Ketika Mahasiswa Gugat UU Sisdiknas, Tuntut Negara Gratiskan Biaya Kuliah
Diterbitkan 23 Jul 2025, 22:43 WIB

Girindra Sandino selaku kuasa hukum para pemohon pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) menyampaikan pokok-pokok permohonan, diruang sidang panel MK, pada Selasa (22/7/2025). Foto: Humas/Panji
Smartrt.news, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi ruang adu argumen soal keadilan pendidikan. Kali ini, sekelompok mahasiswa yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (LMID), bersama empat mahasiswa secara perseorangan, mengajukan uji materi atas Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).
Dalam sidang perdana yang berlangsung Selasa (22/7/2025), para pemohon menyatakan bahwa ketentuan pembatasan usia penerima jaminan dana pendidikan hanya pada rentang 7–15 tahun tidak sesuai dengan konstitusi. Mereka meminta Mahkamah menafsirkan kembali pasal tersebut agar negara menjamin dana pendidikan di semua jenjang, termasuk perguruan tinggi.
“Konsep gratis secara bertahap dapat dilakukan dengan memprioritaskan pembebasan biaya kuliah dan skema dukungan bertarget untuk biaya hidup mahasiswa,” ujar kuasa hukum pemohon, Girindra Sandino, dalam persidangan di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta.
Menurut para pemohon, negara selama ini belum sepenuhnya menjamin hak atas pendidikan tinggi. Mereka menilai, sistem pembiayaan pendidikan saat ini justru memperlebar jurang ketimpangan sosial. Masalah ini, kata mereka, bukan semata isu ekonomi, tetapi menyentuh persoalan struktural yang berkelanjutan.
Ratusan Ribu Mahasiswa Putus Kuliah Gegara Biaya Mahal
Salah satu argumen utama yang diajukan adalah dampak dari mahalnya biaya kuliah. Mengutip data Kementerian Pendidikan Tinggi, para pemohon menyebut ada lebih dari 350 ribu mahasiswa yang berhenti kuliah pada tahun 2023. Kebanyakan berasal dari perguruan tinggi swasta.
Biaya pendidikan tinggi disebut sebagai penghalang serius. Para pemohon menyoroti sistem Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dinilai tidak cukup berpihak kepada mahasiswa dari kalangan kurang mampu. Dalam catatan mereka, rata-rata biaya kuliah pada tahun ajaran 2023/2024 mencapai Rp19,01 juta per tahun, naik hampir 50 persen dibanding satu dekade sebelumnya.
Pasal 11 ayat (2) UU Sisdiknas saat ini berbunyi: “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.”
Para pemohon menilai, ketentuan itu tidak sejalan dengan Pasal 31 dan Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak atas pendidikan tanpa membatasi jenjangnya. Dalam petitumnya, mereka meminta Mahkamah menyatakan pasal tersebut inkonstitusional, dan memaknai ulang bunyinya agar mencakup seluruh jenjang pendidikan secara bertahap.
Catatan Majelis Hakim
Majelis Hakim yang dipimpin Arief Hidayat, serta didampingi Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih, memberi sejumlah catatan. Enny meminta para pemohon menyusun ulang argumentasi konstitusionalnya secara lebih rinci dan logis.
“Bagaimana Saudara membangun sebuah argumentasi yang jelas mengenai bahwa ini harus gratis semua kalau tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar itu bagaimana caranya,” kata Enny.
Arief Hidayat menambahkan, perbandingan dengan negara-negara lain seperti di Skandinavia harus disampaikan dengan konteks yang tepat. Ia menyebut jumlah penduduk, kapasitas anggaran, serta kerangka hukum Indonesia sebagai tantangan tersendiri.
“Di sana jumlah penduduknya sedikit, APBN-nya tinggi, tingkat pendapatan per kapitanya tinggi. Kita harus pikirkan apakah yang Anda ajukan ini realistis untuk dikabulkan,” ujarnya.
Majelis hakim menutup sidang dengan perintah kepada para pemohon untuk memperbaiki permohonan mereka dalam waktu 14 hari. Mahkamah menetapkan tenggat pengajuan perbaikan pada Senin, 4 Agustus 2025 pukul 12.00 WIB.***
(Tim Smartrt.news/Kontributor Achmad/MK RI)