Putusan MK Soal Pemilu Harus Dihormati, Jadi Momentum Perbaikan Demokrasi

Suasana sidang MK yang memutuskan 310 perkara Pilkada Serentak 2024. (foto : Humas MK)
Smartrt.news, JAKARTA — Anggota Komisi II DPR RI Jazuli Juwaini menegaskan pentingnya semua pihak menghormati Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang mengubah fundamental desain penyelenggaraan Pemilu di Indonesia. MK memutuskan agar Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah tidak lagi digelar serentak, melainkan dipisah dengan jeda minimal dua tahun.
Dalam skema baru yang ditetapkan MK, Pemilu Nasional—meliputi pemilihan Presiden/Wakil Presiden, DPR, dan DPD—tetap digelar pada 2029, sementara Pemilu Daerah—meliputi Pilkada dan pemilihan anggota DPRD—akan digeser ke 2031, dan dilaksanakan secara serentak tersendiri.
“Sebagai lembaga negara yang diberi mandat menguji undang-undang terhadap konstitusi, putusan MK ini bersifat final dan mengikat. Semua pemangku kebijakan, termasuk DPR, harus menjadikannya pedoman,” ujar Jazuli dalam keterangan tertulis dikutip dari laman DPR
Revisi UU Pemilu dan Pilkada Jadi Tanggung Jawab Konstitusional
Politisi Fraksi PKS itu menegaskan bahwa DPR RI akan segera menindaklanjuti putusan MK dengan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada. Namun, ia mengingatkan bahwa proses revisi tidak boleh terburu-buru dan harus melibatkan partisipasi publik secara luas.
“Perubahan ini bukan semata soal penjadwalan, tapi menyentuh fondasi demokrasi elektoral kita. Karena itu, revisi UU harus dilakukan secara cermat, hati-hati, dan partisipatif,” jelas anggota DPR dari Dapil Banten tersebut.
Menurutnya, aspek-aspek seperti masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD, kesiapan penyelenggara pemilu, hingga skema transisi selama periode jeda 2029–2031, harus diatur dengan prinsip kepastian hukum dan keberlanjutan pemerintahan.
Momentum untuk Reformasi Tata Kelola Pemilu
Lebih jauh, Jazuli menyebut putusan MK ini sebagai peluang strategis untuk memperkuat kualitas demokrasi Indonesia. Ia mendorong agar revisi UU nantinya tidak sebatas penyesuaian teknis, melainkan juga menyentuh substansi perbaikan tata kelola pemilu, termasuk efisiensi anggaran, peningkatan transparansi, dan penguatan akuntabilitas.
“Putusan MK ini harus dimaknai sebagai momentum evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemilu. Kita butuh pemilu yang lebih simpel, efektif, dan tetap menjamin hak konstitusional rakyat,” tegas Jazuli.
Ia juga memastikan bahwa DPR akan bekerja erat bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) agar transisi menuju skema pemilu terpisah berjalan mulus dan konstitusional, tanpa mengganggu stabilitas pemerintahan pusat maupun daerah.
Konsekuensi Politik: Masa Transisi dan Legitimasi Daerah
Putusan MK membuka ruang diskusi baru terkait legitimasi pemerintahan daerah selama masa jeda dua tahun antara pemilu nasional dan daerah. Kekosongan hukum atau potensi perpanjangan jabatan menjadi isu strategis yang harus diantisipasi dengan regulasi yang jelas dan disepakati bersama.
(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : DPR RI)