SPMB 2025, Pendidikan Bermutu untuk Semua, Bukan Sekadar Zonasi

Penerimaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMA Negeri 1 Kedokanbunder. (Foto :Kedokanbunder)
Smartrt.news, BALIKPAPAN – Di tengah tantangan ketimpangan akses pendidikan dan disparitas mutu antarwilayah, Pemerintah Indonesia kini menerapakn Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) dalam tahun ajaran 2025.
Ditetapkan melalui Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025, kebijakan ini bukan sekadar reformasi administratif—melainkan komitmen moral dan konstitusional untuk menghadirkan pendidikan yang adil, inklusif, dan berkualitas.
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, menyampaikan pesan yang kuat dan lugas: “Pendidikan bukan hanya soal akses, tapi juga soal keadilan mutu.”
“SPMB menjamin bahwa setiap anak—terlepas dari status ekonomi atau lokasi tempat tinggalnya—punya hak yang sama untuk duduk di bangku sekolah yang layak,” tegas Wamen Atip.
SPMB Wujud Keadilan Sistemik
Mengusung filosofi “Pendidikan Bermutu untuk Semua”, SPMB 2025 menempatkan domisili sebagai landasan utama penerimaan. Tujuannya jelas: anak-anak bisa bersekolah dekat dengan rumah mereka.
Namun, lebih dari itu, kebijakan ini membuka ruang khusus bagi kelompok rentan, termasuk anak dari keluarga kurang mampu dan wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Wamen Atip menegaskan, kebijakan ini bukan hanya soal distribusi bangku sekolah, tetapi soal penjaminan mutu. Ia mendorong pemerintah daerah untuk aktif memperbarui data satuan pendidikan, agar setiap keputusan penerimaan didasarkan pada data yang akurat dan berpihak pada keadilan.
“SPMB adalah wujud keadilan sistemik. Pemda harus pastikan bukan hanya banyaknya sekolah, tapi juga kualitas tiap sekolah di wilayahnya,” ujarnya.
Reformasi Total, Bukan Parsial
Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen, Suharti, menambahkan bahwa SPMB adalah reformasi total sistem penerimaan murid. Ini meliputi pembinaan, evaluasi, kurasi prestasi, integrasi teknologi, hingga pemberian kewenangan adaptif bagi daerah.
Dengan pendekatan tersebut, SPMB menjadi respons strategis terhadap keragaman tantangan pendidikan di Indonesia—dari keterbatasan infrastruktur hingga ketimpangan kualitas tenaga pendidik.
Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Digital Molly Prabawaty, menegaskan, tentang pentingnya SPMB dibangun—agar publik memahami bahwa kebijakan ini adalah langkah konkret, bukan jargon kebijakan semata.
“Komunikasi publik yang efektif jadi kunci. SPMB hanya akan berhasil jika semua pihak memahami dan percaya,” ujar Molly Prabawaty
Dukungan juga datang dari Ombudsman RI. Ketua Ombudsman, Mokhammad Najih, menekankan pentingnya pelaksanaan SPMB yang transparan dan bebas maladministrasi.
“SPMB adalah momentum koreksi sistem. Tapi harus diawasi bersama agar tidak melahirkan ketimpangan baru. Kami siap bersinergi,” tegasnya.
Bukan Sekadar Pendaftaran, Tapi Distribusi Keadilan
Dirjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Gogot Suharwoto, menekankan bahwa SPMB selaras dengan agenda digitalisasi pendidikan dan penguatan tata kelola berbasis data. Setiap anak harus bisa mengakses sekolah yang tidak hanya dekat, tapi juga bermutu dan modern.
SPMB bukan hanya soal siapa yang diterima di sekolah, melainkan soal siapa yang diberi peluang untuk bermimpi dan tumbuh dalam lingkungan pendidikan yang sehat dan setara.
Di tengah kompleksitas sistem pendidikan nasional, kebijakan ini menjadi jembatan keadilan—terutama bagi anak-anak dari kelompok rentan yang selama ini terpinggirkan.
“SPMB adalah cara negara hadir. Ini bukan sekadar sistem pendaftaran, tapi mekanisme distribusi keadilan pendidikan yang nyata,” tutup Wamen Atip.
(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : Info Publik/Kemendikdasmen)