Menanti Lampu Hijau: Perjalanan Panjang Balikpapan Mewujudkan Insinerator Ramah Lingkungan

sampah manggar
Salah satu lokasi pembuangan sampah akhir di Manggar, Balikpapan Timur.(Foto:smartrt.news/ho DLH)

Smartrt.news, BALIKPAPAN – Di sebuah lahan seluas 5 hektare di kawasan TPAS Manggar, mimpi besar Kota Balikpapan tengah menunggu waktu untuk diwujudkan. Sebuah proyek ambisius yang digadang-gadang akan menjadi tonggak baru dalam pengelolaan sampah modern: pembangunan insinerator, fasilitas pembakaran sampah bersuhu tinggi yang mampu mengubah tumpukan limbah menjadi energi.

Namun, impian itu belum bisa segera diwujudkan. Ada satu hal yang masih menjadi penghambat—regulasi dari pusat dalam bentuk Keputusan Presiden (Keppres). Tanpa itu, semua rencana yang telah matang, semua kajian dan kerja sama yang disusun sejak 2022, masih harus menunggu.

“Lahan sudah kami siapkan, teknologinya sudah dipelajari, tapi kami tidak bisa melangkah lebih jauh sebelum ada dasar hukum nasional yang mengatur pembangunan insinerator,” ujar Sudirman Djayaleksana, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Balikpapan, Senin (12/5/2025).

Dari Sampah Menjadi Energi: Harapan Besar di Manggar

Insinerator bukan teknologi baru, tapi untuk Kalimantan Timur, ini bisa menjadi yang pertama. Menggunakan suhu pembakaran antara 850 hingga 1.200 derajat Celsius, alat ini mampu mengurangi volume sampah hingga 96 persen. Bahkan lebih dari itu, prosesnya dapat menghasilkan energi listrik—sebuah potensi besar bagi kota yang terus tumbuh ini.

Balikpapan sendiri menghasilkan sekitar 400 ton sampah per hari, dan sebagian besar masih ditumpuk di zona-zona TPAS yang kini makin sesak. Dalam beberapa tahun, tepatnya pada 2028, kapasitas TPAS Manggar diprediksi akan mencapai batas maksimal.

“Kalau tidak ada terobosan, kota ini akan tenggelam dalam gunungan sampah. Tapi insinerator bisa jadi solusinya,” jelas Sudirman.

Ketika Teknologi Harus Menunggu Regulasi

Sudirman mengungkapkan bahwa pembangunan insinerator telah didiskusikan langsung dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan saat kunjungan ke Balikpapan. Responsnya positif, tapi tetap ada satu pesan penting: tunggu Keppres keluar terlebih dahulu.

“Pak Menteri menyampaikan bahwa proyek ini sangat potensial, tapi harus sesuai aturan. Mereka sedang menyusun standar teknis—berapa ton per hari yang bisa diolah, kriteria emisi, dan lainnya,” jelas Sudirman.

Sementara itu, lahan 5 hektare tetap dibiarkan kosong namun siap pakai. Rencana pun sudah menyeluruh, termasuk mengolah kembali sampah lama dari zona 1 hingga zona 5 yang sudah penuh. Tumpukan itu nantinya akan “ditambang” dan dimasukkan ke dalam insinerator, mengurangi beban TPAS sekaligus memberi nilai tambah berupa listrik sebagai energi terbarukan.

Dari Kajian ke Aksi: Siap Bergerak

Balikpapan tidak bekerja sendiri. Sejak 2022, DLH telah berkolaborasi dengan Kementerian Keuangan dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dalam penyusunan kajian pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. Tujuannya bukan hanya efisiensi, tetapi transisi menuju ekonomi sirkular yang ramah lingkungan.

“Kita tidak ingin TPA terus-terusan jadi tempat buang akhir. Kita ubah konsepnya menjadi pengelolaan berbasis teknologi. Insinerator adalah bagian dari evolusi itu,” tambah Sudirman.

Selain insinerator, Balikpapan juga tengah membangun TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu) dan Pusat Daur Ulang (PDU), menjadikan kota ini sebagai pionir dalam upaya pengelolaan sampah berkelanjutan di wilayah Kalimantan.

Sudirman menyebut, jika semua berjalan lancar dan Keppres terbit dalam waktu dekat, maka insinerator Manggar bisa mulai dibangun dalam tahun ini, dan diharapkan akan memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat.

“Kami siap. Lahan sudah ada, dokumen sudah disiapkan. Tinggal menunggu regulasi. Begitu Keppres keluar, kita langsung jalan,” tegasnya.

(Tim Smartrt.news/anang/sumber: DLH Balikpapan)