Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah, Kemendagri Dalami Dampak Sistemik

MK menetapkan Pemilu Nasional dan Daerah dipisah mulai 2029 (Foto : ipc.or.id)
Smartrt.news, JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mulai melakukan pendalaman serius terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah dengan jeda waktu minimal dua tahun. Putusan ini dinilai berdampak sistemik terhadap struktur regulasi, pembiayaan, hingga dinamika politik nasional dan lokal.
Langkah cepat langsung diambil. Melalui keterangan resmi pada Sabtu (28/6/2025), Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, menyatakan bahwa pemerintah akan mengundang pakar dan ahli pemilu untuk memperoleh analisis komprehensif, termasuk dalam hal sinkronisasi regulasi dan efektivitas penyelenggaraan.
“Putusan ini akan kami bahas secara menyeluruh, termasuk aspek regulasi, pembiayaan, serta dampaknya terhadap sistem ketatanegaraan dan stabilitas pemerintahan daerah,” ujar Bahtiar, dikutp dari Info Publik
Evaluasi Regulasi dan Skema Pendanaan
Kemendagri menyoroti bahwa pemisahan waktu pelaksanaan antara pemilu nasional dan lokal akan berdampak langsung pada sejumlah peraturan perundang-undangan, khususnya UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Pemerintahan Daerah. Untuk itu, koordinasi lintas kementerian/lembaga dan komunikasi intensif dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang akan segera dilakukan.
Dampak besar juga muncul di sektor pembiayaan. Skema anggaran pemilu yang selama ini digabung, kini harus dihitung ulang dengan mempertimbangkan dua kali siklus logistik, pengamanan, dan dukungan teknis, baik di pusat maupun daerah.
“Kami juga akan menyusun skema penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal yang tetap menjunjung prinsip efisiensi, tanpa mengorbankan kualitas demokrasi,” tegas Bahtiar.
Guncangan Sistemik, MK Nilai Sinkronisasi Pemilu Bermasalah
Putusan MK yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo pada Kamis (26/6/2025) mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi). Dalam amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan daerah secara serentak telah menimbulkan beban teknis dan kerumitan tata kelola demokrasi yang berlebihan.
MK menetapkan bahwa setelah pemungutan suara untuk pemilu nasional—meliputi pemilihan DPR, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden—pemilu daerah harus dilakukan paling cepat 2 tahun dan paling lambat 2 tahun 6 bulan setelah pelantikan anggota legislatif atau eksekutif nasional.
Putusan ini sekaligus mengubah tafsir terhadap Pasal 167 ayat (3) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang sebelumnya mengharuskan seluruh pemilihan umum digelar secara serentak.
Potensi Perubahan Lanskap Politik Lokal dan Nasional
Dengan pemisahan jadwal, konsekuensi politiknya tidak kecil. Selain memperpanjang siklus pemilu, pemisahan ini bisa berdampak pada arus politik nasionalisasi di daerah, dinamika partai politik, serta efektivitas pemerintahan yang rentan diganggu oleh agenda elektoral berkepanjangan.
Beberapa kalangan mengkhawatirkan bahwa jeda dua tahun dapat menciptakan dua arus legitimasi pemerintahan yang berbeda di tingkat pusat dan daerah, apalagi jika aktor politiknya tidak selaras secara ideologis maupun koalisi.
Transisi Demokrasi Butuh Desain Ulang
Kemendagri saat ini tengah menyiapkan langkah konkret untuk merespons perubahan besar dalam arsitektur pemilu nasional. Evaluasi menyeluruh, reformulasi regulasi, hingga penyesuaian pendanaan akan menjadi pekerjaan rumah besar menjelang tahapan pemilu mendatang.
“Kami akan memastikan bahwa tujuan dari pemisahan jadwal ini tercapai: meningkatkan efektivitas demokrasi, memperkuat kelembagaan, dan menjaga stabilitas nasional,” tutup Bahtiar.