Harga TBS Sawit di Kaltim Melemah, Dampak dari Harga CPO Dunia

HARGA tandan buah segar (TBS) sawit di Kalimantan Timur kembali mengalami tekanan. Pada periode 1-15 Februari 2025, harga TBS melemah akibat turunnya harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) di pasar global.
Faktor utama yang memicu penurunan ini adalah melemahnya permintaan dari negara pengimpor utama serta tren harga minyak nabati lain yang turut merosot. Dampaknya, petani sawit di Kaltim harus menghadapi harga jual yang lebih rendah, terutama bagi mereka yang belum bermitra dengan pabrik kelapa sawit.
Kondisi ini semakin diperparah dengan kebijakan pembatasan ekspor limbah sawit yang diberlakukan pemerintah. Meski bertujuan untuk mendukung industri bahan bakar berkelanjutan, langkah ini juga membawa dampak bagi sektor sawit nasional.
Di sisi lain, industri sawit tetap menjadi penopang ekonomi di sejumlah daerah Kaltim, yang mengalami pertumbuhan pesat berkat perputaran uang dari sektor ini.
Poin Utama Berita:
- Harga TBS Sawit Turun di Kaltim
Harga TBS sawit di Kaltim masih melemah dalam dua pekan pertama Februari 2025. Penurunan harga dipicu oleh turunnya harga CPO dan kernel secara global. Petani mitra pabrik sawit masih mendapat harga standar, namun petani mandiri lebih rentan terhadap permainan harga tengkulak. -
Harga CPO Dunia Merosot, Bea Keluar Naik
Harga referensi CPO global turun hampir 10 persen menjadi US$955,44 per metrik ton. Penurunan ini disebabkan oleh melemahnya permintaan dari India dan turunnya harga minyak nabati lain. Pemerintah menetapkan bea keluar CPO sebesar US$124 per MT serta pungutan ekspor 7,5 persen. -
Pemerintah Batasi Ekspor Limbah Sawit untuk Produksi SAF
Kebijakan pembatasan ekspor limbah sawit bertujuan untuk mendukung pengembangan Sustainable Aviation Fuel (SAF). Produk seperti Palm Oil Mill Effluent (POME) dan minyak jelantah kini diprioritaskan untuk pasar dalam negeri. DMSI mendukung langkah ini sebagai bagian dari hilirisasi industri sawit nasional.
SmartRT.news, SAMARINDA, – Harga tandan buah segar (TBS) sawit di Kalimantan Timur (Kaltim) masih melemah dalam periode 1-15 Februari 2025. Penurunan ini dipicu turunnya harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan inti sawit (kernel) di hampir semua perusahaan yang menjadi acuan.
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ence Achmad Rafiddin Rizal, mengungkapkan bahwa harga CPO tertimbang kini berada di Rp13.942,29 per kg, sedangkan harga kernel rata-rata tertimbang mencapai Rp10.591,54 per kg dengan indeks K sebesar 88,87 persen.
Harga TBS sawit berdasarkan usia pohon juga mengalami penyesuaian. Untuk sawit berusia tiga tahun, harga ditetapkan di Rp2.800,82 per kg. Usia empat tahun Rp2.987,17 per kg, lima tahun Rp3.005,01 per kg, dan enam tahun Rp3.037,32 per kg. Sementara itu, sawit yang telah berumur 10 tahun dihargai Rp3.180,19 per kg.
Harga ini berlaku bagi petani yang bermitra dengan pabrik kelapa sawit di Kaltim, khususnya kebun plasma. Kerja sama ini diharapkan mampu menjaga kestabilan harga dan melindungi petani dari permainan harga tengkulak.
Harga CPO Dunia Anjlok, Ekspor Sawit Terpengaruh
Sementara itu, Harga referensi (HR) minyak kelapa sawit (CPO) global turun signifikan pada Februari 2025. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat penurunan sebesar US$104,10 atau 9,82 persen menjadi US$955,44 per metrik ton (MT).
Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, menyebutkan bahwa penurunan ini disebabkan melemahnya permintaan dari India serta turunnya harga minyak nabati lain seperti minyak kedelai dan rapeseed.
Saat ini, harga CPO semakin mendekati ambang batas US$680 per MT. Berdasarkan aturan yang berlaku, pemerintah menetapkan bea keluar CPO sebesar US$124 per MT serta pungutan ekspor sebesar 7,5 persen dari HR CPO Februari 2025, yaitu sekitar US$71,65 per MT.
Kemendag menentukan HR CPO berdasarkan rata-rata harga pada tiga sumber utama: Bursa CPO Indonesia (US$867,83 per MT), Bursa Malaysia (US$1.043,05 per MT), dan Pasar Lelang Rotterdam (US$1.253,90 per MT). Jika terdapat selisih lebih dari US$40 antara ketiga sumber, HR CPO dihitung menggunakan harga median.
Selain itu, minyak goreng kemasan bermerek dengan berat bersih ≤ 25 kg dikenakan bea keluar US$31 per MT, sesuai dengan Kepmendag No. 124 Tahun 2025.
Pemerintah Batasi Ekspor Limbah Sawit
Secara terpisah, Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mendukung kebijakan pemerintah dalam membatasi ekspor limbah sawit, termasuk Palm Oil Mill Effluent (POME), High Acid Palm Oil Residue (HAPOR), dan minyak jelantah (UCO). Plt Ketua DMSI, Sahat Sinaga, menegaskan bahwa bahan-bahan ini semakin dibutuhkan untuk produksi bahan bakar berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF).
“Kebijakan ini memperkuat hilirisasi industri sawit yang dicanangkan pemerintah,” ujarnya, Senin (10/2/2025).
Menurut Sahat, Indonesia sejak 2011 telah mengarah pada pengembangan industri sawit bernilai tambah tinggi. Hilirisasi ini diperkuat melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 128/PMK.011/2011, yang mengatur bea keluar tinggi untuk produk hulu dan lebih rendah untuk produk hilir.
Pembatasan ekspor kelompok produk sawit tertentu bertujuan untuk menjaga pasokan dalam negeri. Ke depan, bahan-bahan tersebut diperlukan untuk mendukung regulasi penerbangan internasional, yang mewajibkan campuran SAF minimal 5 persen pada 2026. Maskapai yang tidak memenuhi ketentuan ini akan dikenai denda besar oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).
“Indonesia harus mampu memproduksi SAF sendiri. BUMN perlu segera mengembangkan industri ini, sejalan dengan visi Presiden Prabowo dalam mencapai swasembada energi berbasis sawit,” tambah Sahat.
Dampak Sawit bagi Perekonomian Kaltim
Perkebunan kelapa sawit di Kaltim telah membawa dampak ekonomi yang besar bagi masyarakat sekitar. Beberapa kecamatan yang dulunya sepi kini berkembang pesat.
Seperti perkembangan kelapa sawit di Kutai Timur, yang memiliki banyak perusahaan sawit. Perputaran uang di kecamatan-kecamatan tersebut bahkan mencapai Rp2 miliar per bulan, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal hingga kehadiran Bank Pembangunan Daerah.
Pemerintah Kaltim menyadari bahwa ketergantungan pada sektor migas dan batu bara tidak bisa berlangsung selamanya. Karena itu, sektor perkebunan, terutama sawit, dipersiapkan sebagai pilar ekonomi masa depan. ***
Sumber:
- Kementerian Perdagangan
- Dinas Perkebunan Kaltim
- kaltimprov.go.id
BACA JUGA