Raja Ampat Terancam Tambang Nikel: Pemerintah Cabut Izin, Greenpeace Desak Perlindungan Menyeluruh
Diterbitkan 14 Jun 2025, 15:10 WIB

Kawasan Raja Ampat yang dirambah tambang nikel. (Foto: smartrt.news)
Smartrt.news, JAKARTA — Pemerintah resmi mencabut izin usaha pertambangan (IUP) milik empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya penataan tata kelola pertambangan dan perlindungan kawasan konservasi serta geopark nasional.
Empat perusahaan yang dicabut izinnya adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan pencabutan tersebut dilakukan setelah evaluasi menyeluruh dari aspek lingkungan, kelayakan teknis, serta masukan dari tokoh masyarakat dan pemerintah daerah.
“Alasannya adalah pertama memang secara lingkungan, yang kedua adalah memang secara teknis setelah kami melihat ini sebagian masuk di kawasan geopark, dan yang ketiga adalah keputusan ratas dengan mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah dan juga adalah melihat dari tokoh-tokoh masyarakat yang saya kunjungi,” ujar Bahlil dalam keterangan pers di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.
Langkah ini disebut sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Sejak aturan tersebut terbit pada Januari, Kementerian ESDM langsung bergerak melakukan penertiban izin tambang di kawasan lindung.
“Dua bulan kami melakukan kerja, Perpresnya keluar Januari, langsung kami kerja maraton. Dan kita kan melakukan penataannya kan banyak,” ujarnya.
Menurut Bahlil, keempat perusahaan yang dicabut izinnya tidak memenuhi dokumen perizinan penting seperti Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) maupun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Satu perusahaan dinyatakan berproduksi kalau ada RKAB-nya. RKAB-nya itu bisa jalan kalau ada dokumen amdal-nya. Dan mereka tidak lolos dari semua syarat administrasi itu,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan pengawasan ketat terhadap operasional tambang aktif, termasuk pelaksanaan reklamasi dan perlindungan terumbu karang di kawasan Raja Ampat.
“Jadi amdal-nya harus ketat, reklamasinya harus ketat, tidak boleh merusak terumbu karang. Jadi betul-betul kita akan awasi habis terkait dengan urusan di Raja Ampat,” tambah Bahlil.
Klarifikasi Pemerintah soal Visual Tambang
Dalam kesempatan yang sama, Menteri ESDM juga menanggapi beredarnya konten visual di media sosial yang menggambarkan kondisi lingkungan tambang di Raja Ampat secara negatif. Ia menyatakan bahwa sebagian dari informasi yang beredar tidak akurat dan berisiko menciptakan persepsi keliru terhadap kebijakan pemerintah.
“Jadi mohon kepada saudara-saudara saya sebangsa setanah air, dalam menyikapi berbagai informasi, tolong kita juga harus hati-hati,” ujar Bahlil.
Ia menampilkan dokumentasi visual terkini dari lokasi tambang PT Gag Nikel, yang memperlihatkan laut yang masih jernih serta sebagian area yang telah direklamasi. Bahlil menegaskan bahwa klarifikasi ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap proses pengambilan keputusan pemerintah.
“Jadi sangatlah mohon maaf, tidak objektif, kalau ada gambar lain yang kurang pas,” imbuhnya.
“Kita harus bijak, bisa membedakan mana yang sesungguhnya, mana yang tidak benar karena kita semua ingin untuk Indonesia baik,” ucapnya.
Greenpeace: Izin Dicabut Baru Awal, Perlindungan Harus Menyeluruh
Pencabutan izin oleh pemerintah terjadi setelah desakan publik yang diperkuat oleh aksi Greenpeace Indonesia dan warga Papua. Pada 3 Juni 2025, sejumlah aktivis Greenpeace bersama empat anak muda asal Raja Ampat menggelar aksi damai di ajang Indonesia Critical Minerals Conference di Jakarta.
Mereka membentangkan spanduk bertuliskan “What’s the True Cost of Your Nickel?” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining”. Aksi tersebut berujung pada penahanan singkat tiga aktivis Greenpeace. Sedangkan satu peserta aksi asal Papua, yang dibebaskan keesokan harinya karena tidak ditemukan unsur pidana.
Greenpeace mencatat bahwa pertambangan nikel di pulau-pulau kecil seperti Gag, Kawe, dan Manuran telah menghancurkan lebih dari 500 hektare hutan dan memicu sedimentasi yang mengancam 75 persen spesies terumbu karang dunia yang hidup di perairan Raja Ampat. Mereka juga menyebut bahwa aktivitas tersebut telah meluas hingga ke sekitar Pulau Batang Pele dan Manyaifun.
Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Kiki Taufik, menyebut pencabutan izin sebagai langkah positif namun belum cukup.
Ia menegaskan bahwa pemerintah perlu mencabut seluruh izin tambang aktif maupun tidak aktif. Selanjutnya menerbitkan SK resmi secara terbuka dan melakukan restorasi kawasan terdampak. Di samping itu menjamin perlindungan permanen atas wilayah Raja Ampat agar tidak lagi menjadi target eksploitasi pertambangan.***
(Tim Smartrt.news/anang/sumber: berbagai sumber)