Category Ad 1

PLN Batal Beri Diskon Listrik, Anggota DPR Sebut Pemerintah PHP Rakyat

Oleh kontributor achmad pada 07 Jun 2025, 15:32 WIB
PLN

Sosial media heboh soal kenaikan tagihan tatif listrik. (smartrt)

Smartrt.news, JAKARTA— Rencana pemerintah memberikan diskon tarif listrik sebesar 50 persen bagi pelanggan rumah tangga kecil dibatalkan. Keputusan ini menuai kritik tajam dari Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, yang menilai pemerintah tidak konsisten dan hanya memberi harapan palsu kepada masyarakat.

Diskon tarif listrik yang semula akan berlaku pada 5 Juni hingga 31 Juli 2025 itu dirancang untuk meringankan beban sekitar 79,3 juta pelanggan dengan daya listrik di bawah 1.300 VA. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan kebijakan tersebut tidak bisa dijalankan karena proses penganggarannya terlambat.

“Hari ini rakyat lagi-lagi dibuat kecewa. Setelah sebelumnya Pemerintah melalui Menko Perekonomian menjanjikan akan memberikan diskon tarif listrik 50 persen untuk pelanggan rumah tangga kecil di bawah 1.300 VA, kini janji itu dibatalkan sepihak oleh Menteri Keuangan,” ujar Mufti Anam dalam pernyataan tertulisnya, di laman resmi dpr.go.id.

Ia menyebut alasan fiskal tidak cukup menjadi pembenaran atas pencabutan kebijakan yang sudah diumumkan ke publik dan disambut positif oleh masyarakat. Bagi Mufti, langkah ini bukan hanya persoalan teknis, tetapi menyangkut moral publik.

“Sudah diumumkan, sudah ramai di media, rakyat sudah senang, berharap sedikit lebih ringan hidupnya. Tiba-tiba dibatalkan begitu saja dengan alasan fiskal? Ini bukan manajemen negara yang empatik, ini pencabutan harapan rakyat secara massal,” tegasnya.

Mufti mengingatkan bahwa kejadian serupa pernah terjadi pada Januari-Februari 2025, ketika program diskon listrik dijalankan namun malah diikuti oleh lonjakan tagihan di bulan berikutnya. Saat itu, banyak masyarakat mengeluhkan kenaikan tarif listrik yang mencapai 30 hingga 50 persen. Penjelasan dari PLN bahwa lonjakan disebabkan peningkatan konsumsi selama Lebaran dinilai tidak memuaskan.

“Setelah Lebaran, masyarakat merasa tagihan tetap tinggi. Lalu sekarang, janji diskon pun dibatalkan,” tambahnya.

Tak Sesuai Asta Cita

Menurut Mufti, kebijakan ini mencederai semangat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang mendorong insentif bagi masyarakat kecil. Ia menilai, pembatalan diskon justru menunjukkan bahwa arahan presiden tidak dijalankan dengan sungguh-sungguh oleh para menteri.

“Tapi arahan presiden justru tidak diindahkan oleh menterinya yang membatalkan diskon tarif listrik 50 persen untuk pelanggan rumah tangga kecil di bawah 1.300 VA,” ujarnya.

Ia menyebut pembatalan ini mencerminkan ketidakadilan sosial. Terutama dalam situasi ekonomi yang sedang sulit, di mana kelas menengah bawah sedang menghadapi tekanan berat, termasuk gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Pemerintah, terutama Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekonomian, telah gagal menjaga konsistensi kebijakan pro-rakyat,” tegas Mufti.

Ia juga menilai program diskon listrik lebih efisien ketimbang skema pengganti yang saat ini ditawarkan, yakni Bantuan Subsidi Upah (BSU). Pemerintah mengganti diskon listrik dengan BSU senilai Rp 600.000 yang akan diberikan selama dua bulan kepada 17,3 juta pekerja bergaji di bawah Rp 3,5 juta serta 288 ribu guru honorer.

Namun menurut Mufti, BSU tidak bisa menjangkau semua masyarakat yang membutuhkan. Sebab, syarat penerima antara lain harus terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, yang menurutnya tidak dimiliki banyak pekerja sektor informal atau buruh perusahaan kecil.

“Untuk mendapat bantuan saja, birokrasi bikin sulit rakyat,” ucapnya.

Mufti menilai diskon listrik lebih tepat sasaran karena langsung menyentuh kebutuhan dasar masyarakat luas dan tidak memerlukan proses verifikasi yang berbelit.

“Diskon tarif listrik sejatinya menyasar langsung kebutuhan dasar masyarakat. Khususnya kelompok menengah bawah yang saat ini sedang menghadapi tekanan ekonomi,” katanya.

Ia pun menyayangkan pola komunikasi kebijakan pemerintah yang dinilai terlalu terburu-buru dan tidak matang secara fiskal. Bagi Mufti, kebijakan populis seperti ini tidak seharusnya diumumkan ke publik jika belum siap dilaksanakan.

“Negara ini bukan ruang eksperimen politik komunikasi. Rakyat bukan konten viral untuk dibikin senang lalu kecewa. Pemerintah jangan PHP (pemberi harapan palsu, red) rakyat,” pungkasnya.***

(Tim smartrt.news/anang/sumber: dpr.go.id)