Pro Kontra Wacana Kampus Urus Pertambangan

Pertambangan di Kaltim. (forestdigest)

SMARTRT.NEWS – Kamis, 23 Januari 2024, DPR RI sepakat revisi UU Minerba resmi menjadi usulan DPR. Perubahan keempat UU Nomor 4 Tahun 2009 ihwal Pertambangan Mineral dan Batu Bara telah disepakati menjadi usul inisiatif DPR RI.

Itu, diputuskan dalam Rapat Paripurna ke-11 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025, yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.

Revisi UU Minerba ini akan memasuki babak baru.

Musababnya, dengan revisi tersebut perguruan tinggi masuk ke daftar baru pihak yang bisa mengelola tambang mineral dan batu bara bersama dengan organisasi masyarakat keagamaan. Hal itu juga sudah dirapatkan di Rapat Pleno Badan Legislasi DPR RI.

Melansir situs DPR RI, Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan pernah mengungkap dalam rapat pada 14 Januari 2025. Yang menyepakati hilirisasi dan pengelolaan pertambangan oleh ormas keagamaan menjadi prioritas untuk diatur di UU Minerba.

Selain itu, pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan atau WIUP pada perguruan tinggi juga menjadi salah satu prioritas.

Ketetapan tentang perguruan tinggi bisa mengelola tambang itu termaktub di Pasal 51A dalam draf revisi UU Minerba. Isinya:

(1) Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

(2) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:

a. luas WIUP Mineral logam.

b. akreditasi perguruan tinggi dengan status paling rendah B, dan/atau

c. Peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam dengan cara prioritas kepada perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Wacana kampus dan UKM bisa mengelola tambang menjadi angin segar bagi civitas akademika.  

Forum Rektor Indonesia pun mendukung wacana agar perguruan tinggi dapat mengelola tambang yang diusulkan masuk dalam revisi UU Minerba.

Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia Didin Muhafidin menilai langkah ini sangat positif, asalkan perguruan itu telah memiliki status badan hukum (BHP) dan unit usaha sendiri.

Perguruan tinggi seperti ITB atau UGM, yang sudah profesional dan memiliki unit usaha, sebenarnya sudah biasa mendapat kontrak di sektor pertambangan. Begitu pendapat Didin, sebagaimana dilansir Kompas, pada Rabu (22/1/2025).

Tapi, syaratnya kampus itu sudah memiliki status badan hukum atau BHP, dan unit usaha mandiri.

Ia kemudian berpendapat, melibatkan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang akan meningkatkan pendapatan lembaga, terutama perguruan tinggi swasta besar yang memiliki yayasan dengan unit usaha.

Pendapatan tambahan itu diharapkan dapat mengurangi beban mahasiswa, misalnya dengan menekan kenaikan SPP atau biaya operasional lain.

Rawan Konflik Kepentingan

Laba hasil pengelolaan tambang oleh kampus, bisa jadi menjadi amunisi finansial yang hilirnya akan meringankan beban orangtua mahasiswa. Tetapi pendapat berbeda dilontarkan pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah.

Ia menyorot IUP bagi perguruan tinggi akan rawan menimbulkan konflik.

Rahadisnsyah menilai, kampus di Indonesia dengan bermacam-macam akreditasi memiliki potensi konflik dalam penentuan perguruan tinggi yang menerima konsensi tambang dan tidak.

Hal itu diutarakannya, pada Kamis, (23/1/2025), dikutip dari Kompas. Ihwal isu lingkungan dan keberlanjutan, tidak dapat dipungkiri selama ini perguruan tinggi, dengan keilmuan dan independensinya, masih dipandang sebagai penggawa lestari.

Kampus, selama ini sudah banyak terlibat dalam kegiatan terkait pertambangan dan eksplorasi melalui kemitraan dengan industri atau penelitian. Perguruan tinggi sering melakukan penelitian di bidang geologi dan eksplorasi sumber daya alam, termasuk mineral.

Konflik kepentingan bisa saja muncul di antara sesama kampus. Pemberian IUP kepada perguruan tinggi berpotensi pula menimbulkan konflik kepentingan antara kegiatan akademik dan bisnis. Dikhawatirkan dapat memengaruhi independensi penelitian dan integritas akademik.

UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi secara tegas juga menyebut fungsi perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dikenal dengan istilah Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Kata Dharma bisa diartikan sebagai cara hidup yang benar dan jalan kebenaran. Pemberian IUP kepada perguruan tinggi dikhawatirkan juga bisa mengalihkan fokus utama perguruan tinggi: dari fungsi Tri Dharma, ke kegiatan bisnis pertambangan.

Kampus di Kaltim Harus Prioritas

Dalam konteks regional Kaltim, kinerja sektor pertambangan dan penggalian, terutama batubara sampai saat ini masih jadi penentu pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Timur.

Bahkan sampai tahun 2024 permintaan pasar India dan Cina, dan kebutuhan dalam negeri masih tinggi.  Permintaan itu juga diikuti harga yang masih terbilang tinggi.

Mengacu data Bank Indonesia Perwakilan Kaltim, perusahaan tambang batubara telah mengajukan rencana kiner memproduksi batubara 970 juta ton. Angka ini jauh lebih tinggi dari yang ditargetkan pemerintah 750-an juta ton.

Tingginya permintaan terutama dari India dan Cina, lantaran produksi batubara di kedua negara itu tidak cukup memenuhi kebutuhan dalam negerinya.

Selain permintaan pasar luar negeri yang besar, produksi batubara untuk keperluan dalam negeri, khususnya untuk pembangkit listrik ke PT PLN dan berbagai industri dalam negeri juga masih memerlukan batubara untuk pemenuhan kebutuhan internalnya.

Tidak heran sektor batubara masih punya andil besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Kaltim tahun 2024.

Sebagai pengingat, PDRB Kaltim Tahun 2023, terbesar atau 43,19 persen berasal dari sektor pertambangan/penggalian, industri pengolahan 17,73 persen dan tertinggi ketiga dari sektor kontsruksi 10,31 persen.

Jika pergutuan tinggi benar-benar mendapat izin mulus untuk mengelola tambang, maka tidak berlebihan kalau kampus di Kaltim harus menjadi prioritas. Sebab, Kaltim tercatat sebagai penyumbang terbesar atau sekitar 60 persen terhadap produksi batubara nasional. Untuk kebutuhan ekspor maupun sekadar memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Redaksi

Pelbagai sumber