KPU Siap Hadapi Pemilu Terpisah, Tapi Politik Uang Mengintai!

Oleh editor johan pada 06 Jul 2025, 13:46 WIB
Pemilu tak lagi serentak (Foto : Info Publik)

Pemilu tak lagi serentak (Foto : Info Publik)

Smartrt.news, BALIKPAPAN — Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Mochammad Afifuddin menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan daerah sebagai titik awal perbaikan menyeluruh sistem kepemiluan Indonesia. Meski diwarnai tantangan, KPU menyatakan siap menjalankan amanat konstitusi tersebut.

“Kita harus memposisikan putusan ini sebagai satu titik untuk perbaikan pemilu,” tegas Afifuddin dikutip dari Info Publik.

Pemilu Terpisah: Tantangan Baru, Komitmen Lama

Putusan MK yang diputuskan pada 26 Juni 2025 mengatur bahwa pemilu nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu antara dua hingga dua setengah tahun. Pemilu nasional meliputi pilpres, DPR, dan DPD, sementara pemilu daerah mencakup DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah.

Afifuddin menegaskan, KPU tidak akan mundur menghadapi tantangan teknis dan logistik yang akan muncul dari pemisahan pemilu ini.

“Pemilu paling rumit se-Indonesia bahkan sedunia seperti 2019 dan 2024 sudah kami jalankan. Jadi, KPU siap,” ujarnya optimis.

Desak Seleksi Penyelenggara Pemilu Serentak

Meski mendukung putusan MK, Afifuddin menggarisbawahi satu persoalan mendasar: seleksi penyelenggara pemilu yang masih dilakukan secara tidak serentak, bahkan kerap terjadi menjelang hari pemungutan suara.

“Ini yang kami sampaikan sejak 2022. Keserentakan seleksi sangat penting agar penyelenggara bisa bekerja maksimal,” tegasnya.

Bawaslu Soroti Risiko Politik Uang dan Biaya Pemilu Meningkat

Di sisi lain, Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menilai pemisahan pemilu justru berpotensi memunculkan sejumlah persoalan serius, mulai dari meningkatnya biaya pemilu, memisahnya kerja-kerja kampanye partai, hingga maraknya praktik politik transaksional.

“Kerja kampanye tidak lagi dalam satu paket. Ini bisa meningkatkan potensi politik uang dan jual beli tiket pencalonan,” kata Bagja.

Ia juga mengingatkan bahwa persaingan menuju kursi DPR pusat akan semakin keras, memicu kerawanan “buying candidacy” atau pembelian pencalonan, yang merusak integritas demokrasi.

Momentum Perombakan Total Tata Kelola Pemilu?

Putusan MK yang bersifat final dan mengikat ini membuka peluang besar untuk merombak total arsitektur pemilu Indonesia. Namun, para pakar pemilu menilai keberhasilan implementasi sangat tergantung pada kesiapan regulasi turunan, konsolidasi lembaga pemilu, dan penguatan pengawasan.

(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : Info Publik)