Eksploitasi Anak di Balikpapan: Fenomena Anak Menjajakan Tisu di Lampu Merah

Oleh redaksi-j pada 20 Sep 2025, 14:37 WIB

Fenomena anak-anak yang bekerja di lampu merah menjajakan tisu di Balikpapan kembali menjadi sorotan publik

Smartrt.news, BALIKPAPAN – Fenomena anak-anak yang bekerja di lampu merah menjajakan tisu di Balikpapan kembali menjadi sorotan publik. Pemandangan ini bukan sekadar potret kemiskinan, melainkan juga bentuk eksploitasi anak yang melanggar hak dasar mereka untuk tumbuh, belajar, dan bermain sebagaimana mestinya.

Potret Sosial di Balikpapan

Balikpapan, kota penyangga utama Ibu Kota Nusantara (IKN), dikenal sebagai pusat ekonomi dan industri. Namun, di balik geliat pembangunan, masih ada sisi gelap yang memprihatinkan: anak-anak yang dipaksa turun ke jalan demi membantu ekonomi keluarga. Mereka harus menghadapi bahaya lalu lintas, polusi, hingga risiko pelecehan atau tindak kriminal.

Fenomena ini menandakan masih adanya kesenjangan sosial yang cukup lebar. Anak-anak yang seharusnya duduk di bangku sekolah, justru mencari nafkah di jalanan dengan cara sederhana: menjajakan tisu kepada pengendara di persimpangan.

Eksploitasi Anak dalam Perspektif Hukum

Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 menegaskan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual.

Anak-anak yang bekerja di lampu merah jelas masuk dalam kategori eksploitasi ekonomi, sebab mereka dipaksa atau dibiarkan bekerja dalam kondisi yang membahayakan.

Pemkot Balikpapan melalui Satpol PP dan Dinas Sosial telah menyatakan komitmennya menindak tegas praktik eksploitasi anak. Namun, penindakan saja tidak cukup jika akar permasalahannya—yaitu kondisi ekonomi keluarga—tidak disentuh.

Faktor Pendorong

Ada beberapa faktor yang mendorong munculnya fenomena ini:

  1. Kemiskinan Keluarga – Banyak anak turun ke jalan karena orang tua tidak mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga.
  2. Kurangnya Edukasi – Sebagian keluarga masih menganggap anak sebagai penopang ekonomi, bukan individu yang perlu dilindungi.
  3. Minimnya Shelter – Fasilitas penampungan atau rumah singgah di Balikpapan belum mampu menampung anak-anak jalanan dalam jangka panjang.
  4. Kelemahan Pengawasan – Kurangnya koordinasi antara aparat, sekolah, dan masyarakat membuat praktik ini sulit diberantas.

Dampak Jangka Panjang

Eksploitasi anak tidak hanya merugikan anak secara fisik, tetapi juga psikis. Mereka rentan mengalami putus sekolah, kekerasan, dan trauma sosial.

Dalam jangka panjang, fenomena ini menciptakan lingkaran kemiskinan baru karena anak-anak kehilangan kesempatan mengakses pendidikan yang layak.

Solusi yang Dapat Ditempuh

  1. Pendekatan Keluarga – Memberikan bantuan sosial, modal usaha, dan pelatihan kerja bagi orang tua agar anak tidak lagi dipaksa mencari nafkah.
  2. Peningkatan Shelter & Rehabilitasi – Pemkot perlu menambah rumah singgah yang layak, sekaligus program rehabilitasi dan pendidikan alternatif bagi anak jalanan.
  3. Kolaborasi Multi Pihak – Pemerintah, LSM, sekolah, hingga masyarakat harus bersinergi mencegah eksploitasi anak.
  4. Edukasi Publik – Mengubah cara pandang masyarakat bahwa membeli tisu dari anak jalanan bukan bentuk kepedulian, melainkan memperpanjang praktik eksploitasi.

Fenomena anak-anak yang bekerja di lampu merah menjajakan tisu di Balikpapan bukan sekadar persoalan kasat mata, melainkan cermin dari masalah struktural: kemiskinan, lemahnya perlindungan sosial, dan minimnya kesadaran masyarakat.

Eksploitasi anak harus dihentikan, bukan hanya dengan penindakan, tetapi juga melalui solusi jangka panjang yang berorientasi pada perbaikan ekonomi keluarga, akses pendidikan, dan perlindungan anak secara menyeluruh.

Tinggalkan Komentar