Smartrt.news, BALIKPAPAN – Pagi itu, langit Balikpapan masih berwarna lembut, namun tak mengurangi semangat ribuan umat Muslim yang perlahan mengalir menuju Balikpapan Islamic Center. Dari gang kecil hingga jalan utama, arus manusia mengalir tenang—anak-anak menggenggam tangan orang tuanya, para lansia berjalan perlahan dengan tongkat atau digandeng cucu mereka.
Hari itu, Jumat, 6 Juni 2025. Hari yang istimewa. Hari Iduladha 1446 Hijriah. Di halaman Islamic Center, suara takbir menggema, merambat dari bibir para jemaah yang telah memenuhi setiap sudut masjid. Suasananya khidmat. Hangat. Bahkan mereka yang biasanya sibuk dengan rutinitas sehari-hari tampak larut dalam keheningan spiritual.
Di antara ribuan orang itu, berdirilah Jailani Mawardi, Imam Besar Balikpapan Islamic Center, yang pagi itu dipercaya memimpin Salat Id dan sekaligus menyampaikan khutbah. Dengan suara tenang dan penuh wibawa, ia mengajak semua yang hadir merenungi kembali kisah abadi Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS—tentang pengorbanan yang tak sekadar menyentuh fisik, tapi juga mengguncang hati.
“Ini bukan sekadar tentang menyembelih hewan kurban. Ini adalah tentang menyembelih ego, keakuan, dan hawa nafsu. Tentang ikhlas, sabar, dan totalitas kita dalam menaati Allah,” ucap Jailani dalam khutbahnya yang menggetarkan.
Di tengah barisan jemaah, duduk pula Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo. Ia tak datang hanya sebagai pejabat, tapi sebagai seorang Muslim yang ingin berbagi makna.
Saat diberi kesempatan berbicara, Bagus tak menyampaikan pidato kaku. Ia berbicara dari hati—tentang makna pengorbanan, tentang betapa ujian akan datang kepada siapa pun, bahkan kepada para nabi.
“Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail adalah bukti bahwa keikhlasan dan ketaatan adalah kunci kehidupan. Mari kita refleksikan itu dalam kehidupan kita baik sebagai pribadi, sebagai warga, maupun sebagai bangsa,” ucapnya pelan, namun tegas.
Ia lalu bicara tentang kurban. Bukan hanya soal daging dan darah, tapi tentang solidaritas sosial. Tentang bagaimana seharusnya mereka yang mampu berbagi dengan yang membutuhkan, tanpa merasa lebih tinggi, dan yang menerima pun merasa dihargai, bukan dikasihani.
“Inilah semangat Iduladha membangun jembatan antarhati melalui daging kurban. Kita perkuat tali persaudaraan, kita pelihara empati,” lanjutnya.
Tak lupa, Bagus mengajak semua untuk mendoakan 521 jamaah haji asal Balikpapan yang tengah menunaikan rukun Islam kelima di Tanah Suci. Suara doanya menggema, mengalir seperti harapan-harapan yang disematkan dalam setiap lembar doa yang terangkat ke langit pagi itu.
Sebelum menutup sambutannya, Bagus mengingatkan sesuatu yang sering luput lingkungan.
“Mari bungkus daging kurban kita dengan daun atau kemasan ramah lingkungan. Iduladha yang suci jangan kita nodai dengan sampah plastik yang mencemari bumi kita,” katanya, penuh harap.
Ketika Salat dan khutbah usai, ribuan jemaah perlahan meninggalkan masjid. Tapi tak sedikit dari mereka yang masih duduk di halaman, berbincang hangat atau sekadar merenung dalam diam. Ada yang menitikkan air mata, ada pula yang menatap langit dengan senyum tenang.
Hari itu, bukan hanya Salat Id yang ditunaikan. Tapi juga pesan-pesan keikhlasan, ketulusan, dan kepedulian yang tertanam dalam hati.***
(Ti’m smartrt.news/anang)