LSP Universitas Mulia: Sertifikasi Kompetisi Ibarat Mata Uang di Pasar Global

SMARTRT.NEWS – Kepala Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Universitas Mulia Balikpapan, Mada Aditya Wardhana, menekankan pentingnya sertifikasi kompetensi berbasis Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) sebagai solusi strategis untuk meningkatkan daya saing lulusan dan pekerja di era global.
Ia menjelaskan bahwa sertifikasi kompetensi memberikan pengakuan formal atas keterampilan dan pengetahuan seseorang.
Bahkan, ia mengibaratkannya sebagai “mata uang” di pasar kerja internasional. Oleh karena itu, sertifikasi kompetensi menjadi sangat penting bagi individu yang ingin berkarir di era global.
“Sertifikasi kompetensi memudahkan konversi di berbagai negara, seperti halnya mata uang. Lebih mudah daripada mengkonversi ijazah. Sebab ijazah hanya diakui di negara lembaga pendidikannya berada,” ujarnya. Dengan demikian, sertifikasi kompetensi memberikan nilai tambah bagi lulusan dalam mencari pekerjaan di luar negeri.
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menetapkan sertifikasi kompetensi setara dengan ijazah, sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. KKNI mengakui pengalaman kerja sebagai salah satu jalur untuk mencapai kompetensi.
“Jangan sampai kita menyebut sertifikat BNSP itu sebagai SKPI. Sertifikat BNSP itu setara dengan ijazah. SKPI itu hanya surat keterangan,” tegasnya, melalui laman Universitas Mulia.
Universitas Mulia Gelar Bimtek untuk Dosen
Mada menyampaikan hal itu di hadapan 32 dosen dari berbagai program studi yang mengikuti Bimtek penyusunan Materi Uji Kompetensi (MUK) untuk LSP di Universitas Mulia.
Bimtek ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dosen dalam menyusun MUK yang relevan dengan kebutuhan industri, sekaligus meningkatkan daya saing lulusan di era global.
Sertifikasi Kompetensi: Proses Etis dan Akuntabel
Mada memperingatkan tentang dampak serius dari penyelewengan sertifikasi, yang setara dengan pemalsuan ijazah. Ia menekankan etika dan akuntabilitas dalam proses sertifikasi. Sertifikat BNSP memiliki fitur keamanan seperti hologram, barcode, dan nomor seri yang terhubung dengan database nasional.
SKKNI: Acuan Menyusun Kurikulum dan RPS
Mada mendorong para dosen untuk memanfaatkan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) sebagai acuan dalam menyusun kurikulum dan RPS (Rencana Pembelajaran Semester).
Menurutnya, SKKNI dapat menjadi SOP di industri, MUK dalam sertifikasi, dan kurikulum berbasis kompetensi di pendidikan formal.
Ia bertanya, “Apa yang diajarkan? Unit kompetensi. Apa yang disertifikasi? Unit kompetensi. Apa yang dilakukan di dunia kerja? Unit kompetensi.”
Mada menekankan perlunya integrasi KKNI dalam penyusunan MUK. KKNI tidak hanya menjadi acuan kurikulum, tetapi juga peta karir berbasis level kualifikasi (1-9) yang harus selaras dengan kebutuhan industri.
“Di industri, kenaikan jabatan harus linier sesuai rumpun kompetensi. Misal, dari marketing ke keuangan itu tidak mungkin. Ini harus tercermin dalam skema sertifikasi,” jelasnya.
Ia mencontohkan kode okupasi internasional (misal: 2419 untuk Asesor Kompetensi) yang memudahkan rekognisi sertifikat di luar negeri.
Tiga Jalur Pembelajaran dalam Penyusunan MUK
Dalam Bimtek itu, ia mengajak seluruh peserta untuk menyusun MUK dengan memetakan tiga jalur pembelajaran, yaitu jalur formal, pelatihan kerja, dan pengalaman kerja.
“Multi entry multi exit system memungkinkan mahasiswa keluar masuk sesuai capaian pembelajaran. Jika putus studi, mereka tetap punya sertifikat kompetensi untuk bekerja,” ujarnya.
Perguruan Tinggi Harus Beradaptasi
Mada juga menyoroti pesatnya pertumbuhan LSP di sektor industri, seperti Pupuk Kaltim, FORNAS, dan PAMA. Ia mendorong perguruan tinggi untuk tidak ketinggalan dalam menyusun skema sertifikasi berbasis SKKNI. “Industri sudah mulai banyak memiliki LSP. Jika kampus tidak segera beradaptasi, lulusan kita akan kalah saing,” tandasnya.
Selain itu, ia juga mengkritisi prodi seperti Hukum dan PAUD yang belum memiliki skema sertifikasi yang kuat. Kendati demikian, ia juga mendorong asosiasi profesi untuk mengambil peran dalam pengembangan skema sertifikasi.
“Bekali mahasiswa dengan sertifikat kompetensi sejak dini. Ini adalah bentuk tanggung jawab kita agar mereka siap kerja, bahkan jika tidak menyelesaikan studi,” tuturnya.
Redaksi
BACA JUGA