Efisiensi Anggaran Tak Berdampak pada Ekonomi Balikpapan

SMARTRT.NEWS – Meski terjadi efisiensi anggaran, sektor pengolahan minyak menjadi tetap menjadi tulang punggung ekonomi Balikpapan. Sektor ini memberi kontribusi sekitar 50 persen terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Deputi Direktur Bank Indonesia (BI) Balikpapan, Robi Ariadi, memastikan dengan dominasi sektor ini, kondisi perekonomian Balikpapan dinilai tetap stabil. Meskipun pemerintah menerapkan kebijakan efisiensi belanja.
Ia menilai kebijakan efisiensi belanja dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tidak akan memberikan dampak besar terhadap perekonomian Kota Balikpapan.
“Kalau menurut kami, dampaknya tidak terlalu besar,” papar Robi, pada awak media, Kamis (6/3/2025). Intruksi Presiden mengatur pemangkasan anggaran perjalanan dinas hingga 50 persen dan pengurangan belanja alat tulis kantor hingga 90 persen.
Meski perubahan ini berpengaruh pada sektor pemerintahan, Robi menegaskan bahwa kondisi ekonomi daerah secara umum tetap stabil.
“Kami belum melihat ada pengaruh besar dari kebijakan ini terhadap kinerja Pemerintah Kota Balikpapan,” imbuhnya.
Alasannya, lanjut Robi, perekonomian Balikpapan didominasi sektor pengolahan minyak yang menyumbang sekitar 50 persen dari APBD. Selama sektor ini tetap stabil, kinerja ekonomi daerah tidak akan terganggu secara signifikan.
Ia menambahkan bahwa Balikpapan memiliki sektor ekonomi lain yang cukup kuat. Seperti perdagangan dan jasa, yang masih dapat menopang pertumbuhan meski ada pengurangan belanja pemerintah.
Meski begitu, Robi mengakui efisiensi itu ada potensi berdampak pada industri perhotelan, kuliner, penyewaan kendaraan, serta sektor lain yang terkait aktivitas pemerintahan.

Ketua PHRI Balikpapan, Sugianto. (Smartrt)
Okupansi Turun
Seperti pemberitaan sebelumnya, kebijakan pengurangan anggaran yang diinstruksikan Presiden Prabowo berdampak signifikan pada industri perhotelan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Balikpapan, Sugianto menjelaskan efisiensi anggaran sangat dirasakan para pengusaha perhotelan dan restoran.
“Kami berharap aturan ini juga bersifat sementara, karena dampaknya sangat terasa bagi hotel-hotel di Indonesia, termasuk Balikpapan,” ungkap Sugianto.
Ia memperkirakan penurunan okupansi hingga 20%, dari rata-rata 59% di akhir tahun 2024 menjadi sekitar 40% pada awal tahun 2025.
Untuk mengatasi penurunan ini, PHRI Balikpapan telah mengadakan pertemuan dengan pengelola hotel untuk menyusun strategi baru. Fokus kini diarahkan pada tamu-tamu non-pemerintah, seperti dari sektor korporasi dan asosiasi, serta mengadakan event-event mandiri.
“Kami sebelumnya banyak fokus ke tamu pemerintah, tetapi dengan situasi ini, kami mulai mendekati korporasi dan asosiasi. Teman-teman hotel akan menerapkan strategi seperti ini,” tambah Sugianto.
Pelabuhan Balikpapan Tetap Jadi Andalan
Terkait dinamika ekspor, pelabuhan Balikpapan masih menjadi penyumbang ekspor terbesar di Kaltim. Pada Januari 2025, nilai ekspor dari pelabuhan ini mencapai US$466,38 juta, mengungguli Samarinda (US$371,47 juta) dan Pelabuhan Tanjung Bara (US$252,36 juta).
Dengan tren penurunan ini, pemerintah daerah dan pelaku industri perlu mencari solusi agar ekspor migas dan nonmigas kembali stabil. Salah satu langkah pemerintah meningkatkan efisiensi produksi dan mencari pasar ekspor baru.
Adapun neraca perdagangan Kaltim pada Januari 2025 masih mencatat surplus sebesar US$1.287,74 juta, meskipun sektor migas mengalami defisit US$105,15 juta. Hal ini menunjukkan bahwa sektor nonmigas masih menjadi penopang utama perekonomian daerah.
Reporter: Nugi Irmawan
Editor: Teh Hijau
BACA JUGA