Hery Sunaryo: Banjir, Krisis Air, dan BBM di Balikpapan Butuh Solusi Konkret

Pengamat Kebijakan Publik Balikpapan, Hery Sunaryo. (Smartrtnews)

SMARTRT.NEWS – Pengamat kebijakan publik asal Balikpapan, Hery Sunaryo menyoroti pelbagai permasalahan yang dihadapi kota ini. Mulai banjir, Ruang Terbuka Hijau (RTH), krisis air, hingga antrian Bahan Bakar Minyak-BBM.

Menurutnya, permasalahan tersebut saling berkaitan dan memerlukan solusi konkret dari Pemerintah Kota Balikapapan. Hery menilai banjir menjadi isu klasik di Balikpapan yang masih belum tertangani secara maksimal.

Salah satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah, menurutnya, normalisasi drainase serta menjaga daerah resapan air.  “Kota Balikpapan memiliki kontur wilayah yang terdiri dari hulu, tengah, dan hilir. Di hulunya ada Hutan Lindung Sungai Wain, yang luasnya sekitar 9.000 hingga 10.000 hektare. Ini satu-satunya penyangga lingkungan yang harus dijaga dengan baik,” ucap Pengamat asal Balikpapan ini, belum lama ini. 

Jika kawasan tersebut tergerus, lanjutnya, kondisi lingkungan Balikpapan bisa semakin memburuk. 

Selain itu, persoalan RTH juga berperan penting mengatasi banjir. Berdasarkan UU Tata Ruang, setiap kota/kabupaten wajib memiliki RTH sebesar 30 persen dari total luas wilayah, dengan pembagian 20 persen RTH publik dan 10 persen RTH privat yang dikelola sektor swasta. Seperti pengembang perumahan dan hotel. 

“Pertanyaannya, apakah RTH publik kita sudah mencapai 20 persen?” tanya Hery.

Ia menambahkan, kalau memasukkan Hutan Lindung Sungai Wain ke dalamnya, itu dikelola provinsi, bukan pemerintah kota. “Artinya, pemerintah kota harus memastikan RTH yang dikelolanya sudah sesuai aturan,” tegasnya. 

Hery juga menyoroti peran pengembang dalam menyediakan RTH dan fasilitas drainase yang memadai. Jika hal ini diabaikan, maka banjir akan terus terjadi setiap kali hujan deras melanda Balikpapan. 

Kemarau Krisis Air, Hujan Banjir

Soal krisis air bersih, Hery menegaskan bukan permasalahan baru. Menurutnya, kondisi ini telah terjadi sejak kepemimpinan wali kota sebelumnya. 

“Ketika kemarau, Balikpapan mengalami krisis air, tetapi saat hujan justru banjir. Ini menandakan ada pengelolaan sumber daya air yang kurang maksimal,” katanya. 

Saat ini, Balikpapan masih bergantung pada waduk tadah hujan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Namun, kapasitas yang ada tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduk. 

“Sesuai standar nasional, setiap orang membutuhkan sekitar 150 liter air per hari. Dengan jumlah penduduk sekitar 750.000 jiwa, kebutuhan air Balikpapan bisa mencapai lebih dari 112,5 juta liter per hari. Ini harus dihitung dan diantisipasi dengan baik,” terangnya. 

Beberapa opsi untuk menambah pasokan air baku, seperti pemanfaatan Sungai Mahakam, desalinasi air laut, dan pengambilan air dari Samboja, sudah pernah dikaji. Namun, implementasinya masih belum berjalan maksimal. 

Ia juga menyoroti kinerja Perumda Tirta Manuntung Balikpapan (PTMB) atau PDAM, yang dinilainya kurang inovatif dalam mencari solusi atas permasalahan air bersih. 

“PDAM seharusnya lebih agresif dalam mencari terobosan. Selama ini, kita masih mendengar banyak keluhan masyarakat tentang kebocoran pipa, kualitas air yang bau, hingga distribusi yang tidak merata,” katanya.  

Bahkan, dikatakannya, krisis air bersih dikaitkan dengan kenaikan harga air kemasan yang kini hampir setara dengan harga BBM. 

“Bayangkan, harga air minum kemasan 1 liter sudah mencapai Rp 11.000, sementara harga BBM jenis Pertalite per liter sekitar Rp 12.800. Jika harga air sudah hampir setara BBM, ini tanda bahaya bagi Balikpapan,” ujarnya. 

Menurutnya, air kebutuhan dasar yang harus dijamin ketersediaannya oleh pemerintah. Karena itu, ia menilai pemerintah kota dan DPRD harus memberikan perhatian serius terhadap permasalahan ini. 

Selain banjir dan krisis air, Hery juga menyoroti antrian panjang di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang kerap terjadi di Balikpapan. 

Ia menilai masalah ini seharusnya bisa diprediksi lebih awal melalui kajian dan perencanaan yang matang. 

“Kalau masalahnya adalah kurangnya jumlah SPBU, seharusnya pemerintah kota dan Pertamina sudah mengantisipasi jauh hari sebelumnya. Jangan sampai kerja pemerintah dan Pertamina hanya bersifat reaktif, seperti pemadam kebakaran yang baru bertindak setelah masalah terjadi,” ujarnya. 

Menurutnya, perencanaan yang baik harus berbasis pada riset dan evaluasi kinerja yang terus diperbarui setiap tahun. Dengan begitu, masalah seperti antrian BBM bisa diatasi sebelum berdampak luas pada masyarakat.   

Di akhir pernyataannya, Hery berharap pemerintah kota, DPRD, dan instansi terkait dapat lebih serius dalam menangani permasalahan banjir, krisis air, dan BBM. 

Ia mengingatkan masalah-masalah ini sangat berdampak pada kehidupan warga. Pemerintah wajib memenuhi hak masyarakat atas air bersih dan memastikan infrastruktur pendukung, seperti drainase dan SPBU, yang memadai.

“Jika dikelola dengan baik, Balikpapan bisa menjadi kota yang lebih nyaman untuk ditinggali,” paparnya.

Reporter: Musafir B

Editor: Kopi Hitam