Ebin: Perpanjangan Jabatan RT di Balikpapan Jangan Dipolitisasi

SMARTRT.NEWS – Pengamat Kebijakan Publik Kota Balikpapan, Ebin Marwi mengaku sudah mengetahui rencana pembentukan RT terjadi paska Pilkada 2024.
Ia menjelaskan memang terdapat Surat Wali Kota Balikpapan Nomor 100/101/Pem perihal pembentukan pengurus RT, yang diterbitkan 27 Februari 2024.
Ada lima poin, isinya:
1. Bahwa pemilihan ketua RT atau membentukan pengurus RT baru, bagi semua ketua/pengurus RT yang telah berakhir masa bhaktinya 3 (tiga) tahun terhitung sejak Surat ini diterbitkan, agar tidak dilaksanakan sampai akhir tahun 2024.
2. Keberadaan ketua/Pengurus RT yang telah berperan dalam kegiatan Pemilu 2024, masih tetap dibutuhkan sampai dengan selesainya seluruh tahapan Pemilu serentak, sampai dengan akhir tahun 2024.
3. Selain terkait dengan dukungan kelancaran kegiatan Pemilu tahun 2024, saat ini Pemerintah Kota Balikpapan juga sedang melakukan proses penyesuaian masa bhakti jabatan pengurus RT selama 5 (lima) tahun yang ditetapkan dengan Peraturan Wali Kota sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku, yang akan diberlakukan terhitung mulai tahun 2025.
4. Kepada Lurah diminta untuk menunjuk per 6 (enam) bulan sampai dengan akhir tahun 2024, kelua/pengurus RT pada Rukun Tetangga sebagaimana dimaksud poin angka 1, sebagai pengurus sementara.
5. Dengan diterbitkannya Surat ini, maka Surat Asisten Tata Pemerintahan Nomor 100/007/Pem tanggal 4 Januari 2024 perihal Penundaan Pemilihan RT, dicabut dan tidak berlaku.
Dengan demikian berarti ada penundaan pembentukan RT yang direncanakan berlangsung Maret 2025.
Pengamat Kebijakan Publik, yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum Studi Kebijakan Publik (LBH SIKAP) Balikpapan, ini menilai penundaan perpanjangan ketua RT yang seharusnya bisa dilakukan tahun-tahun sebelumnya, menjadi fenomena anomali.
Ia menduga perpanjangan baru dilakukan tahun 2025 lantaran disinyalir bermuatan politik praktis. Tujuan senyapnya, terbuka pintu kemungkinan untuk pengkondisian perebutan suara rakyat tahun 2029.
Kata Ebin, berdasarkan peraturan yang ada memang masa jabatan RT itu tidak lagi tiga tahun. Artinya, harus lima tahun dan tidak boleh lebih dari dua periode.
“Nah, seharusnya jauh-jauh hari setelah UU itu diperundangan, Pemkot Balikpapan harusnya sudah menetapkan peraturan baru. Setidaknya melalui Perwali,” saran Ebin, Sabtu (25/1/2025).
Menurutnya, Perda yang lama sudah tidak memiliki cantolan hukum. Akibatnya, terlunta-lunta ketua RT yang tak definitif. Dari catatannya, hingga saat ini ada puluhan ketua RT yang tidak definitif bahkan berdasarkan surat penunjukan saja.
“Ada yang memang sudah habis masa jabatannya, kemudian tak mau dipilih lagi. Sehingga ketua-ketua RT ini banyak yang sudah berganti,” ujarnya.
Bahkan, dikatakannya, pada 2024 ketua RT disinyalir menjadi alat politik.
“Nah memang seharusnya pemerintah kota jauh-jauh hari sebelum 2024 sudah membentuk peraturan yang mengacu pada aturan pembentukan RT, yang dipilih selama lima tahun,” ungkapnya.
Dengan adanya surat Wali Kota Balikpapan perihal pembentukan pengurus RT tersebut, intinya RT-RT ini tetap harus berjalan dengan penunjukan itu
“Pandangan saya, sampai kini belum melihat draf Perwalinya sehingga saya tidak bisa memberi komentar, apakah berdampak politik nanti,” imbuhnya. Tapi yang jelas, sambung Ebin, tugas RT harus melayani masyarakat di lingkungan rukun tetangga.
Jika RT tidak definitif, ia mengkhwatirkan hal itu bisa memantik potensi pelayanan akan terganggu dan sangat memungkinkan adanya kepentingan politik praktis.
“Karena kan mereka hanya dilakukan penunjukan-penunjukan saja, nah itu yang sering kali terjadi. Hemat saya, Pemerintah Balikpapan tidak boleh hanya berdasarkan surat biasa saja untuk menunjuk RT-RT ini yang sudah tidak definitif,” tegasnya.
Ebin menekankan, “Harus ada dasar hukum yang lebih kuat, misalnya Surat Keputusan. Yang saya lihat itu surat dinas biasa saja yang ditunjukkan kepada lurah dan RT.”
Ia juga menegaskan, penunjukan tersebut rentan politisasi. Dengan adanya surat tersebut bisa menjadi alat Pemerintah Kota Balikpapan untuk mengontrol RT di masa berikutnya, atau fase terburuk adalah politisasi. Itulah yang disinyalir banyak pihak.
“Dengan adanya surat itu yang tidak dilakukannya definitif RT, sehingga terjadilah politisasi pada 2024. Disinyalir karena salah satunya surat itu,” tegas mantan Bawaslu Kaltim ini.
Meski belum melihat draf Perwalinya, Ebin dengan tegas menyatakan RT tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang di atasnya. Itu catatan yang paling penting.
“Tugas RT itu pada dasarnya melakukan pelayanan publik tanpa didiskriminasi, dan tidak keberpihakan politik,” tegasnya.
Tujuannya agar pelayanan publik berlaku setara. Itu, tekan Ebin, poin penting sebenarnya.
“Karena belum mendapat draf Perwalinya, sehingga saya juga tidak bisa berkomentar banyak soal itu. Tapi prinsip-prinsipnya dasarnya itu tadi,” paparnya.
Reporter: Musafir B
Editor: Kopi Hitam
BACA JUGA