Dukungan Lintas Agama untuk RUU PPRT di Hari Valentine

RUU PPRT
Koalisi Sipil untuk UU PPRT menggelar konferensi pers di Komnas Perempuan. Acara ini mengundang perwakilan lembaga agama dan organisasi masyarakat sipil. (Foto:smartRT.news/humas KoalisiSipil).

SmartRT.news, JAKARTA,–  Bertepatan dengan Hari Kasih Sayang  (Hari Valentine), Koalisi Sipil untuk UU PPRT menggelar konferensi pers di Komnas Perempuan, menegaskan kembali urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Acara ini turut dihadiri perwakilan lembaga agama dan organisasi masyarakat sipil yang menyuarakan pentingnya perlindungan bagi pekerja rumah tangga (PRT), kelompok yang selama ini rentan terhadap eksploitasi dan kekerasan berbasis relasi kuasa.

Selama 21 tahun, Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) terus memperjuangkan pengesahan RUU PPRT, namun hingga kini masih tertunda di parlemen. Dukungan terhadap RUU ini juga datang dari berbagai kalangan, termasuk Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Aisyiyah, dan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), yang menekankan bahwa perlindungan terhadap pekerja rumah tangga merupakan bagian dari nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.

Tiga Poin Penting dalam Konferensi Pers

  1. Dukungan Lembaga Agama untuk RUU PPRT
    Perwakilan dari KWI, PGI, Aisyiyah, dan KUPI menyuarakan dukungan penuh terhadap pengesahan RUU PPRT, menekankan bahwa pekerja rumah tangga berhak atas perlakuan adil, kontrak kerja yang jelas, serta perlindungan sosial dan hukum. Mereka mengajak umat beragama untuk memperlakukan pekerja rumah tangga dengan bermartabat, sesuai ajaran agama masing-masing.
  2. Kasus Kekerasan Terhadap PRT Masih Terjadi
    JALA PRT menyoroti kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga di Kelapa Gading yang terjadi dua hari lalu sebagai bukti nyata bahwa tanpa regulasi yang jelas, PRT masih menjadi korban eksploitasi dan penyiksaan. Mereka menegaskan bahwa RUU PPRT tidak hanya melindungi PRT, tetapi juga memberikan kepastian hukum bagi pemberi kerja.
  3. Desakan kepada DPR dan Pemerintah
    Koalisi masyarakat sipil mendesak DPR periode 2024–2029, terutama Komisi XIII yang membidangi Reformasi Regulasi dan Hak Asasi Manusia, untuk segera mengesahkan RUU PPRT tanpa penundaan. Masyarakat mengkritik pemerintahan Prabowo-Gibran karena dinilai belum menunjukkan komitmen dalam menangani isu kekerasan dan ketidakadilan terhadap pekerja rumah tangga.

SmartRT.news menerima siaran pers yang menyebutkan bahwa konferensi pers ini menjadi bagian dari rangkaian Pekan Peringatan Hari PRT Nasional 2025. Rangkaian ini akan ditutup dengan aksi jalan bersama pekerja rumah tangga dari Sarinah ke Taman Aspirasi pada 15 Februari.

Koalisi Sipil untuk UU PPRT menggelar konferensi pers di Komnas Perempuan, Jumat 14 Februari 2025. Acara ini mengundang perwakilan lembaga agama dan organisasi masyarakat sipil. Mereka mendesak DPR segera mengesahkan RUU PPRT yang telah diperjuangkan selama 21 tahun.

Gereja dan Islam Dukung Perlindungan PRT

Perwakilan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), R. D. Marthen L.P. Jenarut, menyatakan dukungan penuh terhadap pengesahan RUU PPRT. Ia menilai pekerja rumah tangga (PRT) kerap mengalami eksploitasi dan butuh perlindungan hukum.

“Gereja Katolik Indonesia selalu berpihak pada kemanusiaan. Prinsip etis moral Gereja mengedepankan martabat manusia, keadilan, solidaritas, dan kesejahteraan,” ujar Romo Marthen.

Pendeta Rev Ethika S. dari Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) juga menegaskan pentingnya perlindungan bagi PRT. “Semua manusia adalah ciptaan Tuhan yang mulia. Termasuk pekerja rumah tangga. Gereja wajib memperjuangkan hak mereka,” katanya.

PP Aisyiyah menyoroti perlakuan tidak adil terhadap PRT. “Hadits menyebutkan, ‘Berikan upah pekerja sebelum keringatnya kering.’ Ketidakadilan terhadap PRT adalah kezaliman struktural yang harus dihapuskan,” kata Dr. Ummu Salamah.

Aisyiyah juga mengajak umat Islam memperlakukan PRT dengan adil. “Nabi Muhammad memperlakukan pekerjanya dengan kasih sayang. Memperjuangkan hak PRT adalah jihad sosial,” tambahnya.

Desakan dari Kalangan Pesantren dan Aktivis

Nur Achmad dari Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menegaskan bahwa Islam menjunjung tinggi kemanusiaan. “Pekerja, apa pun jenisnya, harus mendapat penghargaan dan perlindungan. Tidak boleh ada penindasan, pelecehan, atau perbudakan dalam bentuk apa pun.”

Selain lembaga agama, organisasi sipil juga mendesak pengesahan RUU PPRT. Jumisih, Staf Advokasi JALA PRT, menyoroti kasus kekerasan terhadap PRT di Kelapa Gading yang terjadi dua hari lalu.

“Kasus ini menambah panjang daftar kekerasan terhadap PRT. RUU PPRT harus segera disahkan untuk mencegah eksploitasi berbasis relasi kuasa.”

Eka Ernawati dari Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menyoroti kurangnya pendataan PRT. “Pendataan pekerja di tingkat RT belum mencakup informasi PRT. RUU PPRT akan membantu mendokumentasikan keberadaan mereka.”

Desakan untuk DPR dan Pemerintah

Fanda Puspitasari dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) berharap DPR menjadikan Hari Valentine sebagai momentum menunjukkan kasih sayang dengan mengesahkan RUU PPRT.

Ajeng Pangesti dari Perempuan Mahardhika menyoroti eksploitasi berkedok kekeluargaan. “Istilah kekeluargaan sering dipakai untuk menekan gaji dan jam kerja PRT. Ini harus diakhiri.”

Ajeng juga mengkritik pemerintahan Prabowo-Gibran yang dinilai tidak serius menangani kekerasan terhadap perempuan. “Bukannya fokus pada perlindungan PRT, pemerintah malah sibuk membahas perluasan sawit dan efisiensi anggaran.”

RUU PPRT sebelumnya telah masuk tahap daftar inventarisasi masalah (DIM) dan mendapat surat presiden dari Jokowi. Namun, hingga kini belum ada kemajuan berarti. JALA PRT mendesak DPR 2024–2029, terutama Komisi XIII, segera mengesahkan RUU ini.

Pekan Peringatan Hari PRT Nasional

Konferensi pers ini merupakan bagian dari rangkaian Pekan Peringatan Hari PRT Nasional 2025. Acara lain termasuk open mic dengan anggota DPR lintas partai (12 Februari), diskusi daring tentang RUU PPRT (13 Februari), dan aksi jalan dari Sarinah ke Taman Aspirasi (15 Februari).

Masyarakat memperingati Hari PRT Nasional sejak 2007 sebagai refleksi atas kasus kekerasan terhadap Sunarsih, seorang PRT anak yang meninggal akibat penyiksaan di Surabaya pada 2001. Kasus ini menjadi simbol perjuangan bagi PRT di Indonesia.

Koalisi Sipil untuk UU PPRT berharap DPR segera mengambil langkah konkret demi perlindungan pekerja rumah tangga di Indonesia.***

Sumber berita dan foto:Koalisi Sipil untuk UU PPRT