SMK Balikpapan, Saatnya Menjadikan Soft Skill sebagai Modal Utama

SMK Negeri 2 Balikpapan / foto SMK Neger 2 Balikpapan
Smartrt.news, BALIKPAPAN – Kota Balikpapan menghadapi tantangan besar: bagaimana menyiapkan generasi muda yang tidak hanya terampil secara teknis (hard skill), tetapi juga tangguh secara mental, komunikatif, dan mampu beradaptasi dalam dunia kerja yang semakin kompleks.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan, siswa SMK harus menguasai soft skill, agar lebih relevan dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri.
Di sinilah peran soft skill menjadi kunci. Bagi siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), kecakapan seperti kerja sama, komunikasi, disiplin, inisiatif, hingga kemampuan berpikir kritis tidak kalah penting dibandingkan keterampilan teknis yang diajarkan di ruang kelas atau bengkel.
Dunia industri kini menuntut tenaga kerja yang utuh—bukan sekadar operator mesin, melainkan problem solver yang mampu berkolaborasi lintas bidang.
Balikpapan sebenarnya sudah menapaki jalan ke arah itu. Program magang ke Jepang bagi lulusan SMK Kaltim, misalnya, bukan hanya membuka akses kerja luar negeri, tetapi juga menuntut kedisiplinan, adaptasi budaya, hingga penguasaan bahasa.
Di tingkat lokal, riset mengenai pemagangan industri perhotelan di Balikpapan menegaskan bahwa komunikasi, kejujuran, dan kerja sama adalah fondasi utama kesuksesan siswa di dunia kerja.
Bahkan sejumlah sekolah sudah mulai mengintegrasikan metode interaktif—seperti ice breaking, dinamika kelompok, hingga kurikulum kontekstual berbasis kemaritiman—untuk menanamkan soft skill sejak dini.
Namun langkah-langkah ini masih belum merata. Banyak SMK masih terjebak pada pola lama: fokus pada kompetensi teknis, sementara pembentukan karakter dan keterampilan interpersonal hanya dijadikan pelengkap.
Padahal, pembelajaran mendalam (deep learning) menuntut integrasi keduanya—hard skill yang kokoh sekaligus soft skill yang hidup dan terlatih.
Editorial ini menekankan pentingnya komitmen bersama: pemerintah daerah, sekolah, guru, orang tua, dan industri harus duduk satu meja. Soft skill tidak bisa lagi dipandang sebagai “bonus”, melainkan modal utama agar lulusan SMK Balikpapan siap bersaing, baik di pasar tenaga kerja lokal, nasional, maupun global.
Di era kompetisi terbuka seperti sekarang, perusahaan lebih memilih tenaga kerja yang mampu berkomunikasi, berpikir kritis, dan cepat beradaptasi, ketimbang mereka yang sekadar menguasai teori teknis. Maka, menjadikan soft skill sebagai prioritas lewat pembelajaran mendalam bukan pilihan, melainkan keharusan.
Balikpapan punya peluang emas. Dengan posisinya sebagai penyangga IKN, kota ini dapat menjadi contoh nasional dalam menyiapkan lulusan SMK yang benar-benar siap pakai: terampil, tangguh, dan berkarakter.
Jangan sampai kesempatan ini terlewat hanya karena kita abai membangun sisi yang tak kasat mata—yaitu soft skill, jiwa dari setiap kompetensi.