Sistem Syarikah Picu Kekacauan, DPR Desak Evaluasi Penyelenggaraan Haji 2025, Kemenag Terapkan Penuh di Makkah

Oleh editor johan pada 14 Mei 2025, 10:22 WIB
jamaah haji

Jemaah haji Kloter Kaltim saat diterbangkan dari Bandara SAMS Sepnggan Balikpapan menuju Madinah.. (Foto:smartrt.news/humas Polsek Balikpapan Timur)

Smartrt.news, JAKARTA – Kebijakan baru dalam penyelenggaraan ibadah haji 2025 yang menggunakan sistem pengelompokan jemaah berbasis syarikah menuai kritik tajam. Banyak jemaah haji Indonesia mengalami kebingungan hingga pemisahan dari pasangan dan pendamping lansia akibat perubahan sistem yang dinilai mendadak dan tanpa mitigasi matang.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Kiai Maman Imanul Haq, mendesak Kementerian Agama (Kemenag) untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh agar tidak mengganggu kenyamanan dan kekhusyukan ibadah jemaah.

“Sistem syarikah ini telah mengacaukan pengelompokan kloter yang sebelumnya sudah dirancang dari Tanah Air. Suami istri dipisah, lansia terlepas dari pendampingnya. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Kiai Maman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (13/5/2025).

Delapan Syarikah Gantikan Sistem Tunggal Mashariq

Menurut Kiai Maman, sebelumnya jemaah haji Indonesia dilayani oleh satu entitas, yakni Mashariq. Namun tahun ini, terdapat delapan syarikah asal Arab Saudi yang dilibatkan, tanpa penjelasan memadai dari Kemenag.

“Mengapa harus delapan syarikah? Apa dasar pertimbangannya? Di mana kajian risikonya? Ini tidak hanya membingungkan jemaah, tapi juga KBIHU,” kritiknya.

Syarikah merupakan perusahaan yang ditunjuk Kerajaan Arab Saudi untuk mengatur pelayanan ibadah haji. Dalam sistem baru, satu daerah bisa dilayani oleh lebih dari satu syarikah, yang menurut Kiai Maman justru menimbulkan kekacauan logistik dan mental jemaah.

Kiai Maman mengusulkan agar jika sistem ini tetap digunakan, pembagian syarikah dilakukan berdasarkan wilayah asal jemaah. Misalnya:

Syarikah A khusus menangani jemaah dari Jawa Barat, Syarikah B untuk jemaah Jawa Timur, dan seterusnya.

“Jangan sampai satu daerah dilayani beberapa syarikah. Ini membuat jadwal kloter berubah-ubah. Ada jemaah yang belum siap, tiba-tiba harus berangkat keesokan harinya. Ini sangat tidak manusiawi,” tegasnya.

Komisi VIII DPR RI juga mendesak Kemenag untuk melakukan negosiasi ulang dengan pihak berwenang di Arab Saudi guna mengatasi permasalahan ini.

“Kami butuh negosiator andal yang bisa menyampaikan keluhan dan mencari solusi yang konstruktif. Jangan sampai sistem baru ini justru menyengsarakan jemaah haji Indonesia,” tegas Kiai Maman.

Mulai Diterapkan Penuh di Makkah

Seperti diketahui,  Pemerintah Indonesia tengah melakukan pembaruan signifikan dalam sistem pelayanan ibadah haji. Tahun ini, seluruh proses layanan di Makkah secara resmi mengadopsi sistem berbasis syarikah atau perusahaan layanan. Pendekatan ini dijalankan oleh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas layanan bagi jemaah.

Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis Hanafi, dalam keterangannya di Kantor Daker Makkah, menyampaikan bahwa sistem baru ini dirancang agar jemaah haji Indonesia memperoleh layanan yang lebih tertata, profesional, dan maksimal. “Ini adalah bagian dari komitmen kami untuk memberikan pelayanan terbaik kepada para tamu Allah,” ujarnya pada Minggu (11/5/2025).

Penanganan Kloter Campuran Tetap Terjaga

Munculnya kloter campuran akibat keterlambatan proses visa, perubahan daftar manifes, dan penyesuaian data, menjadikan satu kelompok terisi oleh jemaah dari berbagai syarikah. Meski begitu, PPIH memastikan tidak ada pengurangan kualitas layanan.

Muchlis menegaskan bahwa penempatan hotel di Madinah masih berdasarkan urutan kloter demi kenyamanan, meskipun kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi syarikah. Sedangkan di Makkah, penempatan hotel dilakukan sesuai pengelompokan syarikah, termasuk saat pelaksanaan puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Sampai dengan hari ke-10 operasional, seluruh layanan dasar seperti tempat tinggal, makanan, transportasi, bimbingan ibadah, hingga distribusi kartu Nusuk berjalan lancar. Kartu tersebut mulai diberikan kepada jemaah secara bertahap.

Latar Belakang Sistem Berbasis Syarikah

Transformasi layanan ini berawal dari kebijakan Pemerintah Arab Saudi sejak tahun 2022, yang mengubah sistem berbasis wilayah menjadi berbasis perusahaan penyedia layanan (syarikah). Pendekatan ini dirancang untuk memperjelas koordinasi dan mempercepat penanganan kebutuhan jemaah di lapangan.

“Dengan skema ini, layanan di lokasi-lokasi krusial seperti Arafah dan Mina menjadi lebih tertib, mulai dari transportasi hingga akomodasi,” kata PPIH dalam keterangannya.

Indonesia pun merespons dengan melakukan adaptasi bertahap, sambil tetap menempatkan aspek kenyamanan dan keamanan jemaah sebagai prioritas utama.

Layanan Tetap Merata untuk Semua Jemaah

Meskipun dikelompokkan berdasarkan syarikah, hak jemaah tetap dijamin sepenuhnya. Semua peserta haji berhak menerima layanan akomodasi sesuai kontrak, makanan tiga kali sehari, transportasi antar lokasi, dan pendampingan ibadah.

PPIH juga melakukan pengawasan ketat untuk menjamin semua jemaah memperoleh pelayanan secara adil dan merata, tanpa memandang perusahaan penyedia layanan yang menaungi.

Kepulangan Tetap Mengikuti Skema Kloter

Muchlis Hanafi, yang juga menjabat Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri, menyatakan bahwa meski di Makkah sistem syarikah digunakan, skema pemulangan tetap mengikuti format kloter. Ini untuk menjaga konsistensi data dan mendukung kenyamanan sosial antarjemaah.

Dalam penutup konferensi pers, Muchlis mengajak seluruh elemen untuk menjaga komunikasi yang baik dan tidak menyebarkan kabar yang belum terverifikasi. “Dengan sinergi yang kuat, kami yakin penyelenggaraan haji tahun ini akan berjalan tertib, aman, dan penuh berkah,” pungkasnya.

(Tim Smartrt.news/anang/Sumber : dpr.go.id, kemenag.go.id)