Gotong Royong Warga RT 62 Klandasan Ilir Bangun Rumah Layak untuk Keluarga Ibu Salmah

Oleh kontributor Sudarman pada 30 Jun 2025, 19:49 WIB
bedah rumah

Rumah ibu Salmah usai dibangun warga secara gotong royong (Foto: smartrt.news/kelurahan Klandasan Ilir)

Smartrt.news, BALIKPAPAN – Di tengah hiruk-pikuk kota yang kian sibuk dan individualistis, sebuah cerita menghangatkan hati datang dari RT 62 Kelurahan Klandasan Ilir, Kecamatan Balikpapan Kota. Di tempat yang mungkin tak banyak disorot, warga membuktikan bahwa nilai-nilai gotong royong dan kepedulian sosial belum benar-benar hilang.

Mereka bersatu bukan untuk membangun fasilitas umum, bukan pula untuk mempercantik kampung melainkan untuk mendirikan rumah yang layak bagi salah satu warganya: Salmah dan keluarganya yang terdiri dari sembilan jiwa.

Sudah bertahun-tahun Ibu Salmah hidup dalam kondisi serba terbatas. Rumahnya rusak parah, nyaris roboh, dan tak lagi layak untuk dihuni. Dalam situasi serba kekurangan, keluarga tersebut terpaksa bertahan karena tak punya pilihan lain. Namun segalanya mulai berubah sejak Ketua RT 62 Mulyono, menginisiasi sebuah gerakan sederhana namun penuh makna: membangun rumah baru secara swadaya murni dari warga.

“Kami tidak menunggu bantuan pemerintah. Kami warga di sini sepakat, kalau ada satu di antara kita yang susah, ya kita bantu bersama. Ini bagian dari tanggung jawab sosial kita sebagai tetangga dan sebagai manusia,” ujar Mulyono, Minggu (29/6/2025).

Tak ada proposal, tak ada penggalangan dana online, semua dilakukan dengan cara lama yang penuh kehangatan: gotong royong. Warga menyumbang sesuai kemampuan, baik dalam bentuk uang, bahan bangunan, makanan, hingga tenaga. Setiap akhir pekan, terlihat para pria bergantian mengangkat bata, mencampur semen, sementara ibu-ibu menyiapkan konsumsi atau membantu menjaga anak-anak selama orang tuanya ikut bekerja.

Kini, rumah untuk Salmah sudah mencapai 75 persen tahap pembangunan. Pondasi telah kokoh, dinding mulai berdiri, dan atap perlahan dibentangkan. Meski belum selesai sepenuhnya, sudah tampak jelas harapan baru yang tumbuh di tengah-tengah keluarga itu.

“Saya sampai tidak bisa berkata-kata. Rasanya seperti mimpi. Dulu kami tidur berdesakan, kalau hujan, air masuk dari atap. Tapi sekarang… Alhamdulillah, semua karena kebaikan warga,” ujar Salmah dengan suara bergetar, menahan tangis haru.

Dukungan Pemerintah Kelurahan
Inisiatif warga ini pun mendapat apresiasi tinggi dari Pemerintah Kota Balikpapan. Lurah Klandasan Ilir, yang meninjau langsung lokasi pembangunan, menyampaikan rasa hormat dan bangganya atas inisiatif luar biasa dari warganya.

“Kami atas nama Pemerintah Kota Balikpapan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh warga RT 62. Ini bukti bahwa budaya gotong royong masih hidup dan membumi. Rumah ini dibangun tanpa APBD, tanpa CSR perusahaan, tapi dari hati dan solidaritas warga,” ujar sang lurah.

Ia juga berharap, semangat yang ditunjukkan RT 62 bisa menjadi contoh bagi lingkungan lain. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Solidaritas sosial seperti inilah yang membuat kota ini kuat. Dan ini juga sejalan dengan program kota layak huni dan ramah sosial yang kami dorong.”

Solidaritas yang Menular
Tak hanya warga RT 62 yang terlibat. Beberapa warga dari RT tetangga bahkan ikut menyumbang, terinspirasi oleh semangat gotong royong yang luar biasa ini. Para pemuda juga aktif membuat jadwal jaga dan distribusi logistik pembangunan. Ada pula pedagang lokal yang secara sukarela menyumbang bahan makanan untuk konsumsi para pekerja sukarela.

“Kami merasa terpanggil. Masa sih di zaman sekarang masih ada satu keluarga yang tinggal di rumah yang hampir ambruk? Kalau bukan kita yang bantu, siapa lagi?” kata Ahmad, salah satu warga muda yang ikut membantu dari awal pembangunan.

Semangat ini menjadi bukti bahwa gerakan sosial dari bawah yang tulus, tidak terstruktur secara birokratis, dan tidak mengharapkan imbalan bisa menjadi kekuatan luar biasa di tengah masyarakat urban yang semakin renggang.

Bukan Rumah Megah, Tapi Rumah Penuh Arti
Rumah yang sedang dibangun ini bukanlah bangunan megah dengan keramik mahal atau arsitektur modern. Namun bagi Ibu Salmah dan keluarganya, ini adalah rumah terbaik yang pernah mereka impikan. Rumah yang dibangun dari kepedulian, kerja sama, dan doa puluhan orang yang percaya bahwa satu tindakan kecil bisa mengubah hidup seseorang.

“Ini bukan soal nilai materialnya. Tapi maknanya. Ini rumah yang dibangun dengan cinta,” kata Mulyono menutup.***