Pegunungan Meratus Buktikan Kekayaan Hayati Lewat Temuan Spesies Katak Bertaring
Diterbitkan 15 Jul 2025, 23:00 WIB

Potret temuan katak bertaring yang ditemukan oleh para peneliti. (Foto: BRIN)
Smartrt.news, BALIKPAPAN – Di balik lebatnya hutan Pegunungan Meratus, Kalimantan, dua spesies katak bertaring baru ditemukan—membuka babak baru dalam pemetaan kekayaan hayati Indonesia yang belum sepenuhnya terungkap.
Penemuan ini diumumkan oleh tim peneliti gabungan dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi (PRBE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), bekerja sama dengan Aichi University of Education, Kyoto University, dan Universitas Palangkaraya. Mereka mengidentifikasi dua spesies katak baru: Limnonectes maanyanorum dan Limnonectes nusantara.
Kedua katak ini awalnya dikira bagian dari kelompok umum Limnonectes kuhlii. Namun setelah dilakukan analisis genetika (16S rRNA) dan kajian morfologi mendalam, hasilnya jelas: keduanya berbeda secara evolusioner, memiliki ciri fisik unik, dan layak diklasifikasikan sebagai spesies baru.
“Penemuan ini menjadi kontribusi penting dalam upaya mendokumentasikan keanekaragaman herpetofauna Kalimantan, serta menegaskan peran penting wilayah Meratus dalam konservasi spesies endemik,” kata Amir Hamidy, Profesor Riset bidang Herpetologi PRBE BRIN.
Bukan Sekadar Katak: Identitas dan Cerita Lokal
Penamaan dua spesies baru ini tak sekadar formalitas ilmiah. Masing-masing membawa cerita lokal.
Limnonectes maanyanorum ditemukan di Gunung Karasik, Kalimantan Tengah, dan dinamai untuk menghormati masyarakat adat Dayak Maanyan. Warga setempat menyebutnya Senteleng Watu atau “katak batu”.
Sementara Limnonectes nusantara ditemukan di kawasan Loksado dan Paramasan, Kalimantan Selatan. Nama “Nusantara” dipilih sebagai simbol identitas nasional dan merujuk pada kawasan sekitar Ibu Kota Negara (IKN) yang baru. Dalam bahasa Dayak Meratus, katak ini dikenal sebagai Lampinik.
Kedua katak ini berukuran sedang, memiliki taring mencolok di rahang bawah—terutama pada jantan—dengan kulit berbintil dan selaput kaki penuh. Ciri fisik seperti ukuran taring dan bentuk bintil menjadi penanda utama pembeda dari kerabat dekatnya.
Analisis genetik memperkuat temuan ini: keduanya membentuk klad monofiletik tersendiri dalam famili Dicroglossidae, dengan jarak genetik yang signifikan dibandingkan spesies lain.
“Penemuan ini menunjukkan bahwa Kalimantan masih menyimpan banyak misteri biologis. Kita perlu terus melakukan eksplorasi dan penelitian, terutama di wilayah yang belum banyak dijangkau,” tegas Amir.
Mengapa Ini Penting?
Temuan ini tidak hanya memperkaya catatan ilmu pengetahuan, tetapi juga memperingatkan kita akan rapuhnya ekosistem yang menaungi spesies-spesies langka ini.
Wilayah Pegunungan Meratus merupakan bagian dari kawasan Sundaland, salah satu hotspot keanekaragaman hayati dunia. Namun kawasan ini terus terancam oleh aktivitas manusia: deforestasi, pertambangan, perubahan iklim, hingga penyebaran penyakit pada satwa liar.
Para peneliti menekankan pentingnya menjadikan hasil riset sebagai dasar kebijakan konservasi yang lebih kuat dan berdampak nyata.
“Kerusakan habitat, eksploitasi jenis, perubahan iklim, dan timbulnya penyakit merupakan ancaman terbesar terhadap keberlangsungan kehidupan amfibi endemik Kalimantan,” ujar Amir.***