Kebijakan Gas Melon dari SBY hingga Prabowo: Era Ledakan hingga Kelangkaan yang Menyita Perhatian

SMARTRT.NEWS – Masyarakat Balikpapan dan berbagai daerah di Indonesia masih sering menghadapi antrean panjang untuk mendapatkan LPG 3kg, atau yang lebih dikenal sebagai tabung gas melon.
Kelangkaan gas melon ini terjadi hampir merata di seluruh Indonesia, terutama akibat kebijakan yang diterapkan oleh Menteri Bahlil. Kebijakan pemerintah yang membatasi penjualan LPG 3kg hanya di pangkalan resmi Pertamina menuai kontroversi, karena masyarakat tidak lagi bisa membelinya di tingkat pengecer.
Namun, Presiden Prabowo akhirnya turun tangan dan membatalkan kebijakan tersebut. Kini, pengecer kembali diperbolehkan menjual gas melon dengan status baru sebagai sub pangkalan.
Sebelum kelangkaan ini terjadi, perjalanan gas melon telah melalui berbagai kebijakan yang dimulai sejak era kepemimpinan SBY-Jusuf Kalla. Berikut rangkuman kebijakan dan peristiwa penting yang mewarnai jejak gas melon di Indonesia.
Era SBY-JK: Awal Mula Konversi Minyak Tanah ke LPG 3kg
Pada tahun 2007, Wakil Presiden Jusuf Kalla meluncurkan kebijakan konversi minyak tanah ke LPG 3kg, yang dikenal sebagai tabung gas melon.
Sebanyak 20 juta tabung LPG 3kg didistribusikan kepada keluarga miskin sebagai target program selama tiga tahun. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada minyak tanah yang dinilai kurang efisien.
Era Maraknya Ledakan Tabung LPG 3kg (2007-2010)
Meski program konversi minyak tanah ke LPG 3kg telah diluncurkan, banyak masyarakat yang belum sepenuhnya beradaptasi. Tragedi ledakan tabung gas melon kerap terjadi dan menjadi sorotan media massa.
Ledakan tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian materiil, tetapi juga memakan korban jiwa. Sayangnya, belum ada data resmi yang mengakumulasi jumlah kejadian ledakan tabung gas melon pada masa itu.
Era Jokowi-JK: Penurunan Signifikan Konsumsi Minyak Tanah
Di era kepemimpinan Jokowi-JK, program konversi minyak tanah ke LPG dinilai sukses. Konsumsi minyak tanah turun drastis dari 9,85 juta KL pada 2007 menjadi hanya 850 ribu KL pada 2015.
Pada tahun 2016, Kementerian ESDM melakukan uji coba subsidi tertutup LPG 3kg untuk memastikan penyaluran subsidi lebih tepat sasaran.
Era Jokowi-Ma’ruf Amin: Tantangan Akurasi Data Subsidi
Pada tahun 2020, Kementerian ESDM terus mencari mekanisme yang tepat untuk menyalurkan subsidi LPG 3kg. Salah satu kendala utama adalah akurasi data penerima subsidi.
Untuk mengatasi hal ini, mulai tahun 2023, Pertamina mewajibkan pembelian gas melon di pangkalan atau agen dengan membawa KTP.
Langkah ini diambil agar subsidi benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan.
Era Prabowo-Gibran: Kebijakan Kontroversial dan Intervensi Presiden
Pada tahun 2025, pemerintah menetapkan kebijakan baru yang membatasi penjualan LPG 3kg hanya di pangkalan resmi Pertamina. Kebijakan ini diterapkan mulai 1 Februari 2025 oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, dengan tujuan mencegah penyelewengan di tingkat pengecer.
Namun, dampaknya justru menimbulkan antrean panjang di berbagai daerah.
Menyikapi hal ini, Presiden Prabowo akhirnya turun tangan dan membatalkan kebijakan tersebut. Kini, pengecer kembali diperbolehkan menjual tabung gas melon dengan status baru sebagai sub pangkalan. Langkah ini diharapkan dapat mengatasi kelangkaan dan memudahkan masyarakat terhadap LPG 3kg.
Perjalanan kebijakan gas melon dari era SBY hingga Prabowo menunjukkan dinamika yang kompleks. Mulai dari program konversi minyak tanah, maraknya ledakan tabung gas, hingga kebijakan kontroversial yang memicu kelangkaan.
Meski menghadapi berbagai tantangan, upaya pemerintah untuk menyediakan energi yang terjangkau bagi masyarakat tetap terus berlanjut. Dengan intervensi Presiden Prabowo, diharapkan distribusi gas melon dapat lebih merata dan tepat sasaran di masa mendatang.
Dengan memahami sejarah dan perkembangan kebijakan gas melon, masyarakat dapat lebih menghargai upaya pemerintah dalam menyediakan energi yang terjangkau. Semoga kebijakan ke depan dapat lebih efektif dan mengurangi dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat.
Redaksi
BACA JUGA