PSU 24 Daerah Butuh Rp 1 Triliun, APBD Hanya Sanggup Biayai 30 Persen

SMARTRT.NEWS – Mahkamah Konstitusi menetapkan 24 daerah untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang atau PSU. Termasuk dua daerah di Kalimantan Timur, yakni Kukar dan Mahulu. Adapun total pembiayaan untuk PSU di 24 daerah sekitar Rp1 triliun.
Mengacu UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, disebutkan bahwa sumber pembiayaan pemilihan kepala daerah berasal dari APBD Provinsi maupun kabupaten/kota. Mengacu pada Pilkada 2024, PSU Kukar setidaknya membutuhkan Rp 100 miliar. Sedangkan, PSU di Mahulu membutuhkan anggaran sekira Rp 28 miliar. Total anggaran diperkirakan Rp 128 miliar.
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengakui, jika APBD di masing-masing kabupaten/kota terbatas. Apalagi untuk menggelar PSU, maka perbantuan APBD Provinsi maupun APBN bisa dilakukan.
Karena itu, ia melanjutkan, terhadap 24 daerah yang akan melakukan PSU, baik seluruhnya maupun sebagian, Komisi II dengan Pemerintah dan Penyelenggara Pemilu telah menginventarisir.
“Bahwa kesanggupan daerah kurang dari 30 persen terhadap total pembiayaan. Adapun total pembiayaan untuk PSU di 24 daerah kurang lebih Rp 1 triliun,” ujar Rifqinizamy, melalui keterangan resminya di laman DPR, kemarin.
Harus Ada Guyuran dari APBN
Ia menyampaikan, karena itu DPR RI tengah mengupayakan agar anggaran Pemilihan Suara Ulang mendapat supporting APBN. Pihaknya sedang mengupayakan sebesar Rp 700 miliar dari APBN.
Guyuran APBN itu untuk memastikan Pilkada sesuai Putusan MK dan pelaksanaan PSU bisa sesuai waktu dari KPU.
Ia menjamin, pemerintah melalui Kemendagri dan Kemenkeu menyanggupi bantuan guyuran PSU dari APBN. “Nanti akan kita umumkan dari Komisi II DPR RI saat Raker dan RDP bersama Mendagri dan Penyelenggara Pemilu pada 10 Maret 2025 mendatang,” ujarnya.
Sebelumnya, MK telah membacakan putusan 40 perkara sengketa hasil Pilkada 2024.
Hasilnya, MK memerintahkan ada pencoblosan ulang di 24 pilkada.
MK membatalkan hasil Pilkada di 24 daerah karena ada calon yang didiskualifikasi. Mereka didiskualifikasi dengan berbagai alasan, mulai dari dusta terkait status mantan terpidana, tidak tamat SMA, hingga sudah menjabat dua periode.
Lalu, ada satu perkara yang hasulnya harus rekapitulasi ulang dan satu perkara yang perlu perbaikan Keputusan KPU tentang penetapan hasil pilkada. Adapun, 14 gugatan lain MK tidak mengabulkan gugatan mereka.
BACA JUGA