Gubernur Konten

Oleh editor johan pada 03 Mei 2025, 15:15 WIB
Gubernur konten

Ilustrasi, gubernur konten. (smartrt)

Malam tadi, seorang teman mengirim sebuah video. Tulisan dalam cover video, berbunyi: Jawa Barat keluar dari zona nyaman. Bergerak bersihkan sampah.

Video itu singkat, cuma semenit.

Tapi, pesannya dalam. Tayangannya memuat sungai-sungai yang penuh sampah, rumput liar, dibersihkan total. Sungai-sungai yang tadinya tertutup sampah, tertutup rumput liar, seakan disulap. Bersih.

Lalu, kerabat itu membubuhi pesan candaan. Ini gubernurku, mana gubernurmu?

Pertanyaan seloroh itu seakan mengikuti tren yang lagi heboh di sosial media. Bahkan menjadi ‘nyanyian bersama’ media-media nasional.

Selain itu, banyak netizen Jabar ‘bertamu’ ke akun Instagram Gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud.

Klarifikasi Tak Mempan

Guyonan sebutan gubernur konten yang dilontarkan Rudy Mas’ud ke Gubernur Jabar KDM alias Kang Dedi Mulyadi, memang bikin heboh.

Meski sudah diklarifikasi kedua belah pihak bahwa itu pujian dan candaan, tetap saja heboh.

Seperti biasa, sesuatu yang diklarifikasi tidak akan bisa mengalahkan viral kehebohan awal. Apapun isunya, apapun konteksnya.

Klarifikasi tak bisa menyaingi apa yang sudah heboh sebelumnya. Entah kenapa, dan bagaimana rumus itu bekerja. Tapi, sering kali dalam pelbagai isu heboh, begitulah kenyataannya.

Satu hal yang pasti: heboh gubernur konten menjadi pelajaran berharga.

Hati-hati untuk para pejabat. Siapapun, orangnya. Kudu lihai menjaga lisan, pikiran dan adabnya. Bahkan, meski itu hanya candaan, tapi tetap saja bisa menjadi bumerang.

Dalam konteks heboh gubernur konten, sebetulnya banyak yang tahu: Rudy dan Kang Dedi kerabat. Keduanya bahkan bersahabat. Mereka pernah bersama-sama di Senayan. Saat keduanya menjadi legislator.

Di periode sama. Pun, sama-sama kader Golkar.

Tapi, namanya netizen. Siapa yang bisa ngatur? Apalagi kalau suatu isu ada yang sengaja memasaknya. Membuat orkestra, dari dirijen di belakangnya. Bikin repot. Dan lebih repot kalau gerakan itu organik, serentak tanpa komando.

Ini lebih mengerikan karena benar-benar dari nurani publik. Klarifikasi tak akan mempan untuk meredam opini, apalagi membalikan keadaan. Musykil.

Inilah tipologi dunia per-sosmed-an kita. Wajah sosmed Indonesia. Yang punya kekuataan luar biasa. Bahkan bisa menggagalkan atau menganulir kebijakan Istana. Bisa pula mengungkap kasus istimewa.

Heboh gubernur konten pun, memantik mereka menguliti Rudy Mas’ud. Mulai data LHKPN soal laporan harta, sampai singgungan soal dinasti keluarga. Bahkan sang adik yang pernah berkasus dikuliknya juga.

Mengerikan kalau netizen sudah bergerak bersama-sama.

Dua Pejabat Resign

Sebelum heboh gubernur konten, publik juga heboh dengan isu: masak saja, kepala babinya.

Kala itu, Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi merespons teror kepala babi untuk redaksi Tempo. Namun, ia memberi keterangan blunder.

Padahal maksud candaannya adalah memberi pembelaan terhadap Tempo. Tapi, salah tafsir. Netizen menganggap Nasbi tak peka. Ramai-ramai warganet menyerangnya. Mendesak untuk mundur.

Meski sudah klarifikasi tetap saja tak bisa membendung tone negatif, yang telah menggelinding kencang menghebohkan publik. Akhirnya Nasbi mengundurkan diri.

Sebelumnya, Gus Miftah juga sama. Membuat candaan blunder, lalu netizen menghantamnya. Ia pun akhirnya mengumumkan mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden. Seketika melepas jabatan istimewa.

Maka, hati-hatilah para pejabat. Hati-hati dalam memberi keterangan.

Ini zaman digitalisasi. Segala ucap dan sikap pejabat mudah tersingkap. Segala rekam jejak digital bisa digali sedalam-dalamnya.

Imbasnya bisa mengangkat, bisa pula meruntuhkan, menghancurkan. Seketika. Sekejap mata. Banyak kasus sebelumnya bisa menjadi pelajaran. Untuk direnungkan.

Netizen tak pernah peduli niatan tersembunyi. Apakah itu pujian, candaan, polesan, panjat sosial, atau lainnya. Yang mereka tahu: apa yang ramai-ramai jadi bahan perbincangan, dari sebaran demi sebaran. Meski hanya potongan demi potongan.

Rudi, bukan gubernur.