Mengenal ‘Prasasti Yupa’ Kerajaan Kutai, Peradaban Tertua Nusantara yang Belum Diakui Unesco
Diterbitkan 23 Jul 2025, 03:25 WIB

Seminar bertajuk Prasasti Yupa Kerajaan Kutai dan Prasasti Padang Lawas dalam Konteks Sejarah Kawasan. Seminar ini digelar Selasa (22/07) di BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. (Foto: BRIN)
Smartrt.news, JAKARTA – Prasasti Yupa bukan sekadar artefak kuno. Ia menjadi penanda lahirnya sejarah tertulis di Nusantara, sekaligus jendela penting untuk memahami kebudayaan awal Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Kini, naskah beraksara Pallawa dari abad ke-4 Masehi ini tengah diperjuangkan agar diakui sebagai Memory of the World oleh UNESCO.
Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra (OR Arbastra) BRIN, Herry Jogaswara, menyampaikan itu dalam sebuah seminar. Forum tersebut bertajuk Prasasti Yupa Kerajaan Kutai dan Prasasti Padang Lawas dalam Konteks Sejarah Kawasan. Seminar ini berlangsung Selasa (22/07) di BRIN Kawasan Sains Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
“Acara ini menjadi forum penting untuk membahas warisan prasasti tertua di Indonesia, mulai dari Yupa di Kutai, Kalimantan Timur, hingga prasasti Hindu-Buddha di Padang Lawas, Sumatera Utara,” kata Herry. Ia menekankan bahwa Yupa memiliki nilai sejarah dan arkeologi yang sangat penting, namun hingga kini belum tercatat resmi dalam program Warisan Ingatan Dunia UNESCO.
Herry juga menyoroti peran kolaborasi dalam upaya pelestarian ini. Ia menyebut kehadiran Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Komda Jabodetabek dan perwakilan BRIDA Kutai Kartanegara sebagai bagian penting dari perluasan perspektif terhadap situs-situs sejarah.
“BRIN siap berkolaborasi dengan Kementerian Kebudayaan dan pemerintah daerah untuk memperkuat upaya pelestarian, termasuk pengajuan Yupa ke UNESCO. Pengakuan UNESCO akan menjadi bukti bahwa peradaban Nusantara diakui sebagai bagian penting dari warisan dunia,” jelasnya.
Peran Daerah dan Dukungan Internasional
Semangat yang sama juga hadir dari Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Ismunandar. Lewat video sambutannya, ia menegaskan pentingnya pengusulan prasasti Yupa ke dalam program Warisan Ingatan Dunia UNESCO.
“Yupa yang berasal dari abad ke-4 Masehi menjadi catatan sejarah yang jauh lebih tua dibandingkan dokumen-dokumen Indonesia lain yang sudah diakui UNESCO,” tegasnya. Menurutnya, dukungan dari arkeolog, akademisi, dan institusi riset sangat penting untuk memperkuat nominasi ini. Ia juga menekankan perlunya sosialisasi luas agar masyarakat memahami nilai penting prasasti Yupa.
Di tingkat lokal, Kepala Bidang Sosial dan Kependudukan BRIDA Kutai Kartanegara, Tulus Sutopo, menyebut bahwa pemerintah daerah terus berupaya mengembangkan situs Muara Kaman, meski sempat terkendala efisiensi anggaran.
“Pemerintah daerah berkomitmen menjalin kerja sama strategis dengan BRIN untuk menyusun heritage impact assessment sebagai peta jalan pengembangan kawasan situs Muara Kaman,” sebut Tulus.
Ia menekankan bahwa kajian ini penting untuk memastikan bahwa setiap langkah revitalisasi situs bersejarah memiliki landasan ilmiah dan berkelanjutan. BRIDA pun berkomitmen untuk memprioritaskan dukungan terhadap pelestarian warisan budaya Kutai pada tahun-tahun mendatang.
Nilai Historis dan Linguistik
Kepala Pusat Riset Arkeologi Prasejarah dan Sejarah (PRAPS-BRIN), Irfan Mahmud, mengungkapkan bahwa Yupa menyimpan nilai historis dan linguistik yang tinggi. Dari tujuh prasasti Yupa yang ditemukan di Muara Kaman, baru empat di antaranya berhasil dibaca dengan baik. Sementara tiga lainnya masih memerlukan kajian epigrafi mendalam.
“Yupa bukan sekadar prasasti tertua di Indonesia, tetapi juga menyimpan grand narrative yang menjembatani perkembangan bahasa Indo-Arya dengan bahasa-bahasa lokal di Nusantara,” jelas Irfan.
Ia pun mendorong sinergi antar-lembaga, termasuk BRIN, Kementerian Kebudayaan, IAAI, dan komunitas heritage untuk membentuk kelompok kerja lintas sektor demi memperkuat pelestarian situs Muara Kaman. Ia menambahkan bahwa penguatan identitas lokal juga menjadi kunci agar pengakuan internasional bisa tercapai.
Beberapa langkah konkret yang ia dorong. Ini meliputi pembangunan replika Yupa di pusat kota, penguatan lanskap budaya, serta penghidupan kembali narasi Kutai Kuno melalui tradisi lokal seperti Erau. “Yupa adalah aset pengetahuan dan kebanggaan nasional yang tetap relevan hingga masa kini,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua IAAI Komda Jabodetabek, Berthold DH Sinaulan, menyatakan bahwa Yupa menjadi penanda transisi penting dari masa prasejarah ke sejarah. Ia mendukung penuh pengajuan ini ke UNESCO, dan menegaskan pentingnya penelitian terhadap bahasa Melayu kuno sebagai akar bahasa Indonesia modern.***
(Tim Smartrt.news/Kontributor Achmad/BRIN)