Perbandingan Desalinasi Air Laut, Pemanfaatan Air Hujan dan Air Tanah #BWF 7

Desalinasi air laut

SMARTRT.NEWS – Krisis air bersih di Balikpapan membutuhkan sinergi sejumlah pihak. Sampai kini, belum semua warga Balikpapan mendapat air bersih. Desalinasi air laut, bisa menjadi salah satu solusinya. Akan tetapi, biayanya cukup besar. Masih ada alternatif solusi lain yang ditawarkan. Hal ini patut menjadi perhatian Pemerintah Balikpapan.

Sebab, di kawasan padat penduduk Balikpapan Barat, banyak warga yang belum mendapat sambungan air bersih dari PDAM kota ini.

Dua RT di Balikpapan Barat, misalnya. Tak semua warganya mendapat sambungan air bersih dari PDAM. Padahal, sumber air bersih berada di wilayah mereka, di sekitar RT 26 dan RT 23 Kampung Baru Ulu, Balikpapan Barat.

Warga di dua Rt itu, sampai hari ini masih ada yang belum mendapat sambungan dari Perusahaan Daerah Air Minum Balikpapan. Hal itu diungkap Ketua RT 26 dan RT 30, Baharudin (65), saat berbincang di kediamannya, kemarin.

“Kalau di RT 26 belum semua. Belum juga teratasi, karena masih ada warga yang belum dapat sambungan PDAM,” ungkapnya.

Menurutnya, permasalahan utama terletak pada kapasitas air yang masih jauh dari cukup. Padahal, sekitar wilayah RT 26 ada fasilitas PDAM Kampung Baru, Kelurahan Baru Ulu.

“Kendalanya sekarang itu debit airnya tidak mencukupi. Karena katanya harus 50 liter per detik produktif. Sementara di kita ini belum sampai segitu. Sekitar 20 liter per detik saja, masih jauh dari cukup,” jelasnya.

Menukil dokumen Balikpapan Water Forum (WBF), Wakil Rektor Bidang Sumberdaya Universitas Mulia, Yusuf Wibisono, dalam Forum Group Discussion: menawarkan tiga alternatif solusi mengatasi krisis air bersih.

Menurutnya, alternatif sumber air di Balikpapan selama ini baru memanfaatkan air tawar di permukaan, yaitu waduk dan sungai. Padahal, ada tiga alternatif sumber air lain yang masih bisa dieksplorasi, yaitu:

Desalinasi: Mengolah air laut menjadi air bersih.

Rainwater Harvesting: Pemanfaatan air hujan.

Ground Water Extraction: Pemanfaatan air tanah.

Lantas bagaimana perbandingan desalinasi air laut dan dua alternatif lainnya? Untuk lebih jelas, paparan Wakil Rektor Bidang Sumberdaya Universitas Mulia, Yusuf Wibisono, menjelaskannya secara detil, sesuai dokumen WBF.

Desalinasi Air Laut

Desalinasi adalah proses mengubah air laut menjadi air bersih yang layak dikonsumsi. Salah satu contoh proyek desalinasi terbesar di dunia adalah Ras Al Khair di Arab Saudi.

Proses desalinasi yang sederhana menggunakan sistem Reverse Osmosis (RO) dengan tahapan intake, pretreatment, high pressure pump, sistem RO, booster, dan energy recovery device (IRD).

Limbah dari proses desalinasi adalah brine, yaitu cairan dengan kandungan garam sangat tinggi. Brine berpotensi menjadi garam jika diproses lebih lanjut, tetapi jika dibuang langsung dapat merusak ekosistem.

Proses desalinasi memerlukan persyaratan seperti sumber air, energi yang besar, teknologi dan infrastruktur yang mahal, serta pengelolaan limbah dan kepatuhan regulasi.

Kelebihan desalinasi adalah sumber air tidak terbatas, mengurangi tekanan air tawar, cocok untuk daerah kering, kualitas air terkontrol, teknologi modern, dan solusi jangka panjang.

Kelemahannya adalah biaya tinggi, konsumsi energi besar, dampak lingkungan (brine), pemeliharaan rutin, dan infrastruktur yang kompleks.

Beberapa negara yang berhasil dalam desalinasi adalah Arab Saudi, Australia, Spanyol, Chili, dan Dubai. Ada berbagai metode desalinasi, yang paling umum adalah reverse osmosis.

Kelebihan

Sumber air melimpah: Memanfaatkan air laut yang banyak.

Mengurangi tekanan air tawar: Tidak bergantung pada sungai/danau.

Cocok untuk daerah kering: Menyediakan air di wilayah dengan kelangkaan air.

Kualitas air terkontrol: Produksi air sesuai standar.

Kemandirian air: Mengurangi ketergantungan impor air.

Teknologi modern: Menggunakan teknologi canggih dan efisien.

Solusi jangka panjang: Potensi keberlanjutan di wilayah pesisir.

Kelemahan

Biaya tinggi: Mahal dalam pembangunan dan operasional.

Konsumsi energi besar: Membutuhkan banyak energi.

Dampak lingkungan: Limbah garam dapat merusak ekosistem.

Pemeliharaan intensif: Memerlukan perawatan rutin.

Keterbatasan infrastruktur: Membutuhkan fasilitas khusus.

Rainwater Pemanfaatan Air Hujan

Pemanfaatan air hujan sebenarnya sudah dilakukan oleh masyarakat kita sejak dulu, namun belum pernah dilakukan secara serius. Kita hanya membuat talang seadanya dan menampung air dalam drum atau tandon sebatas itu saja.

Padahal ada banyak hal yang bisa dilakukan dengan air hujan. Di negara lain, model dan teknologi pemanfaatan air hujan sudah jauh lebih maju.

Di Indonesia masih sulit mencari produk-produk siap pakai untuk rainwater harvesting. Prinsip rainwater harvesting yaitu mengumpulkan, menyimpan, dan menggunakan air hujan dari atap atau permukaan lain.

Ini bisa menjadi tantangan bagi perguruan tinggi dan industri untuk berkolaborasi melakukan penelitian. Potensi ini sangat sayang jika tidak dimanfaatkan, terutama ketika kita memiliki pengalaman ironi seperti mati air di masjid padahal di luar hujan deras.

Pemanfaatan air hujan bisa mengurangi tekanan pada sumber air permukaan, biaya rendah, mudah diterapkan, air berkualitas (umumnya), lingkungan berkelanjutan, dan mandiri.

Namun, kelemahannya adalah ketergantungan pada cuaca, kapasitas terbatas, kualitas air bervariasi, biaya awal yang lumayan, pemeliharaan rutin, dan penggunaan terbatas.

Negara yang sudah berhasil menerapkan rainwater harvesting dengan baik antara lain China, Jerman, Singapura, Brazil, Jepang, Australia, Israel, India, Kenya, dan Amerika. Kualitas air hujan di awal-awal hujan biasanya kurang bagus karena atap kotor.

Untuk mengatasi hal ini, ada tiga solusi yaitu: first flush dverter, auto-switch system, dan filtering. Di Indonesia sudah ada beberapa inisiatif terkait pemanfaatan air hujan.

Kelebihan

Mengurangi tekanan sumber air: Mengurangi penggunaan air tanah.

Biaya rendah: Murah dalam instalasi dan operasional.

Penerapan mudah: Sistem sederhana.

Air berkualitas: Umumnya bersih.

Lingkungan berkelanjutan: Mengurangi banjir dan erosi.

Mandiri: Sumber air alternatif.

Kelemahan

Ketergantungan pada cuaca: Tergantung pada curah hujan yang tidak selalu konsisten.

Kapasitas terbatas: Terbatas oleh ukuran tangki penyimpanan.

Kualitas air bervariasi: Bisa tercemar oleh kotoran dari atap atau saluran.

Biaya awal: Memerlukan investasi awal untuk instalasi sistem.

Pemeliharaan rutin: Butuh perawatan untuk memastikan sistem berfungsi dengan baik.

Penggunaan terbatas: Tidak selalu cocok untuk semua kebutuhan air.

Pemanfaatan Air Tanah

Selama ini, kita mengenal sumur tradisional dan sumur bor untuk memanfaatkan air tanah. Namun, di negara lain, sistem pemanfaatan  dan pengelolaannya sudah matang.

Prinsipnya adalah mencari aquifer, yaitu lapisan tanah yang mengandung air. Sumur bor mencari aquifer, dan begitu ketemu, bisa eksekusi penyedotan.

Persyaratannya adalah menemukan aquifer, kualitas air baik, kedalaman terjangkau, debit mencukupi, pengelolaan berkelanjutan, dan regulasi.

Selain itu, eksploitasi air tanah tidak boleh berlebihan. Karena, jika rongga kosong tidak segera terisi, tanah akan turun. Harus ada mekanisme recharge untuk menjaga keseimbangan.

Kelebihan air tanah adalah sumber air stabil, kualitas air tinggi, infrastruktur minimal, biaya operasional rendah, penyimpanan alami, dan akses cepat.

Kekurangannya adalah penurunan permukaan tanah, penurunan kualitas air (jika tercemar industri), keterbatasan sumber, dampak lingkungan, dan perizinan regulasi.

Negara yang terbaik dalam groundwater extraction adalah Amerika, Australia, Israel, dan Jerman.

Kelebihan

Sumber air stabil: Tersedia sepanjang tahun, tidak tergantung musim.

Kualitas air tinggi: Umumnya lebih bersih dan memerlukan sedikit pengolahan.

Infrastruktur minimal: tidak memerlukan instalasi yang rumit.

Biaya operasional rendah: Pemeliharaan dan operasional lebih murah daripada desalinasi.

Penyimpanan alami: Akuifer menyimpan air dalam jumlah besar.

Akses cepat: Bisa ambil air langsung dari sumur dengan pompa.

Kelemahan

Penurunan muka tanah: Over-ekstraksi dapat menyebabkan penurunan tanah.

Pengurangan kualitas air: Risiko kontaminasi dan intrusi air asin.

Pengisian ulang lambat: Akuifer membutuhkan waktu lama untuk terisi kembali.

Keterbatasan sumber: Tidak semua daerah memiliki akuifer yang memadai.

Dampak lingkungan: mempengaruhi ekosistem lokal. Dapat

Perizinan dan regulasi: Memerlukan izin dan pemantauan ketat.