KKJ Desak Kejagung Libatkan Dewan Pers dalam Penanganan Kasus Direktur JakTV

id card jurnalis
Kartu pengenal jurnalis. (foto:smartrt.news/kbk.news)

Poin-Poin Utama:

  1. Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) kritik langkah Kejaksaan Agung yang jadikan konten berita sebagai alat bukti tanpa koordinasi dengan Dewan Pers.
  2. Menilai pemberitaan tidak bisa dikategorikan sebagai tindakan obstruction of justice.
  3. KKJ dorong proses hukum tetap akuntabel tanpa mengancam kebebasan pers.

JAKARTA — Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menegaskan pentingnya koordinasi antara Kejaksaan Agung dengan Dewan Pers sebelum menjadikan karya jurnalistik sebagai alat bukti dalam kasus hukum. Hal ini disampaikan menyusul penetapan tiga tersangka dalam dugaan obstruction of justice kasus suap ekspor crude palm oil (CPO), salah satunya adalah Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar.

“Kami tidak menolak upaya pemberantasan korupsi, tapi jangan jadikan karya jurnalistik sebagai kambing hitam. Penilaian terhadap berita harus dilakukan Dewan Pers, bukan langsung dibawa ke ranah pidana,” ujar Erick Tanjung, Koordinator KKJ.

Penetapan tersangka diumumkan Kejaksaan Agung melalui siaran pers resmi. Selain Tian Bahtiar, dua pengacara, Junaedi Saibih dan Marcela Santoso, juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyebarluaskan berita yang dianggap mengganggu penyidikan kasus besar yang melibatkan tiga perusahaan CPO.

Konten Jurnalistik Bukan Bukti Obstruction of Justice

KKJ menyatakan bahwa penggunaan karya jurnalistik sebagai bukti obstruction of justice melanggar prinsip kebebasan pers. Menurut KKJ, pemberitaan tidak bisa dianggap sebagai tindakan langsung yang menghalangi jalannya hukum. Oleh karena itu, lembaga ini meminta agar konten yang dijadikan barang bukti dinilai terlebih dahulu oleh Dewan Pers.

“Karya jurnalistik harus dilihat sebagai bentuk kontrol sosial, bukan ancaman terhadap penegakan hukum,” lanjut Erick.

KKJ juga menyoroti dihapusnya beberapa konten dari media JakTV, yang dinilai menutup akses publik untuk mengevaluasi apakah konten tersebut mengandung pelanggaran etik atau sekadar kritik terhadap proses hukum.

Kejagung Dinilai Abaikan MoU dengan Dewan Pers

KKJ mengingatkan bahwa Kejaksaan dan Dewan Pers memiliki nota kesepahaman (MoU) yang mengatur pentingnya koordinasi terkait pemberitaan yang berujung sengketa. Tanpa keterlibatan Dewan Pers, risiko kriminalisasi terhadap jurnalis dan media menjadi semakin besar.

Seruan KKJ: Evaluasi Pasal dan Perkuat Perlindungan Jurnalis

Dalam pernyataan resminya, KKJ mendesak:

  1. Kejaksaan Agung segera berkoordinasi dengan Dewan Pers terkait konten media yang dijadikan alat bukti.
  2. Evaluasi penggunaan Pasal 21 UU Tipikor yang dinilai bisa menjadi pasal karet terhadap kritik publik.
  3. Dewan Pers melakukan pemeriksaan etik terhadap jurnalis terkait agar publik mendapat kejelasan dan keadilan.

KKJ menutup pernyataan dengan dorongan agar jurnalis tetap profesional dan memegang teguh kode etik jurnalistik, serta menolak praktik suap dan penyalahgunaan profesi.


(Tim Smartrt.news/anang/sumber:KKK)