Ketika Banjir Datang dari Proyek Tol: Cerita Warga Karang Joang yang Kehilangan Rasa Aman di Rumah Sendiri

Smartrt.news, BALIKPAPAN, — Setiap kali langit Balikpapan mulai mendung, warga RT 06 Kelurahan Karang Joang, Balikpapan Utara, kini bukan lagi menunggu hujan dengan tenang. Yang mereka rasakan justru cemas—akan datangnya banjir yang kini seperti tamu rutin yang tak diundang.
Hujan yang dulu hanya menggenangi sebentar halaman rumah, kini membawa lumpur, air setinggi mata kaki, bahkan masuk ke ruang kelas sekolah dasar. Sejak proyek pembangunan jalan tol Balikpapan–IKN melintasi kawasan mereka, hidup berubah.
Ilham, seorang warga setempat, menunjuk ke arah parit yang tak lagi terlihat bentuknya. “Air dari kanan kiri jalan tol itu deras sekali. Tapi karena tak ada jalur pembuangan, airnya langsung mengalir ke sekolah, ke rumah-rumah kami. Gorong-gorongnya sudah mati, tertutup tanah proyek,” ucapnya dengan nada lelah.
Keluhan ini bukan hal baru bagi Japar Sodik, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Karang Joang. Ia mencatat, sekitar 70 persen warga RT 06 terdampak langsung banjir yang kini terjadi lebih sering, bahkan saat hujan hanya berlangsung sebentar. “Parit-paritnya terlalu kecil dan dangkal. Hujan sedikit saja langsung meluap,” jelasnya.
Sejak Agustus 2024, kata Japar, kejadian serupa terus berulang. RT 5, RT 48, hingga RT 62 ikut merasakan dampaknya. Meskipun laporan sudah disampaikan ke DPRD Balikpapan, khususnya Komisi III yang menangani infrastruktur, hasilnya belum terasa. “Kami butuh tindakan nyata, bukan sekadar kunjungan dan janji,” ujarnya tegas.
SDN 025 Balikpapan Utara Terdampak
Sementara itu, di SDN 025 Balikpapan Utara, anak-anak harus belajar sambil menghindari genangan air. Kepala sekolah, Hamidansa, bercerita bahwa banjir kali ini lebih sering daripada sebelumnya. “Sejak saya bertugas tahun 2003, baru kali ini banjir sering masuk sekolah. Lumpurnya dari arah proyek tol,” katanya.
Ia menjelaskan, saat air masuk ruang kelas, pembelajaran langsung dialihkan ke rumah. Guru-guru menyiapkan tugas mandiri, dan orang tua diminta mendampingi anak-anak belajar dari rumah. “Kami tidak ingin proses belajar terganggu, tapi keselamatan siswa lebih utama,” ucapnya.
Tokoh masyarakat setempat, Siswanto, menambahkan bahwa banjir bukan hal asing di Karang Joang. Tapi sejak proyek tol dimulai, volume air dan frekuensinya meningkat drastis. “Kalau dulu bisa kami atasi sendiri, sekarang airnya terlalu banyak. Tidak ada saluran air yang layak,” keluhnya.
Warga berharap ada solusi konkret: pembangunan saluran air permanen, normalisasi drainase yang tertutup lumpur, serta pengawasan ketat terhadap dampak proyek infrastruktur.
“Satu hal yang kami ingin tekankan: ini bukan lagi soal ketidaknyamanan, tapi soal kehidupan. Kami tidak ingin anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang terus-menerus tergenang air,” tutup Ilham.
Sebulan Lalu, Komisi III DPRD Balikpapan ke Lokasi
Sementara itu, seperti yang Smartrt.news pantau dari IG kecamatanbalikpapanutara, masalah banjir yang menimpa warga Karang Joang rupanya tak luput dari perhatian pemerintah setempat. Sebulan lalu, tetapnya pada Senin, 14 April 2025, Camat Balikpapan Utara bersama jajaran Komisi III DPRD Kota Balikpapan melakukan kunjungan langsung ke titik-titik rawan genangan di kawasan Kilometer 10, Jalan Tepo.
Didampingi oleh Kasi Trantib, Lurah Karang Joang, dan sejumlah staf kecamatan, rombongan menelusuri saluran-saluran air yang mulai dangkal, tertutup lumpur, dan sebagian besar tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Sorotan utama mereka tertuju pada drainase yang buruk di sekitar jalan tol yang kini disebut warga sebagai sumber utama banjir.
“Kami tidak hanya mendengar dari laporan, tapi ingin melihat langsung kondisinya,” ujar Camat Balikpapan Utara saat meninjau lokasi. Ia menegaskan, langkah awal yang dilakukan adalah berkoordinasi lintas instansi agar solusi jangka pendek segera dijalankan, sambil menyusun strategi jangka panjang yang lebih permanen.
Anggota DPRD dari Komisi III juga menyatakan komitmennya untuk mengawal aspirasi warga hingga mendapatkan penanganan serius dari pihak pengembang maupun pemerintah kota. Kunjungan ini menjadi bentuk nyata bahwa suara masyarakat—yang selama ini hanya terdengar di media sosial atau melalui laporan kelurahan—akhirnya mendapat perhatian langsung dari pengambil kebijakan.***
(Tim smartrt.news/anang)
BACA JUGA