Sejak Kapan THR Berlaku di Indonesia? Simak Sejarahnya

SMARTRT.NEWS – Tunjangan Hari Raya (THR) di Indonesia, menjadi salah satu hal favorit bagi karyawan, menjelang Idul Fitri. Pemerintah menegaskan pengusaha wajib membayar THR minimal tujuh hari sebelum lebaran.
Di Balikpapan, sudah ada 23 pengaduan yang masuk ke pihak terkait. Perusahaan itu belum membayar THR untuk karyawannya. Bagi perusahaan yang enggan memberi THR, maka dapat terkena sanksi.
Lantas, sejak kapan THR berlaku di Indonesia?
Menukil pelbagai sumber, kewajiban THR di Indonesia melekat dengan sosok perdana menteri Indonesia keenam, yakni Soekiman Wirjosandjojo.
Soekiman adalah Pendiri dan Ketum pertama Partai Masyumi. Ia yang pertama kali memperkenalkan konsep THR di awal 1950-an.
Sebagai perdana menteri Indonesia, ia memiliki sejumlah program kerja melalui kabinetnya yang bernama Kabinet Sukiman-Suwirjo.
Salah satu program kerja kabinetnya meningkatkan kesejahteraan aparatur negara atau para pamong praja. Kini publik mengenalnya dengan istilah aparatur sipil negara (ASN).
Program kerja Soekiman, salah satunya melalui pemberian THR kepada para ASN. Kala itu, besaran tunjangan hari raya berkisar antara Rp 125-200 per orang.
THR bukan sebagai bonus atau tambahan gaji, melainkan dalam bentuk pinjaman di muka yang nantinya proses gantinya lewat potongan gaji.
THR dan Perjuangan Kaum Buruh
Regulasi ihwal pemberian THR pertama kali tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1954 tentang Pemberian Persekot Hari Raja kepada Pegawai Negeri.
Dalam aturan ini, THR hanya berlaku untuk ASN, dan belum berlaku untuk pekerja swasta.
Kemudian, pada 13 Februari 1952, peraturan tersebut mendapatkan tentangan dari kaum buruh atau pekerja karena tidak adil. Para buruh atau pekerja menuntut agar mereka juga mendapatkan tunjangan serupa dari perusahaan swasta tempat mereka bekerja.
Perjuangan kaum buruh akhirnya membuahkan hasil pada tahun 1954.
Saat itu, menteri perburuhan Indonesia menerbitkan surat edaran tentang hadiah Lebaran. Surat edaran ini bertujuan mengimbau agar seluruh perusahaan memberi hadiah Lebaran untuk para pekerja dengan besaran seperduabelas dari upah.
Hadiah Lebaran Jadi THR
Nah di tahun 1961, surat edaran diganti dengan peraturan menteri yang mewajibkan perusahaan untuk memberikan hadiah Lebaran. Hadiah ini mengharuskan pengusaha wajib memberi THR untuk pekerja yang telah bekerja selama minimal tiga bulan.
Selanjutnya, tahun 1994, Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan peraturan menteri yang mengubah istilah hadiah Lebaran menjadi tunjangan hari raya atau THR.
Istilah inilah yang masih digunakan hingga saat ini.
Kini, pemberian THR saat ini termaktub dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Regulasi itu menjelaskan THR Keagamaan adalah pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh menjelang Hari Raya Keagamaan.
Berdasarkan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016 ini, pekerja atau buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus-menerus atau lebih berhak untuk mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Sedangkan pekerja atau buruh yang bermasa kerja minimal satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, tetap mendapat THR secara proporsional. Hitungannya, jumlah masa kerja dibagi 12 bulan, lalu dikali satu bulan upah.
BACA JUGA