MKWK Universitas Mulia Bukan Lagi Ruang Teori: Saat Pendidikan Karakter Ditanam Lewat Proyek dan Kolaborasi

Oleh redaksi-j pada 31 Jul 2025, 14:09 WIB
Seluruh peserta workshop berdiri menyanyikan Mars Universitas Mulia dalam suasana khidmat saat seremonial pembukaan kegiatan di Ruang Townhall Midtown Express Hotel, Rabu (30/7/2025). (Humas Universitas Mulia)

Seluruh peserta workshop berdiri menyanyikan Mars Universitas Mulia dalam suasana khidmat saat seremonial pembukaan kegiatan di Ruang Townhall Midtown Express Hotel, Rabu (30/7/2025). (Humas Universitas Mulia)

Smartrt.news, BALIKPAPAN – Rabu pagi itu, 30 Juli 2025, suasana Ruang Townhall Midtown Express Hotel di Balikpapan tidak seperti biasanya.

Di antara meja-meja dan layar proyektor yang menyala, para dosen Universitas Mulia duduk dengan catatan dan laptop terbuka, wajah-wajah mereka menyiratkan antusiasme yang tak biasa.

Bukan sekadar menghadiri workshop, mereka hadir untuk mendekonstruksi ulang wajah lama pembelajaran, khususnya pada Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK).

Di tengah ruangan, berdiri Wisnu Hera Pamungkas, S.T.P., M.Eng., Wakil Rektor Bidang Akademik dan Sistem Informasi. Ia membuka sesi dengan pernyataan yang menggugah:

“MKWK bukan lagi sekadar ruang penyampaian materi normatif. Ia harus menjadi arena pendidikan karakter yang hidup, berbasis proyek dan kolaborasi.”

Pernyataan itu tak hanya membuka agenda hari itu, tetapi juga mengguncang ulang cara pandang para pendidik terhadap matakuliah yang selama ini sering dianggap ‘wajib’ karena tuntutan administratif.

Dari Silabus ke Makna: Menghidupkan Nilai-Nilai Bangsa

Dalam pemaparannya, Wisnu mengajak para dosen untuk menggali ulang esensi MKWK. Bukan sekadar mengulang-ulang teori Pancasila atau UUD 1945, tetapi menghidupkan nilai-nilai itu dalam konteks yang relevan dengan kehidupan mahasiswa hari ini.

Ia menantang para pengampu MKWK untuk menyentuh tema-tema aktual: kearifan lokal, bahaya radikalisme, kesadaran pajak, hingga loyalitas pada ideologi bangsa. Bukan sebagai hafalan, melainkan sebagai kesadaran yang lahir dari pengalaman belajar yang bermakna.

“Mahasiswa tidak cukup diajarkan teori toleransi. Mereka harus membuat proyek nyata yang menyuarakan nilai toleransi itu—melalui video refleksi, infografis nilai Pancasila, atau kampanye kebhinekaan di media sosial,” ujarnya lantang.

Transformasi Lewat OBE, PBL, dan Design Thinking

Workshop ini dirancang untuk memperkenalkan dan mengintegrasikan tiga pendekatan utama: Outcome-Based Education (OBE), Project-Based Learning (PBL), dan Design Thinking ke dalam struktur MKWK.

Wisnu menjelaskan bahwa OBE bukan sekadar metode penilaian berbasis capaian, melainkan perubahan total dari cara menyusun materi, metode, hingga asesmen.

Sementara PBL, menurutnya, bukan metode pengganti ceramah, tetapi falsafah pembelajaran: mendorong keaktifan, kolaborasi, orisinalitas, dan refleksi.

Di sinilah para dosen tidak hanya diajak berpikir, tetapi bekerja: menyusun RPS, merancang RPP, dan membayangkan bentuk-bentuk proyek mahasiswa yang bisa berdampak langsung ke masyarakat.

Dari Kampus ke Lapangan: MKWK dan Nilai Praktis Kehidupan

Wisnu juga menyoroti pentingnya perluasan nilai ke luar ruang kelas. MKWK harus bersinergi dengan matakuliah seperti Pendidikan Antikorupsi, Technopreneurship, Bahasa Inggris Bisnis, serta Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Skripsi sebagai media praktik nilai di lapangan.

Bagi Universitas Mulia, pendidikan karakter bukan dibatasi pada jam kuliah. Ia harus dibawa mahasiswa keluar kampus, ke desa-desa, ke dunia kerja, dan ke ruang digital mereka.

Saat AI Masuk Ruang Kelas: Tantangan Baru, Etika Baru

Namun ada satu dimensi baru yang juga disoroti Wisnu: kecerdasan buatan generatif (GenAI). Ia menyebutnya sebagai medan baru yang bisa memperkuat pembelajaran, tetapi juga merusak bila tidak dibimbing secara etis.

“GenAI bisa menjadi alat pemberdayaan atau kehancuran, tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Universitas harus jadi pemimpin dalam memandu etika penggunaannya,” tegasnya.

Menutup Pintu Lama, Membuka Ruang Baru

Sesi pembukaan itu bukan sekadar sambutan, tetapi deklarasi bahwa Universitas Mulia tengah bergerak ke arah baru: dari pendidikan berbasis isi menjadi pendidikan berbasis makna.

Dari kurikulum yang pasif menjadi kurikulum yang mengajak mahasiswa mencipta, bukan hanya menerima.

Para dosen peserta workshop pun tak lagi hanya diminta menyusun dokumen. Mereka diminta merancang skenario pendidikan yang mampu menyentuh jiwa mahasiswa—dengan nilai, konteks, dan kolaborasi sebagai pemandunya.

Hari itu, di balik kertas RPS dan modul asesmen, sebuah transformasi senyap tengah dimulai. Dan ia dimulai dari ruang-ruang yang selama ini dianggap formal dan kaku: Mata Kuliah Wajib Kurikulum.

(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : Humas Universitas Mulia)