Siswa di Balikpapan Diduga Keracunan Makanan Bergizi Gratis, Bukti Pemerintah Tergesa-gesa

Program Makan Bergizi Gratis di Balikpapan. (Smartrt.news)
Smartrt.news, BALIKPAPAN – Kasus lima siswa di Balikpapan yang diduga keracunan usai mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah pusat maupun daerah.
Program yang digadang-gadang sebagai terobosan untuk meningkatkan gizi anak sekolah justru memperlihatkan kelemahan fundamental: ketidaksiapan infrastruktur dan lemahnya standar keamanan pangan.
Di Balikpapan, hanya 10 Sentra Penyediaan Pangan Gizi (SPPG) yang aktif, padahal ribuan siswa telah menjadi sasaran distribusi. Pertanyaan mendasar muncul: bagaimana mungkin program sebesar ini berjalan dengan fasilitas yang begitu minim? Apakah keselamatan anak-anak bangsa boleh dipertaruhkan hanya demi mengejar target politik?
Fakta nasional semakin menguatkan keresahan publik. Data dari Kantor Staf Presiden (KSP) menunjukkan dari 8.549 dapur MBG, hanya 34 dapur yang memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
Artinya, sebagian besar makanan yang masuk ke perut anak-anak sekolah diproduksi tanpa jaminan standar kebersihan. Ironis: program yang seharusnya mencegah stunting justru membuka potensi penyakit baru.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Charles Honoris, bahkan mendesak pemerintah untuk menghentikan sementara ekspansi dapur MBG. “Hentikan sementara penambahan dapur baru MBG hingga persoalan SLHS benar-benar dituntaskan. Dapur yang belum memiliki SLHS tidak boleh beroperasi,” tegas Charles.
Ia mengingatkan bahwa kualitas jauh lebih penting daripada sekadar kuantitas. “Pemerintah jangan hanya mengejar jumlah dapur, tetapi mengabaikan kualitas pelayanan dan keamanan pangan.”
Kita sepakat bahwa MBG adalah program strategis. Tetapi program strategis tidak bisa dikelola dengan logika kuantitas semata—berapa banyak dapur, berapa banyak siswa terlayani. Tanpa jaminan kualitas, MBG berubah menjadi proyek setengah matang yang hanya membahayakan.
Pemerintah tidak boleh abai. Setidaknya ada tiga langkah mendesak:
- Hentikan sementara distribusi dari dapur tanpa SLHS. Jangan ada kompromi soal standar higienitas.
- Tambahkan jumlah SPPG di Balikpapan dan daerah lain secara proporsional. Tidak masuk akal melayani ribuan siswa dengan hanya 10 SPPG.
- Bangun mekanisme pengawasan ketat dan transparan. Orang tua berhak tahu asal-usul makanan yang dikonsumsi anak-anak mereka.
Keracunan lima siswa Balikpapan memang bukan tragedi massal. Namun, apakah kita menunggu korban lebih banyak untuk bertindak serius? Pemerintah harus ingat, program MBG bukan sekadar jargon populis, melainkan amanah untuk melindungi masa depan anak bangsa. Jika kualitas diabaikan, MBG tidak lagi menjadi solusi, melainkan masalah baru.