Saat Universitas Mulia Menyulap Kurikulum Menjadi Kehidupan Nyata

Dari kiri ke kanan: Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Yusuf Wibisono, S.E., M.T.I., Ketua Panitia Workshop Yeyen Dwi Atma, S.Kom., M.Kom., keynote speaker Prof. Dr. Lambang Subagiyo, dan Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., berpose bersama usai prosesi penyerahan cinderamata. (Foto : Humas Universitas Mulia)
Smartrt.news, BALIKPAPAN – Ruang Townhall Midtown Express Hotel Balikpapan mulai ramai sejak matahari menyembul malu-malu di ufuk timur, Rabu pagi, 30 Juli 2025.
Di ruangan itu, bukan hanya dosen-dosen dari Universitas Mulia yang berkumpul. Yang hadir juga adalah semangat zaman, menuntut perubahan dalam dunia pendidikan tinggi.
Di tengah atmosfer serius namun penuh antusiasme itu, Prof. Dr. Lambang Subagiyo berdiri di depan layar proyektor, menyampaikan sesuatu yang sederhana tapi revolusioner: pendidikan tidak bisa lagi berhenti pada teori. Ia harus hidup, bergerak, dan terasa di denyut kehidupan nyata.
“Belajar berenang tidak bisa hanya dari membaca buku,” katanya, meminjam pemikiran John Dewey. “Demikian juga mahasiswa. Mereka harus terjun langsung, menghadapi masalah nyata, berkolaborasi, dan menemukan solusi.”
Workshop bertajuk Implementasi OBE, PBL, dan Design Thinking dalam Integrasi MKWK ini bukan sekadar pelatihan. Ia adalah manifestasi dari kebutuhan zaman: bahwa Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 menuntut mahasiswa yang tidak hanya pintar, tapi juga adaptif, reflektif, dan solutif.
Alih-alih menjadi penghafal ulung, mahasiswa kini harus belajar berpikir kritis, bekerja dalam tim lintas disiplin, dan menyelesaikan proyek berbasis kenyataan sosial. Prof. Lambang mengajak para dosen untuk mengubah mata kuliah wajib kurikulum (MKWK)—yang kerap dianggap normatif dan “kering”—menjadi ruang pembentukan karakter, etika, dan kreativitas.
Salah satu kisah inspiratif yang ia sampaikan adalah tentang proyek pencegahan demam berdarah. Di sana, mahasiswa tidak lagi menjadi penerima materi pasif. Mereka menjadi pengambil data di lapangan, pembaca fenomena sosial, hingga perancang solusi berbasis nilai Pancasila.
“Dengan PBL dan PjBL, mahasiswa tidak hanya tahu. Mereka menjadi—menjadi pemikir, pencipta, dan agen perubahan,” ujarnya tegas.
Workshop ini juga menjadi ruang refleksi bagi dosen-dosen pengampu MKWK dan MKU dari berbagai prodi Universitas Mulia. Bersama, mereka membedah ulang desain pembelajaran yang kini harus berbasis Outcome-Based Education (OBE).
CPL—Capaian Pembelajaran Lulusan—bukan lagi sekadar catatan administratif, melainkan kompas yang menuntun setiap aktivitas di ruang kelas.
Sesi demi sesi berlangsung intens. Mulai dari merancang trigger question, menyusun tugas proyek, sampai teknik merefleksi pengalaman belajar mahasiswa. Tak sedikit peserta yang mencatat serius, berdiskusi hangat, bahkan bertukar ide lintas bidang.
Di balik semua itu, ada satu hal yang jadi benang merah: bahwa pendidikan sejatinya bukan hanya soal pengetahuan, tapi tentang memanusiakan manusia.
Universitas Mulia, lewat inisiatif ini, tampak tak ingin ketinggalan zaman. Mereka menyadari bahwa kelas bukan lagi satu-satunya ruang belajar. Dunia di luar sana—dengan segala tantangan dan kompleksitasnya—adalah laboratorium terbesar bagi mahasiswa masa kini.
Dan hari itu, dari Balikpapan, mereka memilih untuk bergerak. Tidak hanya menyampaikan ilmu, tapi juga menyalakan nyala—agar generasi muda bisa belajar bukan untuk sekadar lulus, melainkan untuk hidup, berpikir, dan mencipta di tengah masyarakatnya.
(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : Humas Universitas Mulia)