Ironi Timur Tengah: Mengapa Dunia Takut Iran, Tapi Diam terhadap Nuklir Israel?

Oleh: Redaksi SmartRT.News | Opini
Ketika tiga situs nuklir Iran dibombardir oleh rudal-rudal Amerika Serikat, dunia seolah menarik napas panjang — seakan akhirnya “masalah besar” telah ditangani. Iran kembali jadi headline, dan narasi global kembali berulang: Iran adalah ancaman, Iran sedang membangun bom, Iran harus dihentikan.
Tapi ada satu pertanyaan yang jarang terdengar di podium diplomatik atau ruang-ruang redaksi media besar:
Mengapa dunia begitu takut pada potensi nuklir Iran, namun diam seribu bahasa terhadap senjata nuklir Israel yang sudah nyata dan siap digunakan?
Senjata Rahasia yang Sudah Bukan Rahasia
Israel tidak pernah mengaku memiliki senjata nuklir. Tapi dunia tahu — dan menerima — bahwa negara kecil di Timur Tengah itu menyimpan sekitar 90 hingga 200 hulu ledak nuklir, lengkap dengan sistem peluncur modern: rudal Jericho, kapal selam, hingga jet tempur canggih.
Semuanya berstatus “siap pakai”.
Tak ada inspeksi IAEA. Tak ada laporan rutin ke PBB. Tak ada sanksi. Tak ada embargo.
Mengapa? Karena Israel bukan anggota Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT), dan dunia tampaknya telah menyepakati sebuah kesepakatan tak tertulis: tutup mata, tutup mulut, lanjutkan hubungan dagang dan pertahanan.
Sementara Iran…?
Iran adalah anggota NPT. Fasilitas nuklirnya berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Bahkan, sejak 2015, Iran menandatangani JCPOA — kesepakatan nuklir dengan negara-negara besar dunia, termasuk AS, China, Rusia, dan Uni Eropa.
Namun sejak Amerika keluar dari kesepakatan itu di masa Presiden Trump, tekanan terhadap Iran meningkat. Sanksi ekonomi dijatuhkan, ilmuwan nuklir mereka dibunuh, dan kini, situs nuklir mereka dihantam rudal.
Padahal, hingga hari ini, tidak ada bukti kuat bahwa Iran telah membangun bom nuklir.
Standar Ganda yang Nyata
Di sinilah letak ironinya:
- Negara A memiliki senjata nuklir, tidak transparan, dan tidak diawasi → diam
- Negara B tidak punya senjata, namun dituduh akan membuatnya → dibom
Ini bukan sekadar soal geopolitik. Ini soal bagaimana standar ganda internasional menciptakan ketimpangan perlakuan, yang pada akhirnya memicu kemarahan, radikalisasi, dan ketidakpercayaan terhadap sistem hukum global.
Akankah Israel Gunakan Nuklir?
Secara resmi, Israel menjadikan nuklirnya sebagai “senjata terakhir” — detterent untuk memastikan keberlangsungan negara mereka di tengah wilayah yang dikelilingi permusuhan. Namun tetap saja, fakta bahwa senjata itu ada, dan bisa digunakan kapan saja, menjadikannya ancaman eksistensial bagi negara-negara lain di kawasan.
Jika Iran dituduh berbahaya hanya karena bisa membuat senjata, bukankah Israel jauh lebih berbahaya karena sudah memilikinya?
Warisan Hukum Musa dan Cara Israel Membalas Ancaman

Ilustrasi “Mata ganti Mata’ (Smartrt.news/AI)
Untuk memahami mengapa Israel bersikap begitu tegas—bahkan ekstrem—terhadap setiap ancaman, kita tak bisa lepas dari fondasi budaya dan hukum kuno yang masih membentuk jiwa kebijakan modern mereka. Salah satu prinsip utama yang masih diyakini oleh sebagian kalangan di Israel adalah konsep “mata ganti mata” atau lex talionis, yang berasal dari hukum Musa dalam Kitab Keluaran 21:24.
Dalam konteks tradisional Yahudi, lex talionis dimaksudkan sebagai prinsip keadilan proporsional—hukuman setimpal atas pelanggaran. Namun, dalam praktik geopolitik modern, prinsip ini sering kali diterjemahkan sebagai hak moral dan historis untuk membalas ancaman dengan kekuatan penuh. Bagi sebagian elite politik dan militer Israel, tidak membalas serangan dianggap sebagai bentuk kelemahan yang mengundang kehancuran.
Inilah yang menjelaskan mengapa Israel merespons ancaman nuklir Iran—yang belum nyata—dengan kebijakan pencegahan ekstrem, bahkan serangan militer pre-emptive. Dalam kerangka berpikir ini, “lebih baik menyerang duluan daripada menyesal kemudian” bukan hanya strategi militer, tapi doktrin survival yang diwarisi sejak zaman Musa.
Maka tak heran, ketika dunia bertanya: “Mengapa Israel begitu agresif?” Jawabannya mungkin tersembunyi dalam halaman-halaman tua Taurat—di mana keadilan tidak menunggu, tapi dibalas setimpal… atau bahkan lebih.
Dunia Butuh Kejujuran, Bukan Sekadar Kekuatan
Opini ini bukan pembelaan terhadap Iran. Tapi lebih kepada seruan untuk keadilan dalam cara dunia melihat ancaman. Ketakutan terhadap nuklir tidak boleh bersifat selektif. Jika dunia benar-benar ingin bebas dari senjata pemusnah massal, maka Israel juga harus dimintai pertanggungjawaban.
Karena jika tidak, maka “aturan main internasional” hanya akan terlihat sebagai alat kekuasaan—bukan penjamin perdamaian.
(Tim Smartrt.news/anang/berbagai sumber/AI)
BACA JUGA