Momen Bersejarah di BSCC Dome: Mengukir Sinergi untuk Indonesia Emas

RIBUAN peserta memenuhi BSCC Dome dengan semangat, tak sabar menantikan dimulainya upacara Peringatan Hari Otonomi Daerah (Otda) XXIX. Mereka mengenakan pakaian rapi dan memamerkan wajah-wajah antusias dari berbagai penjuru Indonesia, seolah bersiap menyambut momen penting di dalam ruangan megah itu.
Ketika jam menunjukkan pukul 10 pagi, suara langkah sepatu resmi mulai terdengar di tengah hiruk-pikuk keramaian. Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, yang akan memimpin acara tersebut, masuk dengan penuh kharisma. Tatapannya tegas, namun ramah, seolah mengajak semua yang hadir untuk merasakan pentingnya sinergi antara pusat dan daerah demi masa depan Indonesia yang lebih gemilang.
Seruan untuk Membangun Nusantara
Setelah sambutan dan penghormatan kepada bendera, tema besar peringatan itu bergema melalui spanduk raksasa yang terpasang di atas panggung utama: “Sinergi Pusat dan Daerah Membangun Nusantara Menuju Indonesia Emas 2045”. Tema yang terasa lebih dari sekadar kata-kata, melainkan sebuah panggilan untuk bertindak bersama.
Sambil berdiri tegak di depan peserta, Bima Arya mulai menyampaikan pidatonya. Suaranya mengalun penuh semangat, mengajak para kepala daerah untuk terus mengevaluasi diri dan terus beradaptasi. “Kita harus gaspol bersama. Presiden Prabowo menekankan pentingnya sinergi, dan kita di sini untuk mewujudkannya,” ujarnya dengan percaya diri.
Di barisan depan, Gubernur Kalimantan Timur, H Rudy Mas’ud, atau akrab disapa Gubernur Harum, duduk dengan tatapan penuh perhatian. Wajahnya terlihat serius, namun di balik itu tersirat harapan besar agar Kalimantan Timur bisa lebih berdaya dalam pengelolaan sumber daya alamnya. Di sebelahnya, Wakil Gubernur Seno Aji dan Pangdam VI Mulawarman, Kapolda Kaltim serta para kepala daerah lainnya tampak antusias, seolah sepakat dengan semangat yang diusung oleh Bima Arya.

Deretan pejabat utama yang hadir, Pangdam VI Mulawarman, Wakil Gubernur Kaltim, Gubernur Kaltim, dan Kapolda Kaltim.(Foto: smartrt.news/humas Pemprov Kaltim)
Puncak Peringatan: Penghargaan dan Harapan Baru
Ketika penghargaan diserahkan, tepuk tangan riuh menggema. Balikpapan dan Samarinda, kota-kota kebanggaan Kalimantan Timur, meraih piagam penghargaan atas kinerja tinggi mereka dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Itu adalah sebuah pencapaian yang membanggakan, bukan hanya untuk kedua kota tersebut, tetapi juga bagi seluruh provinsi.
Saat Bima Arya menyampaikan bahwa otonomi daerah seharusnya membawa kesejahteraan bagi masyarakat, para peserta mendengarkan dengan seksama. Mereka tahu, otonomi bukan hanya soal kewenangan, tetapi juga soal tanggung jawab besar untuk menciptakan kesejahteraan dan pemerataan.
Pesan Terakhir: Sinergi dan Otonomi yang Lebih Luas
Ketika acara hampir berakhir, Gubernur Harum berdiri untuk memberikan harapan. Dengan suara yang tegas namun penuh harap, ia berbicara tentang pentingnya otonomi yang lebih luas untuk daerah, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam. “Kami berharap pemerintah pusat dapat memberikan kebebasan lebih kepada daerah agar bisa mengelola kekayaan alamnya sendiri dan meningkatkan pendapatan daerah,” ujarnya.
Wajah-wajah di sekitarnya memancarkan keteguhan hati dan optimisme, seolah meyakini bahwa harapan adalah sesuatu yang bisa mereka raih bersama-sama.
Sebelum acara selesai, Bima Arya kembali mengingatkan bahwa sinergi antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota harus terus terjalin. “Kita harus mengupayakan pemerataan pembangunan yang adil dan merata, tidak ada satu daerah pun yang tertinggal,” kata Bima Arya, diikuti dengan tepuk tangan meriah dari para peserta.
Hari itu, di BSCC Dome, bukan hanya pidato dan penghargaan yang mengalir. Tapi juga semangat, harapan, dan tekad untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Sebuah momen yang menyatukan pemerintah pusat dan daerah, berkolaborasi demi kemajuan bangsa.
Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

Deretan Kepala Daerah termasuk Kaltim dan Balikpapan menerima penghargaan Otonomi Daerah. (foto: smartrt.news/humas Pemprov Kaltim)
Gagasan otonomi daerah di Indonesia mulai bergulir sejak masa kemerdekaan. Pelaksanaan otonomi semakin diperkuat setelah jatuhnya Orde Baru.
Puncaknya adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Sejak saat itu, pemerintah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, kecuali urusan yang tetap menjadi wewenang pusat seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter, dan agama.
Pemerintah terus menyempurnakan reformasi otonomi daerah melalui UU No. 32 Tahun 2004 dan kini lewat UU No. 23 Tahun 2014.
Dampak Positif Otonomi Daerah untuk Kaltim
Sementara itu, Kementerian ESDM melansir bahwa Kalimantan Timur merasakan dampak besar dalam hal bagi hasil sumber daya alam, khususnya minyak dan gas bumi (migas).
Peningkatan Pendapatan Daerah
Dengan otonomi daerah, Kaltim berhak menerima Dana Bagi Hasil (DBH) Migas, yang sangat besar nilainya. Ini memperkuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga daerah bisa membangun lebih banyak infrastruktur, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya.
Pembangunan Lebih Merata
Otonomi mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Kaltim untuk merancang program pembangunan sesuai karakteristik lokal, misalnya program jalan penghubung antar desa, pembangunan rumah sakit regional, hingga investasi sektor pertanian dan pariwisata.
Kemandirian Ekonomi
Dengan otonomi, daerah seperti Kaltim tidak lagi terlalu bergantung pada pusat. Daerah bisa mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru, seperti mengembangkan hilirisasi industri migas, energi terbarukan, hingga ekonomi kreatif.
Persentase Pembagian Hasil Migas di Indonesia
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membedakan pembagian hasil migas antara minyak bumi dan gas bumi:
Minyak Bumi
-
Pemerintah Pusat: 84,5%
-
Pemerintah Daerah: 15,5%
-
3% untuk provinsi penghasil
-
6% untuk kabupaten/kota penghasil
-
6% untuk kabupaten/kota lain dalam provinsi tersebut
-
0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar
-
-
Pemerintah Pusat: 69,5%
-
Pemerintah Daerah: 30,5%
-
6% untuk kabupaten/kota penghasil
-
12% untuk kabupaten/kota lain dalam provinsi tersebut
-
12% untuk provinsi penghasil
-
0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar,
-
Pembagian ini bertujuan untuk memastikan bahwa daerah penghasil mendapatkan bagian yang adil dari pendapatan migas, serta mendukung pembangunan pendidikan dasar di daerah tersebut. ***
(Tim Smartrt.news/anang/sumber: Pemprov Kaltim, Kementerian ESDM, dan berbagai sumber)
BACA JUGA