Refleksi Haji: Melontar Jumrah dari Tahun 1995 hingga 2025, Ibadah yang Penuh Perjuangan

Oleh widodo pada 06 Jun 2025, 17:37 WIB
jumrah aqabah

Jumrah Aqabah tempat melontar batu kerikil oleh jutaan jemaah haji, pagitadi (Jumat, 6 Juni 2025). (Foto: smartrt.news/tangkapan layar Makkah Live)

Smartrt.news, MINA – Ibadah haji bukan sekadar perjalanan spiritual, tetapi juga ujian fisik dan mental. Salah satu momen paling menegangkan adalah saat melontar jumrah di Mina — ritual melempar batu ke arah simbol setan sebagai bentuk penolakan terhadap godaan duniawi.

Saya masih ingat betul, tahun 1995, saat berhaji. Hari itu, matahari sudah tinggi ketika bus kami baru tiba dari Muzdalifah. Kemacetan panjang membuat kami baru mencapai Mina sekitar pukul 09.00 pagi, saat ribuan jemaah mulai memadati area Jamarat. Suasana begitu padat, dan rasa takut pun muncul. Tak hanya takut kelelahan atau tersesat, tetapi juga takut saling dorong yang bisa berujung fatal.

Saya menyaksikan jemaah yang berselisih karena saling senggol. Ada pula yang melempar bukan dengan kerikil, tetapi batu sebesar kepalan tangan. Batu itu justru mengenai jemaah lain yang ada di depannya. Bahkan ada yang lemparannya melenceng jauh dari target. Ritual yang seharusnya sakral justru berubah jadi ujian daya tahan dan kesabaran.

Deretan Tragedi Jamarat: Ketika Ibadah Bertemu Risiko

Apa yang saya alami ternyata bukan hal langka. Dalam sejarah haji, area Jamarat merupakan titik paling rawan tragedi, terutama sebelum renovasi besar-besaran dilakukan. Seperti yang dikenal dengan tragedi Terongan Mina 1990. Peristiwa ini merupakan yang paling mematikan dalam sejarah haji.

Sekitar 50.000 jemaah memadati Terowongan al-Muaisim yang hanya berkapasitas 26.000 orang. Kepadatan ekstrem, suhu mencapai 44°C, dan ventilasi yang tidak berfungsi menyebabkan kekurangan oksigen dan kepanikan. Akibatnya, 1.426 jemaah meninggal dunia, termasuk lebih dari 600 jemaah asal Indonesia.

Tragedi Mina dengan menelan korban lebih banyak, kembali terjadi pada 24 September 2015. Insiden ini terjadi saat dua kelompok besar jemaah bertemu di persimpangan Jalan 204 dan 223 di Mina. Kepadatan luar biasa menyebabkan lebih dari 2.400 jemaah tewas akibat terinjak-injak dan sesak napas. Tragedi ini menjadi yang paling mematikan dalam sejarah haji.

Berikut data berbagai peristiwa berdarah yang terjadi di titik pelemparan jumrah ini:

Tahun Jumlah Korban Deskripsi
1994 270 jemaah meninggal Terjadi saling injak akibat padatnya kerumunan saat melempar jumrah.
1998 118 jemaah meninggal Desakan tak terkendali saat pelemparan menyebabkan banyak jemaah terinjak.
2001 35 jemaah meninggal Gelombang manusia yang tak terkontrol menyebabkan korban jiwa dan luka-luka.
2004 251 jemaah meninggal Kepadatan dan panik di jalur sempit memicu salah satu tragedi besar di Mina.
2006 363 jemaah meninggal Insiden saat pelemparan jumrah, jadi pemicu renovasi total Jamarat Bridge.
2015 Lebih dari 2.400 jemaah meninggal Tragedi paling mematikan, terjadi di persimpangan jalur Mina saat arus massa tak teratur.

Situasi Terkini di Mina: Lebih Tertib, Tapi Tetap Waspada

jamarat

Tempat melontar Jumrah Aqabah dipadati jemaah yang ingin merasakan ‘melontar setan’. (Foto:smartrt.news/tangkapan layar Makkah Live)

Pada Jumat, 6 Juni 2025, prosesi pelemparan Jumrah Aqabah dilaporkan berlangsung relatif lancar dan tertib. Hal ini didukung oleh penurunan jumlah jemaah haji tahun ini yang tercatat sebagai yang terendah dalam 30 tahun terakhir, bila masa pandemi dikecualikan.

Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan jadwal resmi untuk pelemparan Jumrah Aqabah guna menghindari kepadatan. Hari ini, jemaah Indonesia diarahkan melontar pada dua sesi: pukul 00.00–04.00 dan 10.00–24.00 waktu Arab Saudi, sementara pukul 04.00–10.00 dilarang demi alasan keselamatan

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengimbau jemaah agar mematuhi jadwal resmi, karena pelemparan di luar waktu yang ditentukan, apalagi saat suhu tinggi, bisa meningkatkan risiko desak-desakan yang membahayakan.

Meski begitu, beberapa laporan menyebutkan adanya keterlambatan rombongan saat menuju Mina dari Muzdalifah. Kondisi ini membuat sebagian jemaah baru tiba di Jamarat menjelang siang — mirip dengan situasi yang pernah saya alami 30 tahun silam. Namun secara keseluruhan, pelemparan hari ini berjalan aman dan terkendali.

Asal Negara Jemaah Terbanyak

Menurut data Otoritas Umum Statistik Arab Saudi, total jemaah haji tahun ini mencapai 1.673.230 orang, dengan sekitar 1.506.576 berasal dari luar negeri. Beberapa negara dengan jumlah jemaah terbesar antara lain:

Indonesia: Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia secara konsisten mengirimkan jemaah dalam jumlah besar setiap tahunnya.

India: Memiliki komunitas Muslim yang signifikan, India juga termasuk dalam daftar negara dengan jumlah jemaah haji terbanyak.

Pakistan: Sebagai negara mayoritas Muslim, Pakistan rutin mengirimkan jemaah dalam jumlah besar.

Bangladesh: Negara ini juga memiliki kontribusi signifikan dalam jumlah jemaah haji.

Nigeria: Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di Afrika, Nigeria mengirimkan banyak jemaah setiap tahunnya.

Kepadatan di area Jamarat dapat bervariasi tergantung pada waktu dan kelompok jemaah dari negara-negara tersebut. Oleh karena itu, otoritas haji mengatur jadwal pelemparan jumrah berdasarkan negara asal untuk mengelola arus jemaah dengan lebih efektif.

Mina

Mina, tempat mabit atau bermalam bagi jamaah yang akan melanjutkan melontar di hari tasyrik (11,12 dan 13). Luasnya hampir sama dengan wilayah satu Kelurahan Sepinggan Balikpapan, 7,8 kilometer persegi. Tapi mampu menampung jutaan jemaah. (Foto: smartrt.news/tangkapan layar Makkah Live)

Langkah Pengelolaan Kerumunan

Untuk mengatasi potensi kepadatan, otoritas Saudi telah menerapkan berbagai langkah, termasuk:

  • Penjadwalan Berdasarkan Negara: Jemaah dari negara tertentu diberikan jadwal khusus untuk melontar jumrah guna menghindari penumpukan massa.

  • Penggunaan Teknologi: Sistem pelacakan digital dan kartu identitas berbasis RFID digunakan untuk memantau pergerakan jemaah dan mengatur arus secara real-time.

  • Infrastruktur yang Ditingkatkan: Jamarat Bridge, struktur multi-level yang dirancang khusus, mampu menampung hingga 500.000 jemaah per jam, membantu mengurai kepadatan selama ritual pelemparan jumrah.

Simbol Perlawanan: Bukan Sekadar Batu, Tapi Juga Hati

Melontar jumrah bukan hanya soal melempar batu. Ia adalah simbol perlawanan terhadap ego, amarah, kesombongan, dan kemalasan dalam diri sendiri. Ini adalah jihad kecil, pertempuran internal yang tak terlihat, namun menentukan.

Pengalaman saya di tahun 1995 mengajarkan bahwa lontaran batu bukan hanya ritual fisik, tapi juga cermin dari kondisi batin. Di tengah desakan manusia, kita diuji: apakah sanggup bersabar, menahan emosi, dan tetap menjaga niat dalam ibadah?

Dan kini, meski situasi telah jauh membaik, esensi dari jumrah tetap sama: melempar semua yang menjauhkan kita dari nilai-nilai ketauhidan.***

(Tim Smartrt.news/anang/sumber: Kemenag.go.id, arabnews.com dan berbagai sumber)