Menaker Terbitkan Edaran, THR Wajib Dibayar H-7 Lebaran

THR
Ilustrasi, tunjangan hari raya. (Freepik)

SMARTRT.NEWS – Menteri Ketenagakerjaan Yassierli resmi menerbitkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja. Menaker menegaskan pencairan THR wajib dilakukan secara penuh atau tidak dicicil, dengan tenggat waktu H-7 Hari Raya Idul Fitri 2025.

“THR wajib dibayarkan 7 hari sebelum Hari Raya. Harus dibayar penuh. Saya minta semua perusahaan memberikan perhatian pada ketentuan ini,” tegas Menaker Yassierli, melalui keterangan resminya, Selasa (11/3/2025).

Ia menegaskan pekerja yang sudah bekerja selama 12 bulan berturut-turut, besaran THR nya satu bulan gaji. Adapun untuk karyawan yang memiliki masa kerja minimal 1 bulan secara terus-menerus dan kurang dari 12 bulan, THR diberikan secara proporsional.

Menaker bilang pemberian THR ini kewajiban yang harus dilaksanakan perusahaan kepada para pekerjanya. Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 yang mengatur kebijakan pengupahan di Indonesia serta tentang tunjangan hari raya keagamaan bagi pekerja/buruh di perusahaan.

Dalam Pasal 2 Ayat (1) Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, bahwa pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus-menerus atau lebih.

Sejarah THR

Melansir situs Indonesia LIPI, THR itu hak pendapatan bagi pekerja menjelang hari raya keagamaan sesuai peraturannya. Di Indonesia, tradisi pemberian THR sudah ada sejak tahun 1951.

Tradisi pemberian THR pertama kali awalnya sejak era kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi pada masa Presiden Soekarno, April 1951. Salah satu program kerja kabinet Soekiman adalah meningkatkan kesejahteraan Pamong Pradja, kini kita kenal sebagai PNS.

Pada 1952, Pemerintah Indonesia hanya memberlakukan aturan THR untuk para PNS. Hal ini memicu protes dari para buruh di perusahaan swasta yang menuntut keadilan. Para buruh melakukan aksi mogok kerja sebagai bentuk protes kepada pemerintah agar mereka juga mendapatkan tunjangan serupa.

Perjuangan para buruh akhirnya membuahkan hasil. Pada 1994, pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja mengeluarkan aturan resmi tentang THR di Indonesia. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No.04/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.

Kemudian, pada 2003, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pada era Presiden Megawati Soekarnoputri. Undang-undang ini semakin memperjelas aturan THR di Indonesia dan memberikan payung hukum yang kuat bagi pemberian THR.

Menariknya, Indonesia bukanlah satu-satunya negara di dunia yang menerapkan THR. Di Belanda, misalnya, pekerja wajib menyumbangkan sebagian gaji mereka (minimal delapan persen dari total gaji atau 8,33 persen untuk pekerja sementara) sebagai bentuk tunjangan liburan. Perusahaan di Belanda juga memberikan Tunjangan Liburan kepada karyawan.

Besaran THR

Di Indonesia, pemberian THR berupa maksimal satu kali gaji bulanan dan menjadi hak karyawan.

Selanjutnya, setiap perusahaan wajib memberi Tunjangan Hari Raya itu untuk seluruh karyawannya. Pemberian THR ini berlaku kepada pekerja kontrak, tetap, pekerja lepas baik di BUMN, swasta, maupun pemerintah.

Besaran THR maksimal satu kali gaji bulanan. Bagi karyawan yang baru bekerja di bawah satu tahun akan mendapatkan THR secara proporsional. Sementara untuk karyawan yang telah bekerja minimal satu tahun bahkan lebih akan mendapatkan THR sebesar satu kali gaji bulanan.

Di Indonesia, dalam lingkup pemerintahan, THR kerap berganti istilah gaji ke-13 bagi karyawan. Istilah ini mengacu kepada rezeki tambahan untuk karyawan menjelang momen Lebaran.