Sudrajat Djiwandono Tegaskan Indonesia Harus Luwes Hadapi Dampak Kebijakan Trump

Oleh widodo pada 15 Mei 2025, 06:06 WIB
trump effect

Ekonom senior sekaligus mantan Gubernur Bank Indonesia, Sudrajat Djiwandono, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan ekonomi Donald Trump dalam sebuah talk show bertajuk "Trump Effect: Bagaimana Indonesia Mendulang Peluang di Tengah Perang Dagang", yang digelar di Jakarta, Rabu (14/5).(Foto:smartrt.news/rri)

Tiga Poin Penting:

  1. Sudrajat Djiwandono mengecam kebijakan Trump yang sepihak dan merusak tatanan ekonomi global.
  2. Ia menyerukan agar Indonesia bersikap netral dalam hubungan internasional, mencontoh pendekatan diplomasi Singapura.
  3. Sudrajat mengapresiasi langkah aktif pemerintah dalam diplomasi ekonomi, termasuk penggunaan rupiah untuk beli minyak dari Rusia.

 

Smartrt.news, JAKARTA,- Ekonom senior sekaligus mantan Gubernur Bank Indonesia, Sudrajat Djiwandono, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan ekonomi mantan Presiden AS Donald Trump. Ia menyampaikan pandangan ini dalam diskusi publik bertajuk “Trump Effect: Bagaimana Indonesia Mendulang Peluang di Tengah Perang Dagang”, yang Kagama dan Radio Republik Indonesia (RRI) selenggarakan di Jakarta pada Rabu (14/5).

Sudrajat menyebut gaya kepemimpinan Trump sebagai “unik tapi berbahaya”. Ia menilai pendekatan sepihak yang Trump ambil justru melemahkan posisi Amerika Serikat dan mengganggu stabilitas ekonomi global.

“Trump sering membuat keputusan besar dalam kondisi tidak sepenuhnya sadar. Bahkan penasihat ekonominya, Peter Navarro, tidak mampu membendung kebijakan ngawur seperti menaikkan tarif impor hingga 140%,” ujarnya.

Sudrajat menjelaskan bahwa sistem ekonomi dunia saat ini sangat bergantung satu sama lain. Ia memperingatkan bahwa gangguan kecil pada satu bagian rantai pasok bisa melumpuhkan seluruh sistem. Ia juga menilai kebijakan proteksionis AS selama masa Trump sebagai pemicu ketidakpastian yang merugikan negara-negara mitra seperti Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa.

“Trump menjanjikan penurunan inflasi dan penciptaan lapangan kerja, tetapi tidak satu pun yang benar-benar terjadi. Bahkan, tingkat dukungannya di kalangan kulit hitam hanya mencapai 14%,” tambah Sudrajat.

Dalam konteks Indonesia, Sudrajat mendesak pemerintah agar tetap menjaga keseimbangan diplomasi internasional. Ia menekankan pentingnya bersikap netral, tidak terlalu condong ke Amerika Serikat maupun China.

“Kita harus belajar dari Singapura — bersahabat dengan semua pihak tanpa ikut dalam konflik,” tegasnya.

Sudrajat juga mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia yang semakin aktif dalam membangun diplomasi ekonomi. Ia menyoroti kunjungan delegasi ke Washington D.C. yang dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, serta langkah Indonesia menjalin kerja sama lebih erat dengan BRICS.

Ia menilai keberhasilan Indonesia dalam membeli minyak dari Rusia dengan mata uang rupiah sebagai contoh diplomasi ekonomi yang konkret dan strategis.

Sebagai penutup, Sudrajat meminta Indonesia agar tetap adaptif dan siap menghadapi perubahan global yang cepat.

“Jangan terlambat. Kalau perlu menyesuaikan diri, ya kita harus cepat bergerak. Kalau tidak perlu, cukup diam,” pungkasnya.

(Tim Smartrt.news/anang/sumber: kagama)