Fakta Mencengangkan: 87% Ojol Belum Tercover BPJS Ketenagakerjaan
Diterbitkan 20 Mei 2025, 18:41 WIB
oOol se-Balikpapan ketika demo di depan kantor Walikota dan DPRD Balikpapan, Selasa, 20 Mei 2025.(foto:smartrt.news/anang)
Smartrtnews, JAKARTA — Pemerintah menyoroti tingginya risiko kerja pengemudi dan kurir online atau ojek online (ojol), serta mendesak agar kelompok pekerja sektor informal ini segera mendapatkan perlindungan jaminan sosial yang setara dengan pekerja formal.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli, menegaskan bahwa pekerja platform digital seperti ojek online dan kurir menghadapi risiko kecelakaan kerja yang tinggi dan belum dilindungi secara memadai oleh negara.
“Risiko kecelakaan di jalan, terutama bagi pengemudi roda dua, sangat tinggi. Tanpa jaminan sosial, mereka harus menanggung sendiri seluruh biaya pengobatan dan pemulihan,” ujar Yassierli dalam pernyataan resmi, Selasa (20/5/2025).
Hanya 13% Pengemudi Online Terdaftar BPJS Ketenagakerjaan
Data terbaru dari BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa hanya sekitar 250 ribu dari 2 juta pengemudi online yang telah menjadi peserta program jaminan sosial ketenagakerjaan. Artinya, lebih dari 87 persen pekerja digital belum memiliki perlindungan atas risiko kerja.
“Negara kesejahteraan tidak akan terwujud jika jutaan pekerja informal dibiarkan tanpa perlindungan. Ini bukan soal statistik—ini soal keadilan sosial dan masa depan keluarga mereka,” tegas Yassierli.
Instruksi Pemerintah
Yassierli menyebut bahwa pemerintah telah mengambil langkah awal dengan menerbitkan Surat Edaran No. M/3/HK.04.00/III/2025 tentang pemberian Bonus Hari Raya (BHR) untuk pengemudi dan kurir online menjelang Idulfitri. Namun, ia menegaskan bahwa perlindungan sosial harus menjadi prioritas utama berikutnya.
“Setiap pengemudi dan kurir online wajib masuk dalam skema jaminan sosial. Ini adalah amanat konstitusi. Negara harus hadir melindungi mereka,” tegasnya.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyono, menyoroti dua hambatan besar yakni minimnya literasi mengenai jaminan sosial di kalangan pengemudi dan terbatasnya akses ke program BPJS di platform-platform digital
“Risiko mereka sangat nyata—kehilangan pendapatan, biaya rumah sakit, hingga risiko cacat dan kematian. Tanpa jaminan, dampaknya sangat besar terhadap ekonomi keluarga,” ujarnya.
Yassierli menutup pernyataannya dengan seruan kepada seluruh pengemudi online dan penyedia platform: “Kerja keras mereka bisa lenyap hanya karena satu kecelakaan. Negara hadir untuk mencegah itu. Mari pastikan mereka terlindungi.”
Demo Ojol Serentak, Tuntut Potongan Aplikasi Maksimal 10%
Sebelumnya, bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional, ribuan pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai kota besar, seperti Jakarta dan Balikpapan, turun ke jalan.
Aksi serentak ini menjadi simbol perlawanan terhadap potongan aplikasi yang mencekik dan tarif murah yang dinilai tidak manusiawi bagi kesejahteraan mitra pengemudi.
Massa aksi menuntut agar potongan pendapatan oleh perusahaan aplikasi dibatasi maksimal 10%, turun drastis dari skema saat ini yang bisa melebihi 20%.
Selain itu, para mitra mendesak adanya peninjauan tarif dasar yang dinilai tidak sebanding dengan beban kerja, risiko di lapangan, dan biaya operasional.
Di Balikpapan, demonstrasi berlangsung sejak pagi di depan Kantor Wali Kota dan DPRD Kota Balikpapan. Sementara di Jakarta, konvoi ojol dimulai dari Markas Garda Indonesia menuju kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, mulai pukul 12.30 WIB. Aksi berlangsung tertib dan mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian.
Menhub: Regulasi Akan Dievaluasi
Menanggapi gelombang protes ini, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menegaskan bahwa pemerintah sedang menimbang evaluasi terhadap regulasi yang ada. Hal ini demi menjaga keseimbangan ekosistem transportasi digital.
“Ini bukan sekadar bisnis biasa. Ada ekosistem besar yang harus dijaga—dari pengemudi, aplikator, hingga pengguna,” ujar Menhub Dudy dalam siaran persnya.
Ia juga menyebut bahwa potensi revisi regulasi akan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Termasuk perusahaan aplikator seperti GoTo (Gojek), Grab Indonesia, inDrive, dan Maxim, serta perwakilan mitra, UMKM, dan pelanggan.
Potongan Lebih dari 20% Jadi Sorotan
Menteri Dudy menegaskan bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) No. KP 1001 Tahun 2022, potongan seharusnya tidak boleh melebihi 20%.
Pemerintah juga menanggapi wacana status hubungan kerja mitra. Perusahaan aplikator menegaskan akan mempertahankan status fleksibel mitra. Selain itu juga menolak skema pegawai tetap karena dianggap bertentangan dengan model bisnis dan kebebasan kerja para pengemudi.
(Tim Smartrtnews/Johan/Sumber : Info Publik/Kemenhub/Berbagai Sumber)
