Ketidakjelasan Status Guru dan Tata Kelola Sekolah Rakyat Disorot

Smartrt.news, BALIKPAPAN – Program Sekolah Rakyat besutan Kementerian Sosial RI yang bertujuan memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan berasrama menuai sorotan tajam dari Komisi VIII DPR RI.
Salah satu kritik utama menyasar ketidakjelasan status hukum tenaga pendidik dan kependidikan, yang dinilai dapat menghambat keberlangsungan program dalam jangka panjang.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Haeny Relawati Rini Widyastuti, mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada kejelasan administratif menyangkut posisi kepala sekolah yang berasal dari ASN pemerintah daerah.
Meski disebut akan dipindahkan ke bawah kewenangan pusat, namun SK penempatan formal belum diterbitkan, padahal ini berkaitan dengan regulasi lintas instansi seperti BKN dan KemenPAN-RB.
“Ini sejak awal sudah kami ingatkan ke Kementerian Sosial. Jangan sampai mereka ditugaskan tanpa kejelasan status kelembagaan dan administratif,” tegas Haeny dikutip dari laman DPR.
Tak hanya itu, Haeny juga menyoroti tenaga pengajar lainnya yang mayoritas direkrut sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) langsung oleh Kementerian Sosial. Namun belum ada jaminan berkelanjutan dalam RAPBN 2026 terkait kontrak dan anggaran untuk para pendidik tersebut.
“Kalau kontrak mereka hanya satu tahun, bagaimana nasibnya tahun depan? Apakah diperpanjang atau diganti? Ini menyangkut stabilitas pendidikan dan masa depan guru-guru kita,” tegasnya.
Usulan Penguatan Sistem Asrama dan Pemanfaatan SDM Pamong
Lebih lanjut, Haeny menilai Sekolah Rakyat membutuhkan pendekatan yang berbeda dibanding sekolah umum. Ia mendorong Kementerian Sosial mengadopsi sistem “pamong” layaknya yang diterapkan di Sekolah Taruna Nusantara, dengan memanfaatkan SDM dari 27 UPT Sentra milik Kemensos.
“Kalau sekolah umum belum terbiasa dengan sistem asrama, justru Kemensos punya pengalaman panjang dalam sistem boarding berbasis rehabilitasi sosial,” ujarnya.
Haeny juga mengapresiasi desain fisik sekolah di Sentra Bekasi yang telah 80 persen sesuai blueprint yang disusun bersama Kementerian PUPR, menandakan efisiensi anggaran dan kesiapan infrastruktur.
Namun, ia menegaskan bahwa tantangan terbesar ekspansi Sekolah Rakyat secara nasional justru terletak pada ketersediaan lahan. Ia mengusulkan agar aset-aset idle milik pemerintah provinsi dapat segera dialihfungsikan, mengingat kabupaten/kota tak lagi memegang kewenangan pendidikan menengah atas.
“Daripada cari lahan baru yang butuh proses panjang, lebih baik manfaatkan aset provinsi yang tidak terpakai. Ini bisa mempercepat realisasi target Presiden Prabowo,” pungkasnya.
Kualitas Harus Jadi Fokus Utama
Haeny menekankan bahwa Sekolah Rakyat tak boleh semata dikejar secara kuantitatif, seperti jumlah sekolah atau siswa yang tertampung. Fokus utama harus tetap pada kualitas kurikulum, kejelasan status tenaga pengajar, dan tata kelola kelembagaan.
“Kalau kita mau mewujudkan cita-cita besar Presiden Prabowo, maka pondasi pendidikan asrama ini harus kokoh sejak awal—baik SDM, kurikulum, maupun tata kelola kelembagaannya,” tutupnya.
(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : DPR)
BACA JUGA