Presiden Prabowo Instruksikan Kapolri dan Jaksa Agung Tidak Tegas Mafia Pangan: ‘Usut, Tindak, Sita!’

Presiden Prabowo Subianto dalam agenda Peringatan Harlah ke-102 NU, hari ini. (Foto : Sekretariat Presiden)
Smartrt.news, BALIKPAPAN – Presiden RI Prabowo Subianto dengan tegas mengecam praktik-praktik spekulatif dan manipulatif dalam distribusi bahan pangan pokok seperti beras, jagung, dan minyak goreng.
Dalam peringatan Hari Ulang Tahun Partai Kebangkitan Bangsa (HUT PKB), Presiden bahkan memperkenalkan istilah “serakahnomics” untuk menggambarkan dampak keserakahan segelintir pihak yang mempermainkan hajat hidup orang banyak.
“Bagaimana mungkin Indonesia sebagai produsen kelapa sawit terbesar dunia bisa mengalami kelangkaan minyak goreng? Ini bukan kesalahan teknis, ini akibat keserakahan,” tegas Prabowo.
Subsidi Rakyat, Untungnya untuk Spekulan
Presiden menyoroti bahwa produksi pangan nasional—terutama beras—telah mengandalkan berbagai subsidi negara, mulai dari benih, pupuk, hingga irigasi.
Namun, hasil akhirnya justru dimanfaatkan oleh spekulan dan pelaku pasar nakal yang menjual ulang beras subsidi dalam kemasan premium dengan harga jauh lebih tinggi.
“Beras yang disubsidi uang rakyat ditempel jadi beras premium, dijual Rp5.000–Rp6.000 lebih mahal. Ini pidana. Ini bukan cuma salah, tapi merugikan negara,” ujarnya lantang.
Praktik manipulasi harga dan pengemasan ulang tersebut diperkirakan menggerus keuangan negara hingga Rp100 triliun per tahun.
Presiden Perintahkan Penegakan Hukum
Presiden Prabowo menyatakan bahwa negara tidak akan tinggal diam. Ia telah menginstruksikan Kapolri dan Jaksa Agung untuk segera melakukan investigasi mendalam dan penindakan tegas terhadap pelaku kecurangan dalam sistem distribusi pangan.
“Saya sudah beri perintah: usut, tindak, sita. Ini menyangkut konstitusi, menyangkut hajat hidup orang banyak. Negara tidak boleh kalah dari spekulan.”
Pasal 33 UUD 1945 Jadi Dasar Intervensi Negara
Presiden juga menegaskan bahwa langkah intervensi negara terhadap sektor-sektor penting seperti pangan berlandaskan pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, khususnya ayat (2) yang menyebutkan bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
“Pasal 33 ini senjata pamungkas. Negara wajib hadir. Tidak boleh menyerahkan sektor pangan hanya pada mekanisme pasar. Rakyat harus dilindungi,” tegasnya.
(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : BPMI Setpres)