Jejak Perjuangan Kemerdekaan di Balikpapan dan Kaltim: Dari Kota Minyak ke Garda Republik

Tugu Australia. Salah satu jejak perjuangan di Balikpapan. Monumen yang didirikan untuk mengenang jasa tentara Australia yang bertempur melawan Jepang di Balikpapan
Smartrt.news, BALIKPAPAN – Perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya tercatat di Jawa dan Sumatra. Kaltim khususnya Balikpapan sebagai kota minyak, memiliki jejak penting dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan dari kolonialisme Belanda dan Jepang.
Meski jarang diulas, semangat perlawanan rakyat Kaltim berperan besar dalam memastikan wilayah ini tetap menjadi bagian dari Republik Indonesia.
Balikpapan: Kota Minyak yang Jadi Rebutan
Sejak awal abad ke-20, Balikpapan dikenal sebagai pusat minyak bumi yang dikuasai perusahaan Belanda, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM).
Potensi besar ini menjadikan Balikpapan sebagai sasaran utama dalam Perang Dunia II. Pada 1942, Jepang berhasil menduduki Balikpapan setelah pertempuran sengit dengan Belanda.
Masyarakat lokal hidup dalam tekanan berat: kerja paksa (romusha), keterbatasan pangan, hingga penyiksaan. Namun, situasi ini tidak memadamkan semangat kebangsaan yang terus tumbuh diam-diam di kalangan pemuda dan tokoh masyarakat.
Proklamasi 1945 dan Getaran di Kaltim
Kabar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 baru sampai ke Kaltim beberapa minggu kemudian melalui siaran radio dan surat kabar dari Jawa. Meski berita itu datang terlambat, gaungnya segera menggerakkan pemuda Balikpapan dan Samarinda.
Mereka mengibarkan Merah Putih di berbagai titik meski berhadapan dengan ancaman Jepang yang masih bercokol. Di Balikpapan, pengibaran bendera menjadi simbol perlawanan sekaligus penegasan bahwa rakyat Kaltim mengakui Republik Indonesia yang baru lahir.
Datangnya NICA dan Perlawanan Rakyat
Usai Jepang menyerah, pasukan Sekutu dan Belanda (NICA) masuk kembali ke Balikpapan dengan misi merebut aset minyak. Mereka berupaya mengembalikan Balikpapan dan Kaltim ke pangkuan Hindia Belanda.
Rakyat menolak. Perlawanan rakyat Kaltim muncul di berbagai daerah, meski kekuatan bersenjata terbatas. Pemuda dan organisasi lokal melakukan gerakan bawah tanah: menyebarkan informasi kemerdekaan, mendukung logistik perjuangan, dan menjaga persatuan lintas etnis.
Nama-nama pejuang lokal seperti Awang Long dari Kutai Kartanegara dikenang sebagai simbol perlawanan terhadap kolonialisme. Di Balikpapan, kelompok pemuda menjadi garda terdepan mempertahankan kota dari upaya Belanda menguasai kembali sumber daya minyak.
Jalan Panjang ke Integrasi NKRI
Pertempuran rakyat Kaltim tidak selalu berhasil mengusir Belanda, tetapi keberanian mereka memastikan wilayah ini tetap solid dalam bingkai Republik. Dukungan rakyat Kaltim sejalan dengan perjuangan diplomasi di tingkat nasional, hingga akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia lewat Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949.
Sejak itu, Balikpapan dan seluruh Kalimantan Timur resmi menjadi bagian dari NKRI.
Warisan Perjuangan yang Hidup
Hari ini, jejak perjuangan itu masih bisa ditemui. Tugu Australia di Balikpapan berdiri sebagai penanda pertempuran sengit pada 1945. Nama-nama pejuang lokal diabadikan sebagai nama jalan dan sekolah, menjadi pengingat generasi muda bahwa perjuangan kemerdekaan tidak hanya terjadi di pusat republik, tetapi juga di daerah kaya sumber daya seperti Kaltim.
Perjuangan kemerdekaan di Balikpapan dan Kaltim menunjukkan bahwa kemerdekaan Indonesia lahir dari keringat seluruh rakyat, dari Sabang hingga Merauke. Bagi warga Kaltim, semangat itu menjadi warisan yang relevan hingga kini: menjaga sumber daya alam untuk kepentingan bangsa, serta memastikan daerah tetap teguh dalam bingkai NKRI.
(Tim Smartrt.news/Johan/Sumber : berbagai sumber)