Legislator Senayan Cecar Pertamina Soal BBM Oplosan

SPBU
SPBU di Balikpapan.

SMARTRT.NEWS – Lesgilator Senayan dari Komisi VI DPR Fraksi PDI-P Mufti Anam mengkritik para petinggi PT Pertamina yang enggan membahas kasus bensin Pertamax oplosan.

Padahal DPR telah menanti lama dan meluangkan waktu untuk menggelar rapat dengar pendapat. Mereka menghelat RDP antara Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri beserta holdingnya dengan Komisi VI DPR.

Mufti mengaku kecewa mereka sudah menunggu rapat tersebut digelar selama berminggu-minggu.

“Pada RDP kali ini, jujur saja, Pak, kami kecewa. Kami tunggu-tunggu dari tadi paparan soal ter-update Pertamax oplosan, tapi tidak ada sebait kata pun yang menjelaskan di kesempatan ini,” ujar Mufti, melalui laman DPR, menukil di Balikpapan pada Sabtu (15/3/2025).

Ia melanjutkan kekecewaannya, “Kami menunggu-nunggu rapat ini dari berminggu-minggu yang lalu, sampai kami coba ingatkan di grup Komisi VI dan sebagainya. Alhamdulillah terlaksana. Tapi, juga tidak bisa mengurangi kegundahan kami dan masyarakat kami, Pak,” sesalnya.

Mufti mengingatkan saat ini rakyat sedang marah besar terhadap Pertamina. Ia menyebut, masyarakat merasa ditipu Pertamina selama bertahun-tahun lamanya.

“Innalilahi wa innailaihi rajiun, Pak, di tengah bulan suci Ramadhan, seluruh rakyat marah, Pak. Marah besar,” ujarnya.

Bom Waktu Kasus Pertamina

Ia mengaku memilki kerabat  yang setiap hari setiap bertemu selalu mengungkapkan kemarahannya karena kesal terhadap kasus Pertamina.

“Mereka kecewa begitu mendalam terhadap Pertamina karena merasa tertipu bertahun-tahun selama ini,” imbuh Mufti.

Ia lantas mengenang masa-masa pada Desember 2024 lalu, saat DPR sudah mempertanyakan kualitas BBM Pertamina. Ia bilang, apa yang DPR khawatirkan saat itu ternyata menjadi bom waktu yang saat ini meledak.

Untuk itu ia berharap, korupsi yang sudah ditangani Kejaksaan, yaitu Pertamax oplosan, yang sudah merugikan negara lebih dari Rp 1.000 triliun, ada penjelasan sejelas-jelasnya dari Pertamina.

Jika benar sampai ada kontrak oplosan pun, lanjutnya, maka ini orkestrasi kejahatan totalitas yang masif dan terstruktur oleh Pertamina.

“Sebab, selain membuat negara merugi, Pertamina menyakiti dan mengkhianati masyarakat,” tegasnya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, menyebutkan bahwa kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina subholding periode 2018-2023 bisa lebih besar dari Rp 193,7 triliun.

Sebab angka tersebut hanya untuk kerugian pada 2023. Sedangkan, tindak pidana korupsi ini telah terjadi sejak 2018 hingga 2023.

“Secara logika hukum, logika awam, kalau modusnya itu sama, ya, berarti kemungkinan lebih,” ujar Harli kepada awak media.

Apabila angka tersebut kali lima, sesuai rentan waktu terjadinya perkara, maka kerugian bisa mencapai sekitar Rp 968,5 triliun atau hampir 1 kuadriliun.

Meski begitu, belum ada konfirmasi dari Kejagung soal total kerugian negara akibat Pertamax oplosan. Harli mengatakan hal itu masih perlu pemerksaan lebih dalam.

“Tentu ahli keuangan yang akan menghitungnya,” ujarnya.