Pemangkasan DBH 2026, Pukulan Berat bagi Balikpapan, Ini Dampaknya

Kota Balikpapan (foto : rumah 123)
Smartrt.news, BALIKPAPAN- Kabar wacana pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat untuk tahun anggaran 2026 memunculkan kegelisahan di banyak daerah, termasuk Balikpapan.
Sebagai kota penopang utama Kaltim sekaligus berperan vital dalam mendukung pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), kebijakan ini layak dipertanyakan.
DBH, Urat Nadi Pembangunan Daerah
Dana Bagi Hasil adalah instrumen penting transfer fiskal dari pusat ke daerah, terutama bagi provinsi penghasil sumber daya alam seperti Kalimantan Timur. Data resmi menunjukkan:
Kaltim menerima DBH sebesar Rp 6,7 triliun pada 2024 (Rincian Alokasi DAU–DBH TA 2024, DJPK Kemenkeu) dan sekitar Rp 6,06 triliun pada 2025 (Buku TKDD 2025, DJPK Kemenkeu).
Kota Balikpapan, berdasarkan dokumen APBD 2024, mencatat pendapatan transfer (termasuk DBH) sekitar Rp 598,36 miliar. Angka ini mencakup DBH, DAU, dan DAK, dengan porsi DBH tidak dirinci secara terpisah dalam ringkasan publik.
Angka-angka tersebut menunjukkan betapa besar ketergantungan fiskal daerah terhadap transfer pusat. DBH bukan hanya soal neraca keuangan, melainkan urat nadi pembangunan Balikpapan.
Dampak Pemotongan DBH: Efek Domino Nyata
Jika wacana pemotongan DBH benar terjadi pada 2026, Balikpapan akan menghadapi pukulan berlapis.
Pembangunan Infrastruktur Tertunda
Proyek strategis seperti jembatan penghubung antar-kampung, perbaikan drainase untuk mengatasi banjir, hingga peningkatan fasilitas jalan akan berisiko tertunda.
Layanan Dasar Terganggu
DBH menopang program pendidikan, kesehatan, hingga perlindungan sosial. Pemangkasan berarti potensi berkurangnya kualitas layanan publik, termasuk insentif bagi guru, tenaga kesehatan, hingga marbot masjid.
Efek Ekonomi Lokal
Balikpapan merupakan episentrum ekonomi Kaltim. Pemotongan DBH akan mengurangi belanja pemerintah daerah, yang pada gilirannya melemahkan daya serap tenaga kerja lokal dan memukul sektor usaha kecil menengah (UKM).
IKN dan Beban Ganda Balikpapan
Sebagai pintu gerbang IKN, Balikpapan memikul beban ganda: menopang pembangunan ibu kota negara baru sekaligus menjaga kesejahteraan warganya.
Pemotongan DBH akan membuat kota ini kesulitan menjalankan peran strategisnya, karena pembangunan infrastruktur modern memerlukan dukungan fiskal yang besar.
Keadilan Fiskal: Suara dari Daerah
Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud sudah menyatakan harapannya agar DBH tidak dipotong, karena akan sangat berdampak langsung pada pembangunan daerah
Pemerintah pusat perlu mendengar suara daerah. Keadilan fiskal menuntut agar daerah penghasil sumber daya alam mendapat porsi layak dari hasil bumi yang mereka sumbangkan. Tanpa itu, pembangunan nasional hanya akan berdiri di atas rapuhnya kesejahteraan masyarakat lokal.
Pemotongan DBH 2026, jika diterapkan, bukan sekadar soal angka dalam laporan keuangan. Ia menyangkut masa depan Balikpapan sebagai kota strategis, penyangga IKN, dan rumah bagi lebih dari 700 ribu jiwa. Editorial ini menegaskan: Balikpapan butuh dukungan, bukan pemangkasan.
Karena tanpa keadilan fiskal bagi daerah penghasil, mustahil mimpi besar Indonesia membangun ibu kota baru bisa berdiri kokoh.