Ekspor Perdana 13 Kontainer Kratom dari Kalbar, Kaltim Kapan Menyusul?

Smartrt.news, Pontianak – Ekspor perdana produk kratom dari Kalimantan Barat (Kalbar) akhirnya resmi dilepas. Sebanyak 13 kontainer berisi 351 ton bubuk kratom dengan nilai Rp17 miliar dikirim ke pasar internasional. Menteri Perdagangan, Budi Santoso, langsung memimpin seremoni pelepasan ekspor ini di Cikarang, Jawa Barat, Jumat (28/2).
Ini menjadi momen bersejarah, mengingat ekspor kratom kini telah diatur melalui tata niaga baru yang diberlakukan sejak akhir 2024. Produk yang diekspor berasal dari CV Cahaya di Pontianak dan bakal diolah menjadi berbagai produk kesehatan serta herbal.
Kaltim Punya Potensi, Tapi Kapan?
Sementara Kalbar sudah melangkah dengan ekspor perdana ini, bagaimana dengan Kalimantan Timur? Faktanya, Kaltim juga punya potensi besar di industri kratom. Salah satu daerah yang sudah mulai mengembangkan produk ini adalah Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Mantan Menteri Koperasi dan UKM Kabinet Indonesia Maju, Teten Masduki, bahkan pernah mengunjungi Sentra Produksi Kratom milik Koperasi Produsen Anugerah Bumi Hijau (Koprabuh) cabang Kaltim. Dalam kunjungan itu, Teten menekankan pentingnya hilirisasi produk kratom agar memiliki nilai tambah lebih tinggi.
“Kratom bisa menjadi bagian dari supply chain industri farmasi, makanan dan minuman, serta sektor lainnya. Apalagi permintaan dunia terus meningkat,” kata Teten.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, tren ekspor kratom mengalami pertumbuhan rata-rata 15,92 persen per tahun. Ini menunjukkan bahwa kratom punya potensi besar sebagai komoditas unggulan.
Namun, hingga kini Kaltim masih tertinggal dari Kalbar dalam hal produksi dan ekspor. Padahal, jika dikelola dengan serius, Kaltim bisa ikut menikmati cuan besar dari tanaman herbal yang banyak dicari di pasar global ini.
Dengan adanya koperasi seperti Koprabuh dan dukungan pemerintah, bukan tidak mungkin Kaltim akan segera menyusul Kalbar dalam menggarap pasar kratom internasional. Jadi, tinggal menunggu gebrakan selanjutnya—akankah Kaltim segera masuk ke arena ekspor kratom?
Mengenal Kratom: Antara Manfaat dan Kontroversi
Berikut Smartrt.news sajikan tulisan lengkap tentang kratom, mulai dari sejarah dan menjadi pro kontra di Indonesia, yang kami kutip dari:https://bppk.kemenkeu.go.id yang ditulis oleh: Arfin, Widyaiswara Ahli Madya BDK Pontianak
Kratom (Mitragyna speciosa) pertama kali ditemukan pada tahun 1839 oleh ahli botani Belanda, Pieter Willem Khortals. Tanaman ini termasuk dalam keluarga Rubiaceae dan tumbuh subur di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Myanmar. Indonesia, khususnya Kalimantan, Sumatera, dan Papua, menjadi wilayah dengan populasi kratom terbesar.
Tanaman ini memiliki berbagai nama lokal, seperti ketum, purik, sepat, dan ithang. Terdapat tiga varietas utama dengan sekitar 20 jenis yang tersebar di berbagai wilayah. Kratom tumbuh optimal di lingkungan tropis dengan kelembapan tinggi (70%-80%) serta tanah subur dengan pH 5,5-6,5. Tingginya bisa mencapai 30 meter dengan struktur morfologi yang khas, termasuk akar kuat, batang kokoh, daun hijau lebat, serta bunga dan biji yang berperan dalam penyebaran alaminya.
Sebagai tanaman yang tumbuh di daerah aliran sungai (DAS) dan rawa-rawa, kratom memiliki peran ekologis penting. Akar tunggangnya membantu mencegah abrasi serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Selain itu, tanaman ini berkontribusi dalam meningkatkan simpanan karbon dalam tanah dan menjaga keseimbangan ekosistem, terutama di wilayah rawa gambut yang rentan terhadap degradasi lingkungan.
Potensi Kratom dalam Kesehatan Tradisional
Sejak ratusan tahun lalu, masyarakat Asia Tenggara telah menggunakan kratom untuk berbagai keperluan. Petani dan buruh di Kalimantan mengunyah daun kratom segar untuk meningkatkan stamina dan produktivitas. Di Thailand, daun ini digunakan dalam ritual keagamaan dan dianggap sebagai “daun dewa”. Masyarakat Malaysia mengolahnya menjadi jus yang dicampur dengan pemanis, sedangkan di Indonesia, kratom lebih sering dikonsumsi dalam bentuk teh atau jamu.
Kratom mengandung lebih dari 40 jenis alkaloid, termasuk Mitragynine dan 7-hydroxymitragynine, yang memiliki efek analgesik serupa opioid. Penelitian menunjukkan bahwa kratom dapat menjadi alternatif terapi bagi pengguna narkotika yang ingin lepas dari ketergantungan opioid. Selain itu, kratom diyakini berkhasiat untuk mengatasi diare, rematik, asam urat, hipertensi, serta meningkatkan daya tahan tubuh dan energi.
Potensi Ekonomi dan Peluang Pasar Kratom
Dalam aspek ekonomi, kratom telah mengubah lanskap mata pencaharian masyarakat, terutama di Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Sekitar 70% petani karet dan nelayan telah beralih menjadi petani kratom karena permintaan pasar yang tinggi. Amerika Serikat menjadi importir utama dengan kebutuhan sekitar 400 ton per bulan dan harga jual mencapai Rp100.000 per kilogram. Produk kratom diekspor dalam bentuk daun kering, bubuk, dan kapsul ke berbagai negara, termasuk Eropa dan Asia.
Meskipun memiliki banyak manfaat, kratom juga menimbulkan dampak kesehatan jika dikonsumsi berlebihan. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mencatat adanya 263 kasus efek samping, termasuk insomnia, halusinasi, gangguan hati, serta penurunan berat badan drastis. Bahkan, kratom dikaitkan dengan 91 kasus kematian di AS dalam periode 2016-2017 akibat overdosis. Efeknya bervariasi tergantung dosis, di mana dalam jumlah kecil kratom bersifat stimulan, tetapi dalam dosis tinggi dapat berfungsi seperti narkotika.
Regulasi Kratom: Pro dan Kontra
Legalitas kratom masih menjadi perdebatan global. United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) mengkategorikannya sebagai New Psychoactive Substances (NPS) sejak 2013. Beberapa negara seperti Australia, Malaysia, dan Swedia melarang penggunaan kratom, sementara Thailand mencabut larangan dan mengizinkan konsumsi serta budidayanya sejak 2021. Di AS, kratom legal di 43 negara bagian meskipun FDA melarang penggunaannya dalam suplemen makanan.
Di Indonesia, regulasi kratom masih dalam tahap transisi. Badan POM melarang penggunaannya dalam suplemen makanan dan obat tradisional sejak 2016. Pada 2019, BNN merekomendasikan kratom masuk dalam narkotika golongan I dengan masa transisi hingga 2024. Gubernur Kalimantan Timur dan Wali Kota Samarinda telah mengeluarkan kebijakan pengendalian kratom, termasuk inventarisasi lahan dan produksi.***
(Tim SmartRT.news/anang/sumber: Kemendag-Kementerian UMKM)
BACA JUGA