebagai mitra pengawas kebijakan keuangan negara, Komisi XI DPR RI akan terus memastikan tidak ada penyalahgunaan kewenangan yang dapat merugikan masyarakat, baik secara ekonomi maupun dalam hal perlindungan data pribadi.
“Jangan sampai kebijakan yang seharusnya melindungi, justru menciptakan ketakutan dan keraguan masyarakat terhadap sistem keuangan nasional. Ini bisa jadi preseden buruk,” tandas Fauzi.
(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : DPR RI)