KKN Bukan Lagi Formalitas: Universitas Mulia Dorong Transformasi Nyata lewat Aksi Mahasiswa di Masyarakat

Oleh editor johan pada 21 Jul 2025, 19:36 WIB
Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si., saat pelepasan 420 mahasiswa KKN Angkatan ke-5 Tahun 2025 di Ballroom Cheng Hoo Universitas Mulia. (foto : Humas Universitas Mulia)

Rektor Universitas Mulia, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si., saat pelepasan 420 mahasiswa KKN Angkatan ke-5 Tahun 2025 di Ballroom Cheng Hoo Universitas Mulia. (foto : Humas Universitas Mulia)

Di ruang kerja yang sederhana namun penuh pemikiran strategis, Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Ahsin Rifai, M.Si., Rektor Universitas Mulia, berbicara tidak dengan nada seremoni, tapi dengan kepercayaan bahwa Kuliah Kerja Nyata (KKN) bisa menjadi motor perubahan nyata.

Senin 21 Juli 2025, di Gedung Ceng Ho Balikpapan, ia baru saja melepas 420 mahasiswa KKN Angkatan ke-5 Tahun 2025 — bukan hanya sebagai akademisi, tapi sebagai pemimpin yang ingin memutus siklus KKN sebagai rutinitas akademik tanpa dampak.

“KKN bukan hanya soal memenuhi SKS. Ia harus menjadi jembatan antara teori kampus dan realitas masyarakat,” tegasnya, dalam wawancara.

Empat Dampak Nyata yang Harus Terjadi

Prof. Ahsin menolak melihat KKN hanya sebagai kumpulan laporan akhir yang rapi. Ia merumuskan empat ranah dampak sebagai tolok ukur keberhasilan:

  • Sosial: ada partisipasi warga, transfer pengetahuan, dan perubahan perilaku.
  • Ekonomi: munculnya UMKM, naiknya pendapatan, hingga penerapan teknologi tepat guna.
  • Lingkungan: pengelolaan sampah, penghijauan, dan tumbuhnya kesadaran ekologi.
  • Kelembagaan: organisasi lokal diperkuat, sistem administrasi diperbaiki, program dilanjutkan pasca-KKN.

“Indikator terbaik adalah saat program mahasiswa diteruskan warga, masuk RPJMDes, atau bahkan direplikasi ke wilayah lain,” ujarnya lugas.

Strategi: Dari Kaderisasi Hingga Integrasi Riset

Tantangan utama, menurutnya, justru muncul setelah mahasiswa kembali ke kampus. Untuk itu, lima strategi jangka panjang disiapkan:

  1. Pendampingan lanjutan oleh dosen dan alumni.
  2. Kemitraan formal melalui MoU atau PKS dengan kelurahan.
  3. Integrasi hasil KKN ke dalam riset dan pengabdian dosen.
  4. Dokumentasi dan pelaporan sebagai landasan replikasi program.
  5. Kaderisasi lokal, agar ada tokoh masyarakat yang meneruskan program.

“Kalau mahasiswa pulang dan program mati, itu bukan sukses. Kita harus pastikan KKN hidup setelah tim pulang,” tegas Prof. Ahsin.

Dosen Pembimbing Tak Boleh Pasif

Dalam pandangannya, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) bukan sekadar tanda tangan laporan. Mereka harus menjadi jembatan antara metodologi ilmiah dan kebutuhan lokal.

“DPL harus bantu mahasiswa sejak awal: memetakan masalah, merancang program, membina, bahkan mendampingi sampai menghasilkan publikasi atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI),” jelasnya.

Sinergi Nyata dengan Pemerintah Wilayah

Untuk memastikan KKN tak menjadi beban administratif bagi kelurahan, kampus menyiapkan pendekatan sistematis:

  • Aparat kelurahan dilibatkan sejak awal.
  • Disusun MoU dan forum koordinasi.
  • Tim teknis kampus disiapkan untuk dukungan lapangan.
  • Mahasiswa diminta hadir membawa solusi riil, seperti digitalisasi layanan kelurahan atau pelatihan kewirausahaan warga.

“Kalau semua berjalan, KKN bukan jadi gangguan, tapi kolaborasi pembangunan yang konkret,” ujarnya.

Kampus Sebagai Sekolah Nilai dan Karakter

Lebih dari sekadar luaran proyek, Prof. Ahsin percaya bahwa KKN adalah laboratorium karakter. Mahasiswa tak hanya belajar empati dan gotong royong, tapi juga integritas, kemandirian, dan kecintaan pada tanah air.

“Karakter tidak lahir di kelas. Ia ditempa langsung dari interaksi dengan masyarakat,” ungkapnya.

Kesalahan Klasik yang Harus Ditinggalkan

Di akhir wawancara, Rektor menyebutkan lima pola gagal yang harus ditinggalkan dalam pelaksanaan KKN:

  1. Program tanpa pemetaan masalah.
  2. Dosen pembimbing pasif.
  3. Kegiatan hanya bersifat seremonial.
  4. Monitoring yang lemah.
  5. Tidak ada tindak lanjut pasca-KKN.

“Kalau program berhenti begitu mahasiswa pulang, itu artinya gagal. KKN tidak boleh jadi rutinitas kosong,” pungkasnya.

Universitas Mulia, di bawah kepemimpinan Prof. Ahsin, sedang menulis ulang makna KKN. Bukan sekadar bentuk pengabdian, tetapi bagian dari pergerakan kampus untuk menjadi pusat solusi dan transformasi sosial. Sebuah kampus technopreneur yang tak hanya mencetak sarjana, tapi juga agen perubahan.

(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : Humas Universitas Mulia)

Tinggalkan Komentar