Transformasi Senyap di Balik Papan Tulis: Ketika Dosen Universitas Mulia Merancang Ulang Masa Depan Pendidikan

Oleh redaksi-j pada 31 Jul 2025, 12:10 WIB
Para peserta workshop tampak fokus mengikuti rangkaian sesi diskusi dan praktik penyusunan instrumen pembelajaran berbasis OBE, PBL, dan Design Thinking. (foto : Humas Universitas Mulia)

Para peserta workshop tampak fokus mengikuti rangkaian sesi diskusi dan praktik penyusunan instrumen pembelajaran berbasis OBE, PBL, dan Design Thinking. (foto : Humas Universitas Mulia)

Smartrt.news, BALIKPAPAN – Di tengah lantai marmer dan pencahayaan hangat Midtown Express Hotel, Rabu pagi itu (30 Juli 2025), suasana yang biasanya didominasi suara gelas kopi dan obrolan ringan berubah menjadi ruang dialektika intelektual.

Sejumlah dosen dari Universitas Mulia—yang biasanya mengajar di balik layar presentasi dan papan tulis—kini duduk bersisian, membuka laptop, mencatat, dan berdiskusi dengan penuh semangat.

Mereka bukan datang untuk sekadar mendengar, melainkan menyusun ulang arah pembelajaran. Dalam sebuah workshop maraton yang berlangsung sejak pukul 08.00 hingga 15.30 WITA, para pengampu Mata Kuliah Umum (MKU) dan Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) disuguhi tiga kata kunci: Outcome-Based Education (OBE), Project-Based Learning (PBL), dan Design Thinking.

Tiga istilah itu bukan jargon semata. Di baliknya tersimpan visi besar: mengubah cara belajar di kampus menjadi lebih kontekstual, aplikatif, dan berpusat pada mahasiswa.

Menggeser Arah, Menyusun Masa Depan

Dipandu langsung oleh Prof. Dr. Lambang Subagiyo, M.Si. dari Universitas Mulawarman Samarinda, sesi demi sesi bergulir bukan sebagai kuliah satu arah, tapi forum kerja bersama. Ada lembar-lembar RPS (Rencana Pembelajaran Semester) yang dibuka kembali, dibedah, dan disusun ulang. Ada diskusi tentang bagaimana desain berpikir bisa masuk ke dalam kelas filsafat atau pendidikan karakter. Dan yang paling penting, ada semangat untuk tidak sekadar mengajar, tetapi mendampingi proses belajar mahasiswa secara menyeluruh.

“Secara prinsip, kampus telah siap,” kata Wibisono Wibisono, S.E., M.T.I., Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Mulia, saat ditemui di sela kegiatan.

Tapi, ia buru-buru menambahkan: “Kesiapan bukan cuma soal LMS atau fasilitas. Ini soal bagaimana dosen mampu menciptakan pengalaman belajar yang bermakna.”

Ia menyebut Lentera, sistem LMS Universitas Mulia, sebagai salah satu tulang punggung integrasi digital. Namun ia lebih menekankan hasil konkret: “Setiap dosen harus menghasilkan RPS yang sudah terintegrasi OBE, PBL, dan Design Thinking. Ini bukan sekadar dokumen, tapi cerminan cara berpikir baru.”

Dosen sebagai Aktor Transformasi

Transformasi pendidikan, menurut Wibisono, bukan hanya tentang mengganti silabus. Ini tentang manusia yang bergerak di balik kurikulum. Karena itu, Universitas Mulia mengembangkan kompetensi dosen lewat dua jalur utama:

  1. Digital – studi lanjut, pelatihan teknologi, dan eksplorasi platform pembelajaran.
  2. Karakter – penguatan nilai-nilai inovatif, mandiri, dan humanis, termasuk lewat program KEJAR (Kesehatan Jasmani dan Rohani) tiap Jumat.

“Di sinilah kekuatan kampus diuji. Bukan sekadar berapa modul dibuat, tapi apakah dosen bisa menjadi fasilitator yang membentuk karakter mahasiswa,” ujarnya.

MKWK: Bukan Tambahan, Tapi Fondasi

Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) sering dipandang sebelah mata—dianggap pelengkap dari pelajaran teknis yang lebih ‘bernilai jual’. Tapi Universitas Mulia justru menempatkannya sebagai pondasi karakter mahasiswa lintas disiplin.

“Menguasai teknologi penting. Tapi dunia kerja membutuhkan lebih dari itu—moral, komunikasi, dan kepekaan sosial,” tegas Wibisono.

Untuk itu, kampus memperkuat matakuliah seperti Pendidikan Antikorupsi, Technopreneurship, dan Bahasa Inggris Bisnis, serta mengintegrasikannya dengan praktik nyata lewat program KKN dan skripsi berbasis pengalaman.

Satu Hari, Banyak Arah Baru

Workshop itu memang hanya berlangsung satu hari. Tapi dampaknya jauh melampaui durasi. Di akhir sesi, para dosen tak hanya membawa pulang file RPS dan catatan. Mereka membawa tugas sejarah kecil—membangun masa depan pendidikan tinggi yang lebih hidup, lebih relevan, dan lebih berpihak pada manusia.

“Harapan kami, para dosen peserta workshop bisa menjadi rujukan dan penggerak perubahan di program studinya masing-masing,” pungkas Wibisono.

Sebuah transformasi memang tak selalu gemuruh. Tapi di balik meja-meja kerja para dosen Universitas Mulia, perubahan senyap itu tengah disusun dengan penuh kesungguhan.

(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : Universitas Mulia)