Ketika Rakyat Bicara: Ledakan Laporan Etik Hakim dan Alarm Integritas Peradilan

Anggota KY Joko Sasmito didampingi Juru Bicara Mukti Fajar Nur Dewata saat menyampaikan laporan penanganan masyarakat dugaan pelanggaran KEPPH Januari - April 2025 (Foto : Komisi Yudisial)
Smartrtnews, JAKARTA – Awal tahun 2025 menjadi babak baru bagi Komisi Yudisial (KY). Di tengah arus deras ketidakpercayaan publik terhadap sistem hukum, satu hal mencuat dengan jelas: masyarakat mulai bersuara lebih lantang.
Bayangkan, hanya dalam empat bulan pertama—Januari hingga April 2025—sebanyak 401 laporan masyarakat mengalir ke meja KY. Bandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang “hanya” mencatat 267 laporan.
Lonjakan ini bukan sekadar angka, tapi sinyal bahwa publik kini lebih berani menuntut etika ditegakkan di balik palu keadilan.
“Tren ini menunjukkan bahwa kesadaran publik meningkat. Mereka tidak diam lagi saat melihat hakim menyimpang,” ujar Anggota KY, Joko Sasmito dalam keterangan tertulisnya.
Di Balik Angka: Cerita dari Jakarta, Bandung, hingga Medan
Mayoritas laporan berasal dari kota-kota besar—Jakarta (84), Jawa Barat (61), Jawa Timur (41), dan Sumatera Utara (38). Wilayah padat penduduk dan sentra perkara hukum. Mereka yang mungkin dulu hanya bisa mengelus dada, kini memanfaatkan saluran resmi: pos, email, bahkan situs pelaporan KY.
Jenis perkara yang dilaporkan pun beragam. Perdata mendominasi dengan 241 laporan, diikuti pidana (79 laporan), lalu perkara agama, TUN, niaga, hingga korupsi. Satu demi satu masuk, satu demi satu ditelaah.
Dari total 401 laporan, 344 dinyatakan layak diproses. Sebanyak 51 di antaranya mendapat lampu hijau untuk ditindaklanjuti ke tahap pemeriksaan.
Palu yang Dipertanyakan: Ketika Putusan Memicu Kecurigaan
Tapi tidak semua laporan bersifat umum. Beberapa menyangkut putusan besar yang mengguncang opini publik. Salah satunya: vonis 6 tahun 6 bulan kepada terdakwa kasus korupsi timah bernilai Rp300 triliun di PN Jakarta Pusat. KY membenarkan bahwa majelis hakim kasus tersebut telah diperiksa secara tertutup.
Tak hanya itu. KY juga menaruh perhatian pada vonis bebas warga asing yang didakwa terlibat dalam penambangan emas ilegal 774 kilogram di Kalimantan Barat. Tim investigasi langsung dikerahkan. KY ingin tahu: apakah palu hakim dipukul dengan integritas, atau dengan kepentingan?
Dalam kasus lain, seorang hakim kasasi dinyatakan melanggar KEPPH. KY pun mengusulkan sanksi resmi kepada Mahkamah Agung. Dan dalam perkara ekspor sawit, empat hakim tengah diselidiki karena diduga menerima suap dan gratifikasi. KY bekerja paralel dengan kejaksaan, memastikan penegakan etik tidak tumpang tindih dengan hukum pidana.
Lebih dari Sekadar Laporan
Bukan hanya angka yang bekerja di balik layar. KY telah memanggil 179 orang—pelapor, saksi, ahli, dan hakim terlapor. Pemeriksaan dilakukan tatap muka dan juga daring, demi menjangkau laporan dari pelosok.
Dari 36 hakim yang dipanggil, 34 hadir. Dua lainnya absen, namun proses tetap berjalan. Karena bagi KY, satu laporan pun bisa jadi pintu masuk untuk membenahi sistem yang lebih besar dari satu orang: sistem keadilan itu sendiri.
Menjaga Asa: Etik Bukan Sekadar Formalitas
Di tengah kelelahan publik pada drama peradilan, KY berdiri sebagai pagar etik. Menjaga agar palu tetap berpihak pada kebenaran, bukan kepentingan. “Kami pastikan, setiap laporan yang bisa ditindaklanjuti akan diproses secara adil, profesional, dan akuntabel,” tegas Joko.
Pengawasan bukan bentuk perlawanan terhadap hakim, tapi upaya menjaga marwah peradilan. Karena keadilan, jika ingin dipercaya, tak cukup hanya ditegakkan—ia harus tampak ditegakkan.
Tim Smartrtnews/Johan/Sumber : Komisi Yudisial)